20 April 2025

Get In Touch

Simpang Siur Anggaran Pengadaan Lahan Parkir Senilai Rp. 26, 7 Miliar, Pemkot Malang Tunggu Putusan KPK

Bangunan warna hijau di Jl. Basuki Rahmat No. 50 yang akan dijadikan sebagai lahan parkir di Kawasan Kayutangan Heritage
Bangunan warna hijau di Jl. Basuki Rahmat No. 50 yang akan dijadikan sebagai lahan parkir di Kawasan Kayutangan Heritage

MALANG (Lenteratoday) -Di tengah kesimpang siuran anggaran pengadaan lahan parkir di kawasan Kayutangan Heritage, Pemkot Malang masih menunggu keputusan Korsupgah (Koordinator Supervisis Pencegahan) KPK. Dengan demikian, pengadaan lahan parkir di Jl. Basuki Rahmat No. 50 sampai saat ini masih dinyatakan status quo.

Kadishub Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, mengaku pihaknya sebagai Pengguna Anggaran (PA) telah melakukan penandatanganan akta jual beli pada 1 November 2022 dengan kesepakatan harga senilai Rp. 26,7 miliar.

Namun Widjaja menekankan bahwa tidak ada proses pembayaran dan hanya bersifat penandatanganan akta jual beli pada saat itu. Turut hadir dalam proses tersebut yakni Wali Kota Malang, konsultan appraisal, dan Korsupgah KPK, dan perangkat daerah lainnya.

“Pada prinsipnya, tanggal 2 (November) kami mendapat informasi dari media sosial dan dari berbagai masyarakat bahwa tanah tersebut pernah ditawarkan seharga Rp. 16 miliar. Soal kebenaran (harga pada iklan), saya tidak berani mengatakan benar atau tidaknya,” ujar Widjaja Saleh Putra, selaku Kadishub Kota Malang, pada awak media, Senin (7/11/2022).

Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang, Widjaja Saleh Putra

Klarifikasi tersebut muncul setelah adanya opini masyarakat yang menilai telah terjadi ketidakwajaran terkait anggaran yang dikeluarkan oleh Pemkot Malang. Sebab sebelumnya beradar kabar mengenai tanah yang dijual di iklan seharga 16 miliar, namun Pemkot Malang membeli dengan harga 26, 7 miliar.

“Sampai dengan hari ini, saya sebagai pengguna anggaran belum mencairkan satu sen pun. Karena informasi apapun harus saya perhatikan, semuanya bukan sebuah kebetulan. Ini memang harus kami klarifikasi tentang kebenaran dan kejelasan yang ada. Namun patokan kami adalah appraisal,” ungkapnya.

Namun, ketika disinggung apakah penandatanganan akta jual beli tersebut bersifat mengikat atau tidak. Widjaