
SURABAYA (Lenteratoday)-Syarat PCR dan antigen yang sudah dihapus oleh pemerintah pusat berdampak pada kenaikan jumlah penumpang di Bandar Udara Internasional Juanda . Apalagi saat ini sudah tidak ada lagi wilayah di Indonesia dengan status level 4, sehingga aturan mobilitas warga juga semakin longgar. Bahkan meski dibayangi melambungnya tarif tiket akibat kenaikan harga avtur, namun seperti tampak pada pantauan langsung, Jumat (25/3/2022) antrean calon penumpang cukup panjanng. Untuk penerbangan Surabaya-Jakarta misalnya, harga tiket relatif lebih mahal dibanding sebelum pandemi yaitu rata-rata dikisaran Rp 1 juta.
Menurut data, pada 14 Maret 2022 lalu kenaikan penumpang di Bandara Juanda mulai terjadi. Selama aturan tersebut ditiadakan, Juanda telah melayani 61.895 orang atau 15,9 persen. Kemudian, jumlah perjalan meningkat 1,1 persen atau sejumlah 470 penerbangan.Jumlah pengiriman kargo mencapai 578.049 kg atau meningkat 21,4 persen.
Untuk diketahui, para penumpang yang bisa melakukan perjalan tanpa surat antigen dan PCR adala mereka yang sudah menerima vaksin dosis lengkap.
Bagi wargayang baru menerima dosis 1 dan 2, atau tak bisa menerima vaksin karena alasan kesehatan tetap menyertakan hasil negatif antigen atau PCR.
Imbas Kenaikan Minyak Dunia
Sementara terkait potensi makin mahalnya harha tiket pesawat, dipengaruhi oleh harga avtur yang menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia.
Harga minyak dunia menjadi salah satu dampak langsung perang Rusia-Ukraina. Terbaru, harga minyak dunia melemah pada akhir perdagangan Selasa (22/3/2022) waktu AS. Namun, harga minyak mentah itu masih tergolong mahal mahal karena masih bercokol di level US$115 per barel.
Kenaikan harga minyak dunia tentu saja merembet ke harga avtur. Bahan bakar pesawat ini menjadi komoditas penting bagi maskapai, yang saat ini berjuang untuk bangkit selepas efek pandemi.
Harga avtur yang melambung membuat beban operasional maskapai makin berat. Satu-satunya solusi jangka pendek adalah dengan menaikkan tarif penerbangan untuk meredam risiko kerugian.
PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) telah menyiratkan kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar kembali mengevaluasi Tarif Batas Atas (TBA) maskapai. Namun, tentunya penyesuaian tarif ini juga tetap harus dipastikan tetap sesuai dengan kemampuan dan daya beli masyarakat.
Terkait sinyal yang dilemparkan oleh maskapai pelat merah tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih bergeming. Dirjen Perhubungan Udara Novie Riyanto mengatakan masih tetap memantau dan mengevaluasi kenaikan avtur terhadap beban pengoperasian pesawat udara.
Meski demikian, selain evaluasi terhadap Tarif Batas Atas (TBA) sebagai alternatif, Novie mengindikasikan dapat memberlakukan biaya tambahan berupa fuel surcharge.
“Kebijakan ini dapat diberlakukan apabila fluktuasi harga avtur terjadi dalam jangka waktu 3 bulan berturut turut yang mengakibatkan kenaikan biaya operasi pesawat di atas 10 persen,” ujarnya, dikutip Jumat (25/3/2022).
Kondisi berbeda berlaku untuk tarif penumpang pesawat kelas non ekonomi. Novie menegaskan Kemenhub tidak melakukan pengaturannya dan menyerahkannya kepada mekanisme pasar.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) Irfan Setiaputra pun memilih menunggu hasil akhir dari keputusan pemerintah tersebut. Irfan menyebut perseroan terus mengkaji berkala penaikan harga avtur saat ini terhadap beban operasi.
“Makanya kami selalu review dan tunggu kebijakan akhirnya dari pemerintah,” katanya.(*)
Reporter: Mira,bbc,ant / Editor: Widyawati