Surabaya – Penguatan nilai kebangsaan terhadap kaum milenial saat ini menjadi tangan tersendiri. Sebab terjadi perbedaan generasi antara yang tua dengan yang milenial. Untuk itu, dibutuhkan desain penguatan nilai kebangsaan yang dekat dengan kaum milenial itu.
Hal itu disampaikan Prof Akh Muzakki, guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dalam Sinergitas Nasional yang diselenggarakan Komisi A DPRD Jatim, Sabtu (8/2/2020). Dia menandaskan bahwa nilai kebangsaan yang pada kaum milenial tidak turun. “Karena belum pernah naik, bagaimana turun,” katanya.
Dia menandaskan sejauh ini, kaum melenial belum menemukan penguatan nilai kebangsaan. Sebab mereka ada kencenderungan berbeda dengan generasi tua. “Tugas kita adalah mendesain pengembangan nilai kebangsaan yang baik untuk anak milenial dengan cara mereka,” tegasnya.
Prof Muzakki mencontohkan, yaitu dengan caranya yang dekat dengan kaum melenial, materinya juga dekat, dan bagaimana materi bisa ditransmisikan dengan cara mereka. “Selama materinya dan cara menyampaianya, strategi transmisimanya itu tidak tepat dengan mereka, maka itu menadi awal lemahnya penamaman nilai kebangsaan. Contohnya, anak anak itu tidak terlalu suka indogtrinasi, sementara ideologi itu harus didogtrinkan,” katanya.
Untuk itu, upaya indogtrinasi yang bisa dilakukan adalah dengan factual dan berbasis fakta, kemudian yang kedua adalah dengan sesuatu yang dekat dengan mereka, karena kalau jauh maka bukan menjadi kebutuhan mereka dan mereka menjadi tidak tertarik. “Anak anak sekarang tidak baca koran, mereka melaui youtube, dan juga tidak membaca buku, karena lebih tertarik dengan baca buku online.
Untuk penerapannya, lanjut Prof Musakki, bisa dilakukan semua kalangan, mulai dari orang tua hingga anak muda. Tinggal pembekalan strategi untuk dekat dengan anak anak. “Ini prinsip pendidkan jangan sampai mengajarkan sesuatu seakan akan itu kepentingan orang tua,” katanya.
Sementara itu, Imam Maksudi, Taprof Bidang Geopolitik dan Strategi Lemhanas RI menjelaskan bahwa Pancasila mengandung lima nilai kebangsaan. Lima nilai itu yaitu nilai religious, nilai kekeluargaan, nilai keselarasan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. Nilai tersebut perupakan keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Nilai tersebut menjadi wahana untuk menselaraskan dan memadukan segala bentuk perbedaan yang ada.
“Tadi adalah lima nilai kebangsaan pada pancasila. Sekarang ini ada tantangan yang harus dihadapi, tantangan itu yaitu radikalisme, dan terorisme. Kemudian ada juga tantangan lain yaitu egoism yang masih menggejala dibanyak aspek kehidupan bangsa. Kemudian disiplin nasional yang relatih rendah dan komitmen kebangsaan yang masih kurang mendapat kepedulian,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, I Putu Sastra Wingarta memberikan pandangan tentang hakikat ancaman yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dimana disintegrasi adalah ancaman untuk kepentingan strategis pertahanan Indonesia. (ufi)