
SURABAYA (Lenteratoday) - Komisi B DPRD Kota Surabaya adakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan (PD RPH) dan pihak badan eksekutif pemerintah kota seperti Dinas Koperasi Kecil dan Menengah dan Perdagangan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama, Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam, serta Dirut PD. Rumah Pemotongan Hewan, Fajar Arifianto Isnugroho.
Rapat yang membahas tentang perpindahan RPH dari Kedurus menuju RPH Pegirian ini menemui titik terang bahwa sudah saatnya Pemerintah Kota Surabaya memiliki peraturan daerah (perda) terbaru. Hal itu untuk memberikan ruang kepada RPH agar berkembang menjadi lebih baik dan menghasilkan deviden sebagai salah satu sumber penghasilan asli daerah (PAD).
Menurut anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Anas Karno, Komisi B setuju dengan usulan RPH asalkan laporan kemajuannya jelas dan berkembang menjadi lebih baik. "Karena ini yang digunakan adalah perda dan perwali lama semua, maka perlu ada perbaikan. Sehingga tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku," ujar Anas.

Anas mengungkapkan salah satu contohnya adalah tentang tarif penyembelihan per sekor sapi itu cuma Rp 50.000 jauh sekali dari perkembangan harga saat ni. "Harga pemotongan hewan yang masih 50.000 per potong, ini tidak mendapatkan suatu profit, malah akan terjadi kerugian. Harus ada survey dulu, standart yang bagus digunakan berapa." ucap Anas menjelaskan.
Ia juga mengungkapkan bahwa perda inisiatif sudah sudah dalam proses ke bagian hukum, Komisi B juga berharap agar perda ini segera terealisasi dan memberi kemanfaatan. "Pada prinsipnya Komisi B telah menunggu perda Inisiatif khusus untuk RPH ini, sampai sekarang ini fornt yang terakhir ada di bagian hukum, harapanya sehingga perda khusus ini harus segera terealisasi." kata Anas saat diwawancarai awak media.
Oleh karenanya, jika perda baru sudah terwujud Anas berharap akan verjalan sebaik mungkin, karena RPH juga memiliki program bagus untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tetapi hak RPH diharapkan untuk tetap aturan yang harus diperbaiki dalam menjalankan programnya.
"Jika perda inisiatif sudah diberikan ke RPH, harapanya semoga segera terealisasi, supaya bisa berjalan dengan semaksimal mungkin. Karena RPH juga memiliki program yang bagus ke MBR, tetapi masalah tentang aturan dan hukumnya harus diperbaiki dulu." tukas Anas.
Di tempat yang sama, Direktur RPH Surabaya, Fajar Arifianto Isnugroho menjelaskan bahwa Komisi B DPRD Kota Surabaya memberikan perhatian lebih kepada RPH, khususnya pada pengembangan RPH ke depan.
"Sebab saat ini RPH sendiri masih terkunci dengan aturan-aturan lama yang sudah tidak relevan dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini," kata Fajar.
Dia menjelaskan bahwa kalau perda inisiatif nanti sudah diberlakukan, maka RPH tidak hanya melakukan pemotongan hewan saja. Namun lebih berkembang menjadi niaga bisnis. Baik pada pengembangan olahan daging, maupun sisi bisnis lainnya.
"Kita sedang mengajukan penyertaan modal ke pemerintah kota dan DPRD Kota Surabaya. Intinya kita akan melakukan beberapa pengembangan, salah satunya untuk Rumah Pemotongan Unggas (RPU) dan perbaikan sanitasi dan ipal. Ketiga adalah untuk pengadaan perangkat-perangkat baru, dimana perangkat yang lama sudah usang," ulas Fajar. (Adv)
Reporter : Miranti Nadya | Editor : Endang Pergiwati