
JAKARTA (Lenteratoday) -Sero survei kerja sama Kementerian Kesehatan RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) di 21 kabupaten/kota Jawa Bali menemukan 99,2 persen warga Jawa Bali sudah memiliki antibodi Covid-19. Kekebalan itu diperoleh dari vaksinasi maupun infeksi alamiah.
Para peneliti menganalisis 2.100 sampel, setiap provinsi diambil 100 sampel. Provinsi yang diteliti antibodinya berkaitan dengan daerah yang paling banyak menjadi asal dan tujuan mudik Lebaran yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Muhammad N Farid salah satu peneliti dari FKM UI mengungkap hampir semua kelompok umur sudah memiliki antibodi Covid-19. Namun, peningkatan antibodi dibandingkan sero survei periode Desember 2021, paling terlihat pada kelompok anak usia 11 tahun ke bawah."Jadi kalau di bulan Desember masih 76,5 persen, Maret 2022 meningkat sekitar 21,8 persen menjadi 98,3 persen," jelas dia dalam konferensi pers Kemenkes RI Rabu (20/4).
"Hal yang sama juga terjadi pada kelompok umur 60 tahun ke atas meskipun peningkatannya tidak setinggi kelompok umur 1-11 tahun, tetapi dibandingkan kelompok umur yang lain kelihatan peningkatan yang cukup tinggi," sebutnya.
Peningkatan antibodi Covid-19 pada kelompok lansia 60 tahun ke atas diyakini berasal dari cakupan vaksinasi booster yang sudah semakin meningkat. Sementara berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan signifikan peningkatan antibodi di antara keduanya, per Maret 2022 laki-laki 99,1 persen dan perempuan 99,3 persen.
"Berdasarkan jenis kelamin sudah tinggi dua-duanya dengan kenaikan relatif sama. Tidak ada perbedaan kenaikan, angka prevalensi meningkat 6 sampai 7 persen," sebutnya.
Namun, Farid tak bisa memungkiri kasus Covid-19 bisa saja kembali meningkat. Hal ini berkaca pada apa yang terjadi di sekitar Februari hingga Maret 2022, khususnya DKI Jakarta. Provinsi tersebut kembali melaporkan lonjakan kasus saat banyak warga memiliki antibodi Covid-19.
"Intinya adalah peningkatan antibodi tidak serta merta menurunkan terjadinya infeksi. Infeksi pasti masih akan terjadi, di DKI pada bulan Maret lalu misalnya (terjadi peningkatan). Meskipun Desember antibodinya meningkat, tetapi kasusnya akhirnya juga meningkat juga," ungkapnya.
Farid menekankan belum ada penelitian terkait berapa banyak antibodi yang bisa mencegah terjadinya infeksi Covid-19."Dari bukti empiris baik yang memiliki kadar antibodi tinggi atuapun rendah tetap terjadi infeksi kembali," sambung dia.
Meski begitu, satu hal yang diyakini Farid, antibodi yang timbul pasca vaksinasi maupun infeksi alamiah bisa menekan risiko rawat inap hingga kematian. Jika dibandingkan dengan periode gelombang Covid-19 kedua di Indonesia saat dihadang varian Delta, kasus kematian COVID-10 dan rawat inap di RS kini jauh lebih rendah.
"Meskipun infeksi tidak bisa dicegah 100 persen, tetapi data menunjukkan dengan adanya antibodi ini, vaksinasi maupun terinfeksi yang kita dapatkan menunjukkan perbedaan angka hospitalisasi dan kematian periode Delta dan periode Omicron."Jauh lebih rendah pada periode Omicron," pungkas dia.
Terpisah, pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia mengimbau masyarakat untuk tidak euforia dengan hasil sero survei tersebut. Pasalnya, imunitas atau antibodi dari infeksi maupun vaksinasi diperkirakan bertahan empat sampai lima bulan.
"Namun harus diingat bahwa dari sero survei ini kan namanya juga sampling, walaupun kita tidak meragukan validitas dan sebagainya, tapi bagaimanapun kan itu tidak mesti mencerminkan kondisi yang artinya mewakili orang-orang yang rawan," kata Dicky.
Mereka yang masuk kategori rawan yakni warga yang belum divaksinasi Covid-19 maupun terinfeksi. Dicky juga menyebut mereka yang mengalami penurunan antibodi pasca vaksinasi juga masuk kategori rawan.
Artinya, cakupan vaksinasi Covid-19 booster perlu ditingkatkan seiring dengan temuan turunan atau subvarian Omicron. Diberitakan sebelumnya, Indonesia melaporkan ada 31 subvarian Omicron, didominasi BA.2 dan BA.3.
