
Jakarta - Bank Indonesia bersama pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencegah dampak terburuk akibat wabah COVID-19, baik di sektor kesehatan hingga perekonomian, salah satunya melalui kebijakan stimulus fiskal.
“Kami terus berupaya agar pertumbuhan ekonomi tidak jatuh di bawah 2,3 persen dengan langkah stimulus fiskal dan nanti berkaitan dengan fungsi bank sentral, OJK dan LPS,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis (02/04)
Sebelumnya, lanjut dia, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19 Maret 2020, skenario moderat dari COVID-19 ini yakni untuk pertumbuhan ekonomi RI diproyeksi sebesar 4,2 persen. Sedangkan terkait situasi pandemik global virus Corona ini, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi RI minimal atau di atas 2,3 persen dengan sokongan kebijakan stimulus fiskal yang diberikan pemerintah.
Begitu juga dengan nilai tukar rupiah, kata dia, jika seandainya tidak melakukan langkah bersama, skenario berat mencapai Rp17 ribu per dolar AS atau bahkan Rp20 ribu per dolar AS dalam skenario sangat berat.
“Itu adalah what if scenario, jika tidak melakukan langkah bersama,” lanjut Perry. Nilai tukar itu juga bukan proyeksi, tambahnya.
Namun dengan upaya stabilisasi di sektor keuangan dan nilai tukar rupiah, ia meyakini rupiah akan bergerak stabil dan cenderung menguat hingga mengarah ke level Rp15 ribu per dolar AS di akhir tahun 2020.
Selain melakukan realokasi anggaran, pemerintah juga menambah anggaran untuk pembiayaan penanganan COVID-19 mulai aspek kesehatan, pemulihan ekonomi hingga jaminan sosial dengan memperlebar defisit fiskal mencapai 5,07 persen dari PDB.
Hingga kini. total anggaran untuk membiayai penanganan COVID-19 ini mencapai Rp405,1 triliun. (har/ins)