
LUMAJANG (Lenteratoday) - Erupsi Semeru atau awan panas guguran (APG) tanggal 4 Desember 2021 merupakan yang terbesar selama sejarah. Tiga dusun yaitu, Curah Kobokan Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo; Kajar Kuning; dan Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro hancur tak tersisa dan menjadi kampung mati.
Penanganan korban APG Semeru nampaknya akan memakan waktu yang sangat panjang. Pasalnya, warga sudah trauma dan tak mau lagi kembali ke lokasi semua dan berharap kepada pemerintah bisa direlokasi.
"Takut mas, saya trauma jika harus kembali lagi menempati rumah ini," ujar Slamet Hariadi (32) warga Curah Kobokan, Kamis (9/12/2021).

Selama masa penyesuaian di lokasi yang baru, tentu masyarakat membutuhkan adaptasi dalam berbagai hal. Mulai pendidikan, mata pencaharian dan lainnya. Kebun-kebun warga sudah tertimbun dengan abu vulkanik dan dalam jangka lama tidak mungkin bisa ditanami.
"Tidak bisa ditanami mas, mau ditanami gimana ini, lawong sudah tertimbun dengan abu," papar Sanusi (30) warga yang lain.
Masa yang panjang untuk pemulihan itu perlu uluran tangan para dermawan untuk bisa membantu warga kaki lereng Semeru bangkit.

Akibat erupsi Semeru, fasilitas publik seperti sekolah, masjid, musholla dan jembatan rusak. Gotong royong masyarakat akan meringakan beban mereka yang sedang mengalami musibah erupsi gunung Semeru.
Dari data yang dilaporkan Bupati Lumajang, Thoriqul Haq, kepada Presiden Jokowi, ada 2.000 rumah dan fasilitas publik yang hancur belum termasuk rumah yang tertimbun material erupsi Semeru pasca hujan kemarin. (*)
Reporter : Sahlan Kurniawan
Editor : Lutfiyu Handi