
Blitar - Selama sepekan, Satuan Reserse Narkoba Polres Blitar berhasil meringkus 13 tersangka pengedar narkoba jenis sabu dan pil double L. Ironis, satu diantaranya adalah oknum pegawai kontrak Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Kapolres Blitar, AKBP Ahmad Fanani menjelaskan selama sepekan ini, Satres Narkoba berhasil mengungkap 13 kasus dengan 13 orang tersangka. "Satu orang tersangka kasus sabu-sabu, serta 12 orang tersangka lainnya peredaran pil double L," tutur AKBP Fanani didampingi Kasatres Narkoba, AKP Didik Suhardi, Selasa (3/3/2020) di Mapolres Blitar.
Adapun barang bukti yang diamankan polisi, yaitu sabu-sabu seberat 0,32 gram, 1.799 butir pil Double L dan uang tunai Rp 461.000 hasil transaksi pil.
Dari 13 orang tersangka tersebut, satu diantaranya oknum pegawai kontrak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blitar. Rado Sahara (27) warga Kelurahan Sentul Kecamatan Kepanjen Kidul yang sudah setahun menjadi pegawai kontrak di DLH ini diringkus di wilayah Kecamatan Kanigoro pada malam hari sekitar jam 23.00 WIB. "Tersangka mengaku sudah sebulan ini, menjadi pengedar pil double L," ujar AKBP Ahmad Fanani.
Ketika ditanya kenapa nekat mengedarkan pil double L, Rado mengaku ingin mencari tambahan penghasilan. "Saya mendapat keuntungan dari menjual seharga Rp 50.000 per 20 butir nya," kata Rado.
Siapa saja yang membeli, ayah dari 2 orang putra ini sering menjual ke teman yang sudah dikenal. "Karena takut ketangkap, saya jual ke teman sendiri," jawabnya pada polisi.
Sehari-hari tersangka Rado mengaku bekerja merawat dan membersihkan taman, sebagai pegawai kontrak. Ditanya dari mana mendapat pil setan tersebut, Rado mengaku dari sesorang yang kini sedang diburu polisi.
Sementara 12 orang tersangka lainnya, dengan rincian 11 kasus pil Double L terdiri dari penjual, pemakai dan pengedar. "Serta satu tersangka pengguna sabu-sabu, Hadi Kurniawan alias Wawan pengguna sabu 0,32 gram warga Desa Jengglong Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar," lanjut AKBP Fanani
Ditambahkannya para tersangka ini akan dijerat dengan pasal 196-197 UU No 36 Tahun 2009, dengan acaman hukuman 10-15 tahun atau denda Rp 1 miliar imbuh AKBP Fanani. (ais)