22 April 2025

Get In Touch

BKKBN Berharap Jatim Menjadi Kontributor Utama Penurunan Stunting Nasional

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersama Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)., saat RAN Pasti/
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bersama Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)., saat RAN Pasti/

SURABAYA (Lenteratoday) - Kepala BKKBN, Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)., yakin Jawa Timur (Jatim) menjadi kontributor utama dalam penurunan stunting nasional. Terlebih lagi jika semua kalangan bertekad dan berjuang bersama-sama untuk mengatasi persoalan yang masih ditemui.

"Saya yakin Jawa Timur bisa karena pemerintah pusat secara serius menangani persoalan stunting dari sektor hulu hingga hilir. Peran pemerintah daerah, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan, kelurahan hingga desa harus kita gerakkan untuk menurunkan angka stunting di masyarakat,” urai Hasto saat Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) yang digelar BKKBN di Surabaya, Rabu (2/3/2022).

Sosialisasi tersebut untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah. Dalam hal ini  BKKBN diberi tugas Presiden Jokowi sebagai “pengendali” pencegahan stunting di tanah air.

Selain menghadirkan Kepala BKKBN yang juga Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat, sosialisasi ini juga dihadiri Kepala Perwakilan BKKBN Jatim, Dra. Maria Ernawati, M.M., serta para wakil ketua dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Kemendagri, Kemenkes, dan Gubernur Jawa Timur.

Lebih lanjut Hasto mengungkapkan bahwa tendesi penurunan angka stunting secara nasional menjadi 24, 4 persen di tahun 2021 setelah sebelumnya di 2019 sempat menyentuh angka 27,7 persen.

Dia berharap, pada 2023 nanti trend penurunan angka stunting bisa berada di angka 16 persen dan akhirnya di tahun 2024 nanti bisa menurun lagi menjadi 14 persen. Target nasional angka stunting tersebut tidak saja menjadi target dan cita-cita Presiden Joko Widodo saja, tetapi menjadi tekad semua pemangku kepentingan, termasuk di Jawa Timur.

Dia juga menjelaskan bahwa Jatim merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di 2022 ini. Yang menjadi “pekerjaan rumah atau PR” untuk Jawa Timur. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 ada empat kabupaten di kategori  “merah”. Ke empatnya adalah Bangkalan, Pamekasan, Bondowoso serta Lumajang. Penyematan status merah ini karena prevalensinya di atas 30 persen.

Sedangkan, ada 18 kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Sumenep, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kota Malang serta Nganjuk. Serta ada 15 kabupaten berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen seperti ; Ponorogo, Kabupaten Probolinggo, Trenggalek, dan Kota Batu. Hanya ada satu daerah berstatus biru yakni Kota Mojokerto dengan pevalensi di bawah 10 persen, tepatnya 6,9 persen.

BKKBN dengan 200.000 Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari unsur Bidan, PKK dan Kader KB atau kader pembangunan lainnya telah ada di Desa. Dengan demikian jumlah ini setara dengan 600.000 orang. Mereka akan dilatih dan mendampingi Calon Pengantin/Calon Pasangan Usia Subur, Ibu hamil, Ibu dalam masa interval kehamilan, serta anak usia 0 - 59 bulan.

"Sosialisasi RAN PASTI ini menjadi penting mengingat BKKBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Peran Tim Pendamping Keluarga di daerah-daerah begitu penting karena menjadi garda terdepan. RAN PASTI  menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, serta pemangku kepentingan lainnya," terang Hasto.

Acara sosialisasi ini menjadi strategis untuk mengetahui Indikator penurunan stunting yang nantinya menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya  dan memacu kemajuan pembangunan daerah, mengingat BKKBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting.

"Peran Tim Pendamping Keluarga di daerah-daerah begitu penting karena menjadi garda terdepan. RAN PASTI  menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, serta pemangku kepentingan lainnya," pungkas Hasto.

Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meminta penanganan stunting dari siklusnya harus dimulai dari remaja melalui pemberian tablet penambah darah. Tablet ini untuk mencegah anemia bagi remaja putri. Kemudian juga intervensi pada saat kehamilan, intervensi gizi pada saat bayi balita.

Khofifah juga berharap Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang diketuai oleh Bappeda se-Jawa Timur bisa berkoordinasi ke semua OPD, apalagi sekarang sedang menyiapkan RKPD untuk 2023.

Dia juga berharap seluruh stakeholder bersama-sama melakukan percepatan penurunan stunting. Diantaranya pemetaan datanya update, kemudian intervensi programnya nendang, lalu support budgetnya cukup, sinergitasnya juga bagus, maka penurunan stunting akan berhasil.

“Nah, penanganan stunting ini melibatkan banyak OPD, mungkin ada OPD tertentu yang merasa tidak ada kaitan strategis, oleh karena itu saya mengusulkan kepada Kepala BKKBN: Jikalau penurunan stunting ini dijadikan Program Prioritas Nasional, kan ada infrastruktur fisik itu PSN (Proyek Strategis Nasional), jika kalau penurunan stunting ini telah dimasukkan ke Program Prioritas Nasional, seperti arahan Bapak Presiden, sehingga TNI dan Polri ini menurut saya bagus kalau juga mendapatkan penugasan yang sama, karena kita membutuhkan di tingkat yang paling bawah, Babinsa, Babinkamtibmas Bersama Bidan Desa Bersama Lurah dan Kepala Desa,” imbuhnya.

Khofifah menyebutkan bahwa 4 Pilar itu akan menjadi bagian yang sangat penting untuk menyisir agar stunting di masing-masing Desa terpotret. Dia yakin intervensinya juga akan lebih bagus.

"Nah, pada kondisi seperti inilah, saya menyampaikan tadi kepada Kepala BKKBN Kualitas SDM dan daya saing Bangsa dan Negara ini, kalau Pak Presiden menyebut AKI dan AKB lalu stunting,” katanya.

Dia juga mengatakan jika ingin melihat stunting, jangan dilihat dari bentuk fisik cebol. Tapi harus dilihat bahwa SDM yang berdaya saing dan SDM yang berkualitas ini memang harus disiapkan secara lebih komprehensif sistemik dengan pondasi yang kuat.

“Inilah sebetulnya pintu masuk untuk bisa memberikan penguatan kepada seluruh Tim Percepatan Penurunan Stunting di seluruh level, baik TPPS Provinsi dan Bappeda Provinsi, TPPS Kabupaten/Kota dan Bappeda Kabupaten/Kota. Kita semua harus membangun perspektif bahwa stunting ini adalah bagian dari upaya meningkatkan daya saing SDM kita, berarti daya saing Bangsa dan Negara ke depan,” harapnya diakhir arahan penutupan sosialisasi RAN Stunting.

Terhadap rencana pemerintah yang akan menjadikan indikator penurunan stunting sebagai salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin menyambut positif  hal tersebut.

“Ada atau tidak ada penghargaan, sudah menjadi tugas pokok kepala daerah untuk selalu peduli dengan masalah kerakyatan termasuk penurunan stunting. Kami yang di Trenggalek terus bertekad untuk menurunkan angka stunting. Posisi Trenggalek yang berkategori hijau di angka 18,1 persen dan menduduki urutan 212 dari 246 kabupaten/kota yang memiliki pevalenstinggi menjadi lecutan untuk kami terus berkarya untuk kemasyarakatan,” tandas Gus Ipin, sapaan akrab Bupati Trenggalek itu. (*)

Reporter : Joko Prasetyo/rilis

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.