Petani Karangploso Kabupaten Malang Keluhkan Pembatasan Pupuk Subsidi dan Mahalnya Pupuk Non Subsidi

MALANG (Lenteratoday) -Dilema petani di kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, keluhkan dibatasinya pembelian pupuk subsidi, sementara harga pupuk non subsidi dirasa sangat mahal.
Hal tersebut disampaikan oleh beberapa orang buruh tani di wilayah Kabupaten Malang yang merasa terbebani terkait dengan pembatasan pupuk subsidi, Sabtu (17/9/2022).
Arif, salah satu petani di desa Kepuharjo, kecamatan Karangploso, kabupaten Malang, yang sedang melakukan penanaman padi mengaku kesusahan dengan sistem persyaratan yang harus dilakukan sewaktu membeli pupuk subsidi. Banyaknya syarat tersebutlah yang kemungkinan mengakibatkan petani mulai kehilangan jatah pupuk subsidi.
"Sistemnya agak ribet kalau sekarang. Makanya kalau petani disuruh ngisi data gitu kan gak bisa, yang ngerti cuma sedikit. Pupuknya itu disesuaikan sama pipil pajaknya, jadi ada batasan. Jatah puouk subsidi sekarang kebanyakan kurangnya. Ngakalinya mungkin sebagian ada yang pakai pupuk organik, seperti kompos, kompos plus," jelas Arif.
Arif mengatakan bahwa dengan membeli pupuk non subsidi, biaya operasional yang dikeluarkan sangat besar, sehingga terkadang merasa tidak terlalu untung, namun pihaknya hanya bisa pasrah terhadap pemberlakuan pemerintah, asalkan ketersediaan pupuk selalu ada.
"Kalau harga subsidi dari distributor 112.500 untuk urea, phonska 115ribu. Dari segi biaya operasional sangat mempengaruhi, kan selisihnya 2 kali. Kalau beli non subsidi bisa 2 kali lipat, urea saja bisa 450ribu. Sebenarnya kita pasrah, asal ketersediaan pupuk ini selalu ada. Hasil panen nanti mau tidak mau ya kadang untung kadang tidak," ungkap Arif.

Disisi lain, beberapa petani tebu di wilayah persawahan desa Langgat kecamatan Karangploso, yakni Yuni, dan Suci juga mengeluhkan ketersediaan pupuk subsidi dan mahalnya pupuk non subsidi, sehingga berdampak pada hasil panen tebu yang tidak merata.
"Pembelian pupuk subsidi ini kan dibatasi, jadi kalau sudah waktunya memupuk tapi barangnya tidak ada, jadinya tertunda. Ini yang jadi pengaruh, misal 2 atau 3 minggu setelah tanam itu harusnya dipupuk, tapi kalau pupuknya tidak ada jadi kita tunda, kita cari pupuk pengganti, ngaruh ke hasilnya kadang ada yang pendek ada yang panjang," kata Yuni, ditengah proses pemupukan tebu.
Suci, seorang petani lain menyebutkan perbandingan harga pupuk non subsidi dan subsidi yang hampir mencapai 40 persen per 50kg.
"Sekarang pakai pupuk non subsidi Zet A, dan Phonska. Kalau pupuk subsidi dari kelompok tani harganya 150 ribu per sak (50Kg) tapi kalau non subsidi hampir 250 ribu an per sak nya," imbuh Suci.
Sementara itu, Supangat, seorang petani cabai di Desa Kasin, kelurahan Ampeldento, kecamatan Karangploso mengaku tidak menggunakan pupuk subsidi seperti urea dan phonska, ia juga mengeluhkan harga pupuk yang mahal. Selanjutnya dikatakannya bahwa meskipun saat ini harga cabai sedang mahal, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada upahnya.

“Jujur, petani sekarang tidak seperti yang dilihat, kelihatannya kan panen besar, tapi nanti harga jualnya terus keuntungan yang didapat itu kecil. Pupuk mahal sekarang. Ini cabai harganya naik tapi juga tidak pengaruh ke buruh tani seperti saya,” ungkapnya.
Apabila Supangat mengaku upahnya tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga cabai di pasar. Ifa, seorang petani tomat di desa Ampeldento menyampaikan bahwa harga tomat yang saat ini murah sangat berpengaruh terhadap keuntungan dan pendapatannya.
"Ya pasti berpengaruh (ke pendapatan) kalau harga tomat murah nanti untungnya juga tidak menutupi biaya operasional, pupuk mahal. Satu kali panen kalau misal tomatnya bagus dapatnya bisa 3 kwintal. Jualnya di pasar kepanjen soalnya kalau pasar Karangploso harganya murah," tandasnya.
Harapan yang disampaikan oleh para petani di wilayah kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang tersebut hampir sama, yakni berpesan kepada pemerintah agar dapat mengembalikan harga dan ketersediaan pupuk seperti dulu sebelum diberlakukannya pembatasan subsidi.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH