MALANG (Lenteratoday) – Era BANI (Brittle, Anxious, Non-linear, Incomprehensible) yang ditandai oleh ketidakpastian dan kompleksitas akibat globalisasi serta revolusi industri 4.0, menuntut model pemerintahan baru yang lebih adaptif.
Hal ini menjadi perhatian utama Prof. Dr. M.R. Khairul Muluk, S.Sos., M.Si, yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Brawijaya (UB) pada Kamis (28/11/2024) mendatang. Dalam pernyataannya, Prof. Muluk memaparkan gagasan model Desentralisasi Dinamis, sebagai solusi sistemik bagi tantangan pemerintahan lokal di era ini.
“Sekarang ini, kita sedang menghadapi situasi resentralisasi senyap. Karena undang-undangnya tidak berubah, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, itu tetap. Tetapi, kewenangan daerah ditarik ke pusat tidak dengan menggunakan UU itu, tetapi dengan menggunakan UU yang lain yaitu misalnya UU Cipta Kerja,” ujar Prof. Muluk, Selasa (26/11/2024).
Ia menambahkan, resentralisasi senyap ini sejatinya telah mengurangi keleluasaan daerah dalam mengatur kebijakan, meski secara teknokratis dianggap baik.
Kendati demikian, Prof. Muluk menekankan, Indonesia sebagai negara kesatuan tidak dapat sepenuhnya berpindah dari sentralisasi ke desentralisasi ataupun sebaliknya. “Keduanya harus seimbang, tergantung situasi. Misalnya, saat pandemi, sentralisasi diperlukan, tetapi setelah itu, desentralisasi harus dikembalikan,” jelasnya.
Oleh karena itu, dalam orasi ilmiah berjudul Model Desentralisasi Dinamis: Solusi Sistemik Tantangan Pemerintahan Lokal di Era BANI, Prof. Muluk menawarkan model yang menjaga keseimbangan antara efektivitas pemerintahan pusat dan kemandirian pemerintahan daerah.
Menurutnya, model ini berbeda dari pendekatan sebelumnya, seperti Sentralisasi Dominan, Desentralisasi Radikal, maupun Resentralisasi Senyap, yang dinilai tidak cukup adaptif menghadapi dinamika era BANI.
Desentralisasi Dinamis, menurut Prof. Muluk, bertujuan menciptakan pemerintahan pusat yang kuat namun tetap mendukung daerah yang kokoh. “Hal ini penting untuk memastikan pemerintahan daerah siap menghadapi situasi darurat, seperti krisis moneter 1998, di mana pemerintahan pusat mendadak lumpuh,” serunya.
Lebih lanjut, untuk mencapai Desentralisasi Dinamis, Prof. Muluk menekankan pentingnya pengawasan promotif dari pemerintah pusat. Bukan pengawasan preventif atau bersifat hukuman, sambungnya, melainkan yang pengawasan yang dapat memberdayakan daerah dan meningkatkan kepercayaan antara pusat dan daerah.
“Selain itu, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan kapasitas yang lebih baik dalam menyelenggarakan kewenangan yang diberikan dari pusat,” tukasnya.
Sebagai informasi, selain Prof. Muluk, pengukuhan pada Kamis mendatang juga akan mengesahkan tiga guru besar lintas Ilmu, yakni Prof. Dr. rer. nat. Abdurrouf, S.Si, M.Si dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), serta dua profesor dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), yaitu Prof. Andi Kurniawan, S.Pi, M.Eng, D.Sc dan Prof. Dr. Eng. Abu Bakar Sambah, S.Pi, M.T.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH