
BATU (Lenteratoday) - Tersangka kejahatan seksual JEP, pada kasus SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, sebentar lagi akan dijadwalkan menjalani sidang perdana pada Rabu, 16 Februari 2022 mendatang. Persidangan ini terkait kasus dugaan kekerasan seksual pada sejumlah muridnya, yang dilakukan di dalam lingkungan sekolah yang ia bangun sendiri.
JEP dinyatakan sebagai tersangka oleh Polda Jatim, setelah terbukti melakukan kejahatan dan pelecehan seksual, terhadap anak didiknya. Perbuatan tidak senonoh tersebut dilakukan dalam kurun waktu 2009 hingga 2012. Kabar ini disampaikan Kepala Seksi Intel Kejari Batu, Edi Sutomo bahwa penyusunan dakwaan sudah rampung dilakukan oleh 10 Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim dan Kejari Batu.
Surat dakwaan JPU dalam bentuk alternatif antara lain Pasal 81 Jo Pasal 76D dan atau Pasal 82 Pasal 76E UU Nomor 17 Tahun 2016, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi UU Jo Pasal 64 KUHP.
''Untuk menangani perkara ini sudah ditunjuk 10 orang JPU dari Kejati Jatim dan Kejari Batu untuk menangani perkara tersebut. Sidang perdananya pekan depan 16 Februari 2022," Jelas Edi.
Nantinya, sidang akan dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Malang, yakni Hakim Ketua Djuanto SH MH, Hakim Anggota 1 Harlina Rayes, SH MH, Hakim Anggota 2 Guntur Kurniawan SH. Sementara untuk panitera pengganti adalah Mohammad Nasir Jauhari, SH.
Terpisah, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengapresiasi ketegasan penegak hukum dalam mengawal kasus kekerasan seksual tersebut. "Langkah hukum yang bergulir saat ini memang seharusnya diberikan kepada JEP agar kasus ini semakin terang benderang, Artinya penegak hukum yang mengawal kasus ini telah bekerja secara maksimal dan profesional," katanya.
Selebihnya, dia berharap agar tersangka JEP untuk dilakukan penahanan, meski dalam hal ini aparatur hukum menilai tersangka bertindak kooperatif. "Bagaimanapun, tidak menahan pelaku ini adalah hal tak lazim. Harapan kami tetap agar pelaku ditahan saja,'' tegasnya.
Arist juga mendorong agar hakim nantinya dapat memutus putusan secara objektif. Untuk mengawal kasus ini, pihaknya akan mengirim hingga 100 pengacara negara yang tergabung dalam Tim Litigasi dan Rehabilitasi Sosial korban SPI.
Reporter : Reka Kajaksana | Editor : Endang Pergiwati