21 April 2025

Get In Touch

Menjamurnya UMKM di Kampoeng Heritage Kayutangan: Terbatasnya Tempat Tak Batasi Kreativitas

Niko, perajin sablon di Kampung Heritage Kayutangan, sedang melakukan proses sablon di tempat produksinya berukuran 2 X 3 meter². (Foto-foto: Santi/Lentera)
Niko, perajin sablon di Kampung Heritage Kayutangan, sedang melakukan proses sablon di tempat produksinya berukuran 2 X 3 meter². (Foto-foto: Santi/Lentera)

MALANG (Lenteratoday) – Geliat kawasan Kampung Kayutangan Heritage Malang semakin menguat. Sebagai salah satu jujugan primadona masyarakat Malang Raya sendiri hingga wisatawan dari berbagai daerah, mendorong gairah para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tak hanya UMKM yang sudah eksis lama, kini dampak  baiknya adalah munculnya para entrepreneur-entrepreneur  baru dengan produk yang unik, khas dan tentunya kekinian.  

Bahkan, bangunan hunian yang terbilang sempit tidak membatasi kreativitas warga Kampoeng Heritage Kayutangan, Kota Malang untuk berinovasi menghasilkan suatu produk. Muhammad Taufik dan Niko, merupakan dua warga asli kampung bernuansa tempo dulu tersebut yang berkarya di rumah dengan lebar sekitar 2 meter dan panjang kurang lebih 3 sampai 4 meter aja. Lewat tangan-tangan kretifnya, berbagai produk bercitarasa tinggi siap menjadi oleh-oleh khas pengunjung.

“Saya mulai memuat kerajinan pertama dari bahan kayu sekitar satu tahun yang lalu tapi itu di Kediri. Kemudian saya pindah ke Malang, sudah 3 bulan ini saya menempati rumah nenek. Rumah ini lebarnya kurang dari 2 meter dan panjang sekitar 4 meter yang juga saya gunakan sebagai galeri dan tempat produksi,” ujar Muhammad Taufik, pengusaha kerajinan lampu ukir dari paralon dan kerajinan kriya kayu, ditemui di rumahnya, Selasa (11/10/2022).

Selama 3 bulan di Malang, Taufik mulai mencoba untuk membuat kerajinan lampu ukir dari paralon. Hal tersebut sudah ia pikirkan saat masih berada di Kediri. Kondisi lingkungan yang saling berdempet antara satu rumah dengan rumah lainnya, membuat Taufik memutuskan untuk memilih bahan paralon, agar tidak terlalu banyak debu seperti yang dihasilkan saat memproses kayu.

“Pas di Kediri saya sudah memikirkan mau buat apa lagi, selain kerajinan kayu. Akhirnya saya memilih usaha lampu ukir dari paralon ini. Hal yang paling utama dan pertama adalah karena saya ingin mengurangi polusi yang dihasilkan dari kayu saat proses produksi, misalnya seperti saat kayunya dipasrah, digergaji atau digrinda. Sungkan sama tetangga,” paparnya.

Selain karena lebih sedikit menghasilkan debu, kerajinan dari paralon dinilai Taufik lebih menantang dirinya untuk berinovasi. “Meskipun bahannya lebih mahal dari kayu, tapi alat yang digunakan selama proses produksi lampu ukir paralon ini tidak sebanyak kayu. Jadinya cuma sedikit, lebih efisien lah,” cetusnya.

Muhammad Taufik, pelaku UMKM di Kampung Heritage Kayutangan, menunjukkan produknya berupa Lampu Ukir dari bahan Paralon

Taufik pun mulai menjelaskan proses produksi pembuatan lampu ukir paralon miliknya. Dari mulai pemilihan jenis paralon, pemotongan sesuai dengan panjang yang sudah ditentukan yakni sekitar 20 cm dan 30 cm. Dilanjutkan dengan mencetak sktetsa gambar dan kemudian difotokopi sebelum ditempelkan pada media paralon.

“Kalau misal hasil print itu tidak nempel ketika ditempelkan pada media paralon ini. Terus saya coba untuk fotokopi dan akhirnya setelah diberi tiner, gambarnya bisa melekat ke paralon ini. Proses penempelan gambar ke paralon butuh 2 kali proses,” jelasnya.

Setelah gambar tercetak pada paralon, selanjutnya adalah mengukir dengan menggunakan mini grinder dan diperhalus menggunakan sikat kawat putih untuk kemudian diberi lampu-lampu berwarna dan baterai.Lampu ukir paralon yang dibuat oleh Taufik tersebut dijual mulai harga Rp 25.000 hingga Rp 150.000, tergantung dengan ukuran dan tingkat kesulitan ukiran paralon serta bahan tambahannya, seperti jumlah lampu dan baterai yang digunakan.