Sementara cakupan vaksinasi booster per Rabu (20/4) menurut laporan Kemenkes RI baru mencapai 15,34 persen atau 31.954.827 orang yang menerima booster."Jangan euforia karena bagaimanapun Omicron plus subvarian-nya rekombinan varian yang ada ini bisa bersirkulasi pada orang-orang yang memiliki antibodi apalagi kalau belum mendapat booster," pesan dia.
"Jangan sampai mengendurkan upaya semangat untuk mendapatkan booster karena penting booster itu dan kita dalam pandangan saya, kita harus mendasarkan fondasi respons kita berbasis antibodi yang dibangun dari vaksinasi," pungkasnya.
Untuk diketahui, kasus konfirmasi harian Covid-19 kembali mengalami penurunan. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan kasus konfirmasi bertambah 741, Rabu (20/4). Dengan demikian total kasus konfirmasi mencapai 6.042.010.Tambahan 741 kasus konfirmasi hari ini lebih rendah dibandingkan kemarin yang tercatat 837.
Sementara itu kasus sembuh bertambah 4.635 menjadi 5.840.945.Sedangkan kasus meninggal bertambah 37 Dengan begitu sudah ada 155.974 orang yang meninggal akibat Covid-19 di Indonesia.Secara akumulatif kasus aktif turun 3.931 menjadi 45.091.
Cerita Kelaparan di Shanghai
Sebagai langkah antisipasi, Indonesia bisa berkaca pada Cina. Cina yang menerapkan sistem "nol Covid-19" melakukan penguncian ketat ke wilayah yang terinfeksi Covid-19.Ini pun terjadi di kota Shanghai. Namun, lockdown yang terlalu lama dilaporkan membuat warga kelaparan karena tidak adanya stok makanan serta minuman.
Dengan pengakuan pihak berwenang, fenomena kekurangan pangan di Shanghai ini, sebagian besar merupakan karena kurangnya perencanaan dan koordinasi. Meskipun ada janji resmi dari pemerintah, bantuan pemerintah tidak dapat diandalkan di banyak bagian kota.
Para lansia pun menjadi korbannya. Sebab bantuan pemerintah nyatanya tidak sampai ke kompleks apartemen yang dipenuhi pensiunan.
Kepala Biro Beijing untuk CNN International, Steven Jiang, misalnya. Ia mengatakan ayahnya adalah salah satu 'korban' lockdown.Ia bercerita bagaimana sang ayah yang berusia 73 tahun mengirim pesan tentang persediaan makanannya yang menyusut akhir pekan lalu. "Akan habis dalam beberapa hari jika tidak ada pemberian pemerintah segera," kata ayahnya dalam pesan pendek.
Jiang mengatakan, berbelanja makanan secara daring (online) pun jadi sangat sulit. Aplikasi retail tak aktif setiap malam dan baru dapat kembali online beberapa jam kemudian dengan pesan "tidak ada lagi slot pengiriman untuk hari ini".
Ia akhirnya terpaksa merogoh 398 yuan atau setara Rp892 ribu (asumsi Rp2.240/yuan) hanya untuk lima kilogram sayuran dan 60 butir telur yang dibeli di pasar retail online mewah, yang dapat dikirim same-day.
"Tidak sedikit keluarga saya yang terkejut dengan harga pangan yang mahal. Saya jadi berpikir, bagaimana dengan penduduk yang tak terhitung jumlahnya yang tidak mampu membeli bahan makanan dengan harga murah?" kata Jiang.
Setelah berulang kali menyangkal kota itu akan dikunci, pihak berwenang Shanghai tiba-tiba mengubah arah pada akhir Maret dan menutup seluruh kota metropolitan pada awal April. Pemerintah awalnya menyebutnya lockdown berkala, di mana sisi kota dibagi dua masa penguncian.
Namun, dengan puluhan ribu infeksi baru dilaporkan setiap hari, pemerintah terus memperpanjang lockdown. Bahkan memerintahkan komunitas perumahan dengan satu kasus positif baru untuk disegel selama 14 hari tambahan.
Pelonggaran dikatakan akan dilakukan pekan ini. Namun akhir pekan lalu, lockdown yang tak berkesudahan menimbulkan kemarahan terhadap kebijakan pemerintah yang terobsesi pada misi 'nol-Covid'.Cina sendiri kini tercatat memiliki total 191.112 kasus infeksi, bertambah 2.761 kasus, dan 4.655 kematian, bertambah 7 kasus per Rabu (20/4), menurut data Worldometers
Sumber: Koran Lenteratoday|Editor: Arifin BH