
JAKARTA (Lenteratoday) -Sidang pembacaan putusan perkara dugaan korupsi pemberian suap pengurusan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ditunda.
Sesuai rencana, sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta hari ini, Senin (14/2/2022).
Hakim anggota Fahzal Hendri menyebut penundaan dilakukan karena dua hakim terpapar Covid-19.
Keduanya adalah hakim ketua Muhammad Damis dan hakim anggota Jaini Bashir.
“Rencana kita hari ini (putusan) tapi ternyata ketua majelisnya pulang ke Makassar di sana terpapar,” sebut Fahzal dalam persidangan.
“Ini baru saya konfirmasi hakim ad hoc Pak Jaini Bashir juga sakit sudah dua hari sepertinya terpapar Covid-19,” ungkapnya.
Fahzal menuturkan sidang rencananya ditunda pada Kamis (17/2/2022). Namun hal itu juga melihat kondisi kesehatan para hakim yang terpapar Covid-19.
“Ya mudah-mudahan bisa berjalan, bisa sehat semualah. Tapi kalau ketua majelis sudah sehat, Pak Damis masa isolasi sudah selesai tinggal terbang ke sini,” kata dia.
Terakhir Fahzal berharap agar Azis, jaksa penuntut umum (JPU) KPK dan kuasa hukum Azis turut menjaga kesehatannya.
“Jadi terdakwa, para JPU, kuasa hukum jaga kesehatan ya, mudah-mudahan tidak ada yang sakit,” imbuhnya, mengutip Kompas.
Dalam perkara ini Azis Syamsuddin diduga memberi suap senilai total Rp 3,6 miliar pada eks penyidik KPK Stepanus Robin dan rekannya pengacara Maskur Husain.
Jaksa menduga suap diberikan agar Azis tidak terseret dalam kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten Lampung Tengah yang sedang ditangani KPK.
Pada persidangan 24 Januari 2022, jaksa menuntut agar Azis dijatuhi pidana penjara 4 tahun dan 2 bulan.
Politikus Partai Golkar itu dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan yaitu Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Jaksa pun menuntut agar hak politik Azis dicabut selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya (*)
Editor: Arifin BH