22 April 2025

Get In Touch

Surabaya Kota Termacet: Dishub hingga Pakar Transportasi Sodorkan Fakta Berbeda

Surabaya Kota Termacet: Dishub hingga Pakar Transportasi Sodorkan Fakta Berbeda

SURABAYA (Lenteratoday) - Pemkot Surabaya menyajikan fakta berbeda guna menjawab label Kota Termacet yang disematkan Inrix. dinas Perhubungan (Dishub), Polrestabes Surabaya hingga pakar transportasi mengungkapkan data bila Kota Pahlawan masih nyaman bagi pengendara. Meski demikian, hal ini tetap akan dijadikan bahan untuk terus melakukan perbaikan.

“Ditandai dengan survei dan data kami, bahwa vc ratio Kota Surabaya cukup bagus, yaitu 0.6 berarti masih kondisi cukup bagus. Artinya, kendaraan yang melewati jalan tersebut masih bisa ditampung,” jelas Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Tundjung Iswandaru saat Konferensi Pers di Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Surabaya Jumat (14/1/2022).

Dia mempertanyakan terkait Surabaya dinobatkan sebagai kota termacet di Indonesia pada 2021. Tundjung mengatakan, bahwa berdasarkan data yang dimiliki lalu lintas Kota Surabaya saat ini dinilai cukup baik dan relatif lancar.

Untuk diketahui Hasil analisis tingkat kepadatan lalu lintas ini dilaporkan oleh Inrix, sebuah perusahaan yang menganalisis dan penyedia data pengelolaan lalu lintas. Inrix merangkum hasil penelitian tersebut dalam laporan Global Traffic Scorecard 2021.

Laporannya bahwa kota termacet di Indonesia adalah Surabaya. Kemudian disusul oleh DKI Jakarta di peringkat dua. Lalu Denpasar, Malang, dan Bogor. Global Traffic Scorecard menghitung kehilangan waktu atau durasi yang terbuang dengan menganalisis data kecepatan maksimal saat lalu lintas padat, dan kecepatan saat lalu lintas lancar.

Peringkat yang dihitung Inrix berdasarkan tingkat keparahan kemacetan dan waktu yang terbuang selama macet, yang dibagi berdasarkan ukuran luas sebuah kota. Berdasarkan catatan Inrix, jumlah total durasi yang terbuang selama jam sibuk di Surabaya mencapai 62 jam dalam setahun, dengan rata-rata kecepatan kendaraan 13 mph atau 20,9 km/jam.

Menurut data Dishub Surabaya,untuk kecepatan rata-rata antar kendaraan, berada di angka 40 – 41. Kemudian, terkait 63 jam atau waktu kehilangan akibat kemacetan, dapat dibagi menjadi 360 hari, maka kisaran 10 saja menit waktu yang terbuang di tiap kemacetan.

Tundjung menanyakan indikasi apa yang digunakan perusahaan tersebut menjadikan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia, jika ditelisik Kota Surabaya mengalami pembengkaan jumlah volume kendaraan saat pagi dan sore hari saja.
“Saya tidak tahu landasan apa yang menjadikan Surabaya sebagai kota termacet, mereka dihubungi juga tidak bisa, di sebuah laman tersebut dituliskan bahwa membandingkan jam sibuk dengan jam tidak sibuk, memang ada waktu yang terbuang, tapi mereka tidak berbicara soal waktu yang ditempuh,” papar Tundjung.

Meski demikian, pihaknya tetep berupaya untuk menekan angka kemacetan Kota Surabaya, pihaknya akan memperbanyak transportasi masal, bahkan pihaknya tahun ini 2022 akan mengembangkan feeder.

“Kita juga ada Suroboyo Bus – BTS Trans Semanggi Suroboyo. Tahun ini rencana pengadaan feeder sebanyak 36 unit. Mungkin kita akan menggunakan mobil yang cukup bagus, tetapi disesuaikan dengan ruas jalan yang ada,” terangnya.

Di kesempatan yang sama, Kasatlantas Polrestabes Surabaya, AKBP Teddy Chandra menerangkan bahwa Polrestabes Surabaya tiap harinya melakukan pengaturan, penjagaan, dan patroli di bidang lalu lintas dengan melakukan pemetaan waktu terkait ruas jalan di Kota Surabaya saat terjadi peningkatan jumlah volume kendaraan.

“Secara aplikatif kami akan menugaskan personil dan mempertebal personil bila terjadi kemacetan di beberapa titik di Kota Surabaya. Untuk Kota Surabaya berdasarkan tugas kami bidang lalu lintas, arus lalu lintas bersifat situasional,” jelas AKBP Teddy Chandra.

Ia menerangkan bahwa kepadatan arus lalu lintas di Kota Surabaya terjadi saat pagi hari. Hal ini disebabkan karena Surabaya bukan lagi sebagai Gerbangkertasusila, tapi sebagai aglomerasi keluar masuknya kendaraan pekerja dari dalam maupun luar kota.

Sementara itu, Pakar Laboratorium Transportasi Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) Hera Widyawati menjelaskan pihaknya tidak bisa menghubungi perusahaan analisis data lalu lintas tersebut.

“Perhitungannya adalah soal selisih gate (gerbang) antara waktu macet dan tidak macet. Jadi macetnya pendek, maka gatenya banyak, kalau melihat dari itu akan susah,” jelas Hera di depan konferensi Pers.

Seharusnya, kemacetan yang dimaksud di Kota Surabaya adalah pada waktu tertentu, serta pada beberapa akses keluar masuknya kendaraan di Kota Surabaya, belum lagi indikator penggunaan GPS anonim.

“Dulu sempat kami memiliki ide, untuk melihat suatu kepadatan jalan menggunakan big datayang diambil dari mobile atau provider. Kemudian yang tidak bisa terdeteksi adalah jenis kendaraan,” ujar Hera.

Menurut dia alangkah lebih bijak apabila melihat arus lalu lintas sebuah kemacetan berdasarkan travel time. “Kalau kita mau melihat suatu kemacetan, satu jalan saja itu mungkin akan berbeda kalau kita melihat beberapa jalan. Jadi mungkin lebih bijak kalau melihat menggunakan travel time,” ungkap Hera.

Ia menambahkan, apabila melihat suatu kepadatan lalu lintas sebelum dan sesudah pandemi Covid-19, kondisi saat ini level service Kota Surabaya menunjukkan kategori C. Artinya cukup bagus, padahal sebelum pandemi Kota Surabaya berada pada kategori D yang berarti relatif macet.(*)

Reporter: Ryan Rizky/mg
Editor: Widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.