21 April 2025

Get In Touch

Singapura Krisis Ayam, RI Bisa Jadi Penyelamat?

Pedagang nasi ayam di Singapura. (foto:dok.reuters)
Pedagang nasi ayam di Singapura. (foto:dok.reuters)

JAKARTA (Lenteratoday) - Fenomena krisis ayam potong saat ini melanda Singapura. Kelangkaan bahkan telah memukul bisnis dan juga konsumsi masyarakat Negeri Singa.

Hal ini terjadi setelah Malaysia mulai 1 Juni 2022 lalu menyetop ekspor ayam 3,6 juta per bulan. Alasannya, karena negara itu ingin meningkatkan pasokan di dalam negeri. Untuk diketahui, Singapura sepertiga unggasnya diimpor dari Malaysia.

Melihat hal tersebut, Indonesia bisa menjadi pahlawan bagi Singapura untuk memenuhi kebutuhan pasokan ayam. Pasalnya, menurut Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) pasokan ayam di Indonesia melimpah.

Ketua PPRN, Alvino Antonio mengatakan oversupply ayam di Indonesia yang mencapai 30 juta ekor per minggunya. Artinya kalau sebulan ada 4 minggu, kurang lebih pasokan ayam Indonesia mencapai 120 juta ekor per bulannya.

"Potensi itu ada (untuk ekspor ke Singapura). Indonesia kan over supply sekitar per minggu itu sekitar 30 juta ekor ayam. Berarti tonase 45 juta kilo, kurang lebih sekitar 45.000 ton seminggu. Kalau sebulan itu sekitar hampir 180.000 ton. Berarti kan ini masih bisa diekspor," ungkapnya  dikutip Sabtu (4/6/2022).

Tetapi, kendala yang dialami Indonesia selama ini tidak bisa ekspor ayam karena persoalan harga yang lebih tinggi dari Malaysia. Misalnya saja soal harga pokok produksi (HPP) ternak di Malaysia lebih rendah dari Indonesia.HPP di Malaysia sekitar Rp 14.000-15.000 per kilogram (kg), sementara Indonesia HPP-nya Rp 16.000-17.000/kg.

"Kalau kualitas dan jumlahnya itu bisa (ekspor) namun dari segi harga karena harga kita itu tinggi. Contohnya jagung (pakan ternak) kita masih tinggi. Dari dulu kita nggak bisa masuk (ekspor) karena alasannya harga," ungkapnya.

Alvino menyebutkan, potensi ekspor ini bisa dilakukan terutama bagi penanam modal asing (PMA) yang selama ini menjadi pesaing peternak rakyat mandiri di dalam negeri."PMA itu daripada bersaing di dalam negeri dengan peternak rakyat mandiri lebih baik ekspor bersaing dengan Malaysia. Mereka bisa bersaing dengan kita dengan HPP Rp 9.000, seharusnya bisa bersaing dengan Malaysia, daripada merusak pasar dalam negeri, masuk ke pasar becek," jelasnya.

Sementara peternak rakyat mandiri, menurut Alvino bisa melakukan ekspor jika pemerintah memfasilitasi modal kerja untuk pembiayaan kepada peternak dalam negeri."Peternak rakyat mandiri bisa ekspor asal ada campur tangan pemerintah dalam hal pendanaan. Pastikan Singapura nggak mungkin bayar cepat, ada tempo. Pemerintah harus memfasilitasi LC atau modal kerja itu," terangnya.

Berawal dari Krisis di Malaysia

Mengutip Channel News Asia (CNA), Malaysia sendiri pun dilanda krisis ayam potong. Ini membuat Perdana Menteri (PM) Ismail Sabri Yaakob, mengeluarkan larangan ekspor ayam di akhir Mei, untuk mengendalikan kebutuhan akan daging unggas itu di dalam negeri.

Produksi Malaysia mengalami penurunan karena beberapa faktor yakni meningkatnya biaya produksi ayam, infeksi penyakit, dan kondisi cuaca. Penurunan ini pun mendorong harga ayam.

Selain itu, Kuala Lumpur saat ini juga sedang menyelidiki terkait dugaan kartel ayam. Mereka juga mencium bahwa ada dugaan bahwa kartel itu telah mengatur harga dan produksi."Pengumuman mendadak oleh Malaysia kemungkinan akan berdampak buruk pada harga ayam dan produk terkait di Singapura," kata Presiden Asosiasi Konsumen Singapura (CASE) Melvin Yong.

"Larangan itu berarti kami tidak bisa lagi menjual. Ini seperti McDonald's tanpa burger," kata Daniel Tan, pemilik chain restoran bernama OK Chicken Rice, mengatakan kepada Reuters.

Sementara itu, Badan Pangan Singapura (SFA) mengatakan stok ayam beku masih akan cukup aman di pasaran. Meski begitu, pihaknya juga saat ini melakukan langkah-langkah cadangan, termasuk mencari negara lain yang mampu menjadi pemasok ayam.

"Misalnya, mereka akan mengaktifkan rantai pasokan mereka untuk meningkatkan impor ayam dingin dari sumber alternatif, meningkatkan impor ayam beku dari pemasok non-Malaysia yang ada, atau menarik dari stok unggas mereka," sebut lembaga itu.

Berdasarkan data Departemen Layanan Kedokteran Hewan Kementerian Pertanian dan Industri Makanan, Malaysia mengekspor lebih dari 49 juta ayam hidup pada tahun 2020. Ada pula 42,3 ton daging ayam dan bebek.

Pemerintah Malaysia telah menetapkan harga pagu eceran RM 8,90 per kilogram. Di mana ada subsidi kepada peternak unggas sebesar 60 sen per kg dari 5 Februari hingga 4 Juni.(*)

Reporter:surya,ant,CAN | Editor: Widya

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.