Polemik Minyak Goreng di Lamongan, Mulai Pedagang Terpukul Hingga Warga Alami 'Panic Buying'

LAMONGAN (Lenteratoday) -Kebijakan satu harga minyak goreng di angka Rp. 14 Ribu perliter ternyata belum bisa dirasakan oleh para pedagang pasar tradisional di Lamongan.
Para pedagang masih enggan menurunkan harga minyak goreng lantaran stok yang tersisa merupakan kulakan dengan harga yang masih Rp20 Ribu. Harga itu sebelum dikabarkannya subsidi minyak goreng oleh Kementerian Perdagangan pada Rabu, (19/1/2022).
Bahkan beberapa dari warga terlihat melakukan pembelian karena dasar kepanikan atau panic buying. Fenomena ini terlihat dari pembelian minyak goreng secara besar-besaran di ritel modern.
Kondisi itu menurut pedagang di Pasar Sidoharjo Lamongan membuat mereka bingung. Satu sisi mereka tidak mau merugi, sisi yang lain mereka tetap harus cepat beradaptasi dengan ancaman rugi besar.
"Ndak laku sama sekali. Satu pun nggak laku sejak Rabu kemarin," ucap Wiwik pedagang di Pasar Sidoharjo Lamongan, Sabtu (22/1/2022).
"Kita masih pakai harga normal, karena kulakan juga mahal semua itu. Kita kulakan harga Rp40 ribu (kemasan 2 liter) sementara di supermarket 28 ribu. Bisa bayangkan rugi berapa kita," lanjutnya.
Sutri, wanita paruh baya pedagang di Pasar Sidorharjo juga merasakan hal yang sama. Dia khawatir minyak goreng dagangannya tidak laku.
"Kebijakan seperti ini sangat merugikan, kita kehilangan pembali. Minyak 2 liter saya kasih harga Rp40 ribu aja ndak mau, katanya di Alfa itu harganya cuma Rp28 ribu," kata Sutri.
Sementara itu, dihubungi terpisah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lamongan masih belum menemukan formula yang cocok untuk diterapkan pada persoalan ini.
"Semoga juknisnya segera dikeluarkan untuk pedagang," paparnya saat dihubungi.
Untuk diketahui, pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan menggelontorkan dana sebesarRp 3.6 trilun untuk subsidi minyak selama 6 bulan. Namun, dana tersebut disalurkan langsung kepada seluruh pelaku industri minyak goreng di Indonesia.
Hal itu yang menimbulkan kesenjangan lantaran subsidi baru bisa diterapkan pada toko ritel moden saja (*)
Reporter : Adyad Ammy I
Editor: Arifin BH