“Penjualannya kalau lampu ukir paralon ini agak susah, mungkin juga karena baru 3 bulan. Untuk sementara ini kebanyakan yang beli dari tetangga sekitar dan sudah laku 7 buah,” lanjut Taufik ketika disinggung terkait pemasaran lampu ukir paralon miliknya.

Lampu hias berbahan dasar paralon dengan ukiran kaligrafi.

Selain lampu ukir yang terbuat dari bahan paralon, Taufik juga membuat kerajinan lain yang memanfaatkan kayu yakni tempat rokok dan gantungan kunci. “Kalau tempat rokoknya ini mulai harga Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu dan bisa melayani custom untuk isi batangnya. Yang saya sediakan sementara ini dari ukuran kecil yakni kotak dengan daya tampung 8 batang rokok hingga yang besar itu bisa muat 20 batang rokok,” jelasnya.

Sedangkan untuk gantungan kunci dari kayu, Taufik mengatakan dirinya menjual dari harga paling rendah yakni Rp 5000 hingga Rp 15.000, tergantung ukiran dan besar ukuran.Selama satu tahun memproduksi kerajinan gantungan kunci dan tempat rokok dari kayu. Taufik mengaku telah menjual sebanyak kurang lebih 5000 buah gantungan kunci dan lebih dari 500 kotak rokok. Dengan pendapatan kotor setiap bulannya sebesar Rp 3.000.000.

Laki-laki kelahiran 1994 yang mengaku menempuh pendidikan hanya sampai jenjang SMP tersebut ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa dengan keterbatasan ekonomi yang dimilikinya, tidak memadamkan semangatnya untuk terus berinovasi dan berwirausaha menghasilkan suatu produk. “Saat ini pemasaran semua produk saya juga sudah melalui online yaitu market place dan offlinenya bisa COD. Saya juga memiliki akun media sosial taufik_handmade untuk yang ingin memesan melalui instagram,” tandasnya.

Cerita senada diungkapkan Niko, perajin sablon di Kampung Heritage Kayutangan. Dia mengaku baru saja merintis usahanya dalam waktu 2 minggu ini. Inisiasi Niko untuk membuka usaha sablon bermula saat dirinya optimistis bahwa Kampung Heritage akan menarik banyak pengunjung .“Saya baru 2 minggu merintis usaha sablon. Karena saya membaca peluang kalau heritage ini kedepannya banyak pengunjung, jadi saya berinisatif untuk membuat cideramata agar nanti para pengunjung dapat membeli untuk dijadikan souvenir atau oleh-oleh dari heritage,” ungkap Niko.

Bermodalkan uang Rp 1 juta dan pengalamannya bekerja di bidang sablon selama hampir 10 tahun, Niko pun memantapkan diri untuk menyewa satu petak rumah berukuran 2 kali 3 meter yang digunakan sebagai tempat produksi dan galerinya.“Modalnya pas-pasan, 1 juta itu buat beli alat ada midangan screen, rakel sablon, tinta, kaca, triplek. Sama beli bahan kainnya, ada yang jenis kain blacu dan katun,” tuturnya.

Berbeda dengan Taufik yang semua produksinya dikerjakan sendiri, Niko mengaku untuk proses penjahitan hingga menjadi sebuah tas, dirinya dibantu oleh sang istri.“Untuk tas bahan blacu saya menjual Rp 15 ribu per biji dan Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per biji untuk tas yang bahan katun. Itu juga tergantung pemakaian banyaknya warna dalam satu produk,” imbuhnya menjelaskan terkait dengan harga yang dipatok untuk masing-masing produknya.

Dikatakan oleh Niko, selama 2 minggu ini pihaknya telah meminta bantuan kepada toko Al-Abbas yang bertempat di Jl. Arjuna, Kota Malang untuk membantu terkait dengan pemasaran secara online.“Saya kan juga jadi juru parkir di toko Al Abbas itu, jadi saya minta bantuan ke yang punya, kebetulan saya kenal baik. Mereka biasa memasarkan produknya itu online, saya minta tolong ke yang punya supaya produk saya dipasarkan secara online juga,” sambung Niko.Sebelumnya, Niko juga mengatakan alasannya memilih membuka usaha sablon adalah karena tidak selamanya dirinya akan menjadi seorang juru parkir.

Keterbatasan alat dan bahan yang dimiliki oleh Niko membuatnya hanya bisa memproduksi 20 sablon tiap harinya. Dan telah ada 9 produk tas yang sudah dirampungkan selama 2 minggu usahanya dibuka. Meskipun dalam keterbatasan, Niko mengaku masih meluangkan waktunya untuk mengajari remaja sekitar terkait dengan proses sablon. “Saya juga menularkan ilmu saya aagar anak-anak dan orang sekitar sini untuk belajar tentang sablon. Supaya mereka ini ada pengalaman dan ilmu baru,” pungkasnya.(ADV)

hasil sablon sesuai permintaan konsumen.

Reporter: Santi Wahyu | Editor:Widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.