
SURABAYA (Lenteratoday) - Pembahasan P-APBD Jatim tahun 2022 terus berlanjut di DPRD Jatim. Setelah sebelumnya Gubernur menyampaikan Nota Keuangan Gubernur pada 29 Agustus lalu, kali ini fraksi-fraksi menyampaikan pandangan umum mereka dalam rapat paripurna, Jumat (2/9/2022).
Dalam paripurna tersebut, fraksi-fraksi menyoroti dan mempertanyakan serta meminta penjelasan Gubernur terkait berbagai perubahan anggaran. Juru bicara fraksi PAN, Amar Saifudin, mempertanyakan perubahan anggaran para Jatim Agro yang naik sekitar Rp 10 miliar menjadi Rp 252,84 miliar lebih. Akan tetapi, anggaran Dinas Peternakan malah turun sekitar Rp 4 miliar dari sebelumnya Rp 100 miliar menjadi Rp 96 miliar.
“Maka, dalam konteks prioritas pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan penyakit hewan menular yang saat ini dihadapi, mengapa kebijakan anggaran mengalami penurunan,” kata Amar.
Selain itu, fraksi PAN juga menyoroti perubahan anggaran untuk koperasi, usaha kecil dan menengah yang juga mengalami penurunan dari sebelumnya Rp 98,46 miliar menjadi Rp 93,47 miliar. Ironisnya, anggaran tersebut malah memprioritaskan pada rehab gallery UMKM.
“Pertama, apa alasan penurunan anggaran pada urusan UMKM ini, dan kedua apakah masih relevan untuk rehab gallery UMKM ? pertanyaan ini perlu disampaikan karena gallery ruang pengenalan/pemasaran produk sudah jauh bergeser ke model digital dengan berbagai platform dan berbagai strategi berbasis digital. Ini yang harus kita bangun,” kata Amar.
Sementara itu, Juru bicara Fraksi Golkar, Adam Rusydi, mempertanyakan proyeksi penggunaan alokasi belanja tidak terduga (BTT) sebanyak Rp 882,1 miliar. Ia menambahkan kebijakan makro apa yang ditempuh dalam upaya pemulihan ekonomi, serta mengangkat daya beli rakyat.
“Bagaimana upaya validasi data dan alokasi APBD Jatim akan khusus mendanai program bantuan anti kemiskinan,” katany.
Adam juga menanyakan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 42,882 miliar, untuk membayar hutang RS Soedono dan hutang ke PT SMI untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat Covid-19. “Bagaimana kewajiban membayar hutang yang sudah digunakan atas penjabaran APBD pada awal tahun 2022 sebagaimana rancangan pada PPAS,” katanya.
Sedangkan, juru bicara Fraksi Gerindra, Hidayat menyoroti Belanja Bagi Hasil. Menurutnya sesuai perangkaan dalam Perubahan APBD kali ini bahwa Belanja Transfer untuk Belanja Bagi Hasil kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dianggarkan menjadi Rp 6,938 triliun lebih atau naik sebesar 2,392 triliun lebih dari anggaran Murni senilai Rp 4,546 triliun lebih.
“Terkait Belanja Bagi Hasil ini Fraksi Partai Gerindra perlu mendapatkan penjelasan, pertama, tentang konstruk dan rincian Belanja Bagi Hasil yang dianggarkan pada APBD Murni tahun 2022 sebesar Rp 4,546 triliun lebih dan pada Perubahan APBD yang sebesar Rp 6,938 triliun lebih. Sementara dalam RKPD Tahun 2022 Belanja Bagi Hasil ditargetkan sebesar Rp 5,767 miliar lebih,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Hidayat, dalam Perubahan APBD tahun 2022 dialokasikan tambahan Belanja Bagi Hasil senilai Rp 2,392 triliun. Apabila dibandingkan dengan anggaran murninya yang senilai Rp 4,546 miliar lebih maka Belanja ini mengalami kenaikan 52 persen lebih.
“Ini tidak sebanding dengan kenaikan potensi Pajak Daerah yang hanya naik sebesar Rp 750 miliar. Pemanfaatan tambahan yang lebih besar untuk membayar hutang / kurang bayar Bagi Hasil kepada kabupaten/kota menjadi keprihatinan Fraksi Gerindra, mengingat dalam beberapa tahun terakhir selalu terdapat Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA) sekitar Rp 4 triliun,” katanya.
Sedangkan, lanjut Hidayat, pada sisi lain masih terdapat kurang bayar bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota yang cukup besar. “Lagi-lagi soal perencanaan anggaran menjadi pertanyaan Fraksi Gerindra dan perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” tegasnya.
Hidayat menambahkan Fraksi Gerindra juga meminta penjelasan terkait dengan dialokasikannya anggaran kurang bayar pada Perubahan APBD tahun 2022 sebesar Rp 2,3 triliun lebih tersebut masih ada tanggungan Bagi Hasil Pajak yang belum dipenuhi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada kabupaten/kota. “Kalau ada, seberapa besar nilainya dan seperti apa perencanaannya ? mohon penjelasan,” pungkasnya. (*)
Reporter : Lutfi | Editor : Lutfiyu Handi