
LAMONGAN (Lenteratoday) - Hearing Komisi D DPRD Lamongan dengan Dinas Sosial setempat membahas penyaluran BPNT sempat diwarnai ketegangan. Meski begitu, agenda tersebut hasilkan 3 rekomendasi.
Ketegangan saat berlangsungnya hearing pada Rabu, (2/3/2022) tersebut dibenarkan oleh salah satu anggota Komisi D DPRD Lamongan Imam Fadli, bahkan menurut pantauan adu mulut saat rapat berlangsung tak terhindarkan. "Sempat panas mas sidangnya," ujar Imam, Kamis (3/3/2022).
Dalam agenda tersebut, Komisi D telah merekomendasikan 3 poin penting dalam penyaluran BPNT yang kini diberikan langsung ke tangan KPM tersebut.
Tiga rekomendasi itu diungkapkan Ketua Komisi D, Abdul Somad akan meminimalisir adanya praktik manipulasi dari agen, suplayser, maupun beberapa pihak yang bersangkutan.
"Kami menerima laporan jika ada pengkondisian di beberapa desa dan wilayah di Lamongan harus membelanjakan di agen-agen tertentu, dan harga tukar dengan sembako terlalu mahal," paparnya.
Somad tegas mengintruksikan, jika agen dan suplayer tidak bermain nakal, selanjutnya para Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dibina karena terindikasi terlibat dalam kasak kusuk BPNT, dan penggunaan pelaporan digital maupun aplikasi.
"Kita rekomendasi Dinsos Lamongan. Menghentikan suplayer atau agen yang nakal tadi kalau memang tidak layak dan menyeleweng," ucapnya.
"Ada juga indikasi kawan-kawan TKSK yang bermain, sehingga kita rekomendasikan TKSK dievaluasi dan dibina bila perlu diganti petugasnya, kita juga merekomendasi penggunaan aplikasi sebagai sistem pengawasan dan meniadakan suplayer maupun agen," lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Dinsos Lamongan Hamdani Azahari menyangkal jika ada penyelewengan terkait penyaluran BPNT kepada KPM. Menurutnya, adanya sistem kavling atau peran agen-agen itu untuk mempermudah bukti pembelian sembako.
"Saya sampaikan tugas kami memastikan dan mengawasi, agen-agen itu untuk mempermudah pelaporan dengan catatan tidak ada pemaksaan dan berstatus wajib bagi KPM untuk berbelanja di agen-agen," tanggap Hamdani.
Untuk diketahui, dalam penyaluran BPNT bulan Januari, Februari, dan Maret senilai Rp 600.000 seharusnya diterima secara tunai oleh KPM. Namun, di beberapa kecamatan bantuan itu diganti dengan sejumlah sembako, seperti beras, kentang, telur, kacang tanah, dan apel.
Hal ini sontak ramai di media sosial. Terlebih lagi, nilai sembako tersebut disinyalir jauh lebih mahal dari harga di pasaran. Bahkan, harga normalnya tidak sampai Rp 600.0000.
Berdasarkan keterangan penerima bantuan, mengatakan bahwa saat pengambilan bantuan mereka diberi uang Rp 600.000, lalu didokumentasikan. Setelah itu uang diminta kembali dan ditukar dengan sembako yang telah disediakan.
Reporter : Adyad Ammy I.
Editor : lutfiyu Handi