Wayang Potehi Jombang Tampilkan Lagu Yalal Wathon di Sidang UNESCO

JOMBANG (Lenteratoday) – Kesenian wayang potehi dari Kelenteng Hong San Kiong Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang memukau penonton saat tampil pada Sidang Umum Intangible Cultural Heritage (warisan budaya Tak benda) United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Paris, Prancis.

Dalam kesempatan itu, kesenian asli Tiongkok ini menyuguhkan lagu Syubbanul Wathon, ciptaan KH Wahab Chasbullah, pendiri NU (Nahdlatul Ulama) asal Jombang.

Selain itu, dalam pertunjukan tersebut, rombongan menampilkan cerita perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Di antaranya cerita berjudul Geger Pecinan. Tidak hanya itu, mereka juga menampilkan lagu-lagu daerah, misalnya, Rek Ayo Rek.

Tentu saja, penampilan tersebut mendapatkan sambutan hangat dari segenap hadirin, aplaus dari penonton berkali-kali pecah. Semua semakin semarak dengan aneka tetabuhan yang dipakai, untuk mengiringi penampilan rombongan dari Kelenteng Gudo tersebut.

Wayang potehi merupakan kesenian tradisional asal Tionghoa, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Bangsa Indonesia. Perpaduan unsur budaya asal daratan China dengan budaya lokal, memberi warna tersendiri bagi etnis Tionghoa di Nusantara termasuk yang ada di Kota Santri-julukan Kabupaten Jombang.

Wayang potehi merupakan seni pertunjukan boneka tradisional asal Cina Selatan, Potehi berasal dari akar kata pou (kain), te (kantong), dan hi (wayang). Secara harfiah, bermakna wayang yang berbentuk kantong dari kain.

Wayang ini dimainkan menggunakan lima jari, dimana tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang. Kesenian tradisional dari Tionghoa ini telah berkembang selama kurang lebih 3.000 tahun lalu telah ada sejak Dinasti Jin (265-420 M).

Untuk mementaskan wayang potehi membutuhkan 5 pemain, rinciannya 2 pemain berperan sebagai dalang dan 3 pemain sebagai pengiring musiknya. Wayang yang dimainkan berbeda-beda tergantung ceritanya, untuk alatnya ada tambur, musik gesek, simbal, dan lain-lain.

Pemilik museum Potehi Gudo, Toni Harsono mengatakan penampilan di UNESCO merupakan rangkaian Tour de Europe Potehi yang berlangsung dari 31 Mei – 12 Juni 2024. Sebelumnya, rombongan kesenian ini mengunjungi dan tampil di Universita Degu Napoli Italia.

Setelah itu, rombongan bergerak menuju Paris untuk mengikuti Sidang Umum Intangible Cultural Heritage (warisan budaya Takbenda) UNESCO. Selama sidang berlangsung, rombongan secara khusus diminta panitia untuk menampilkan pertunjukan Potehi, yakni pada 11 Juni 2024.

Baca Juga :  Mendag Tunjuk Jatim Jadi Tuan Rumah Harkonas 2020

“Dalam pertunjukan tersebut, kami menampilkan cerita perjuangan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda, yaitu cerita Geger Pecinan. Tidak hanya itu, kami juga menampilkan lagu-lagu daerah, misalnya, Rek Ayo Rek, dan mars Yalal Wathon,” kata Toni Harsono saat tasyakuran usai lawatan ke Eropa, di Kelenteng Hong San Kiang, Gudo, Selasa(9/7/2024).

Lagu Syubbanul Wathon atau populer dengan sebutan Yalal Wathon adalah karya salah satu pendiri NU, yakni KH Abdul Wahab Hasbullah (Mbah Wahab).

Lagu yang diciptakan pada 1914 ini, sering dilantunkan hingga sekarang menjadi semacam lagu wajib bagi NU dan badan otonom (banom)-nya karena kerap dinyanyikan di berbagai kegiatan yang digelar NU.

“Banyak yang suka lagu tersebut, lagunya penuh semangat. Apalagi yang menciptakan adalah pendiri NU dari Jombang. Ini sangat membanggakan,” kata Toni menceritakan perjalannya keliling Eropa mengenalkan Wayang Potehi.

Toni sangat bangga bisa mementaskan Potehi keliling Eropa, meski untuk berangkat ke benua tersebut sangat berat. Betapa tidak, dari Jombang mereka harus membawa peralatan sendiri melalui pesawat terbang.

Sudah begitu, pentas di Eropa juga menggunakan dana pribadi. Anggaran tersebut berasal dari sumbangan sejumlah pengusaha.

“Biaya hidup tinggi di Eropa, kita mendapat sumbangan dari sejumlah pengusaha. Dari pemerintah belum,” kata Toni.

Namun kecintaan Toni terhadap Wayang Potehi mengalahkan segalanya. Makanya, meski harus bersusah payah, namun rombongan ini sangat bangga bisa mengenalkan Potehi hingga Eropa. “Semua karena kami cinta Potehi,” ujarnya.

Putri KH Abdul Wahab Chasbullah atau Mbah Wahab Mundjidah Wahab mengapresiasi apa yang dilakukan oleh rombongan Wayang Potehi asal kelenteng Gudo tersebut.

“Saya sangat apresiasi wayang potehi Gudo ini, tidak hanya sekali memainkan Yalal Wathon, tapi berkali-kali,” kata Mundjidah.

Terkait lagu Yalal Wathon, Mundjidah mengungkapkan jika saat ini PBNU tengah berproses mengajukan lagu tersebut menjadi lagu nasional, usai di-hak patenkan.

“Saat ini PBNU telah mengupayakan akan menjadi lagu nasional, kalau paten sudah. Tinggal Yalal Wathon jadi lagu nasional, lagu ini bisa dinyanyikan siapapun boleh, pernah di gereja ada, natalan juga ada,” tutupnya.

Reporter: Sutono/Editor: Ais

Latest news

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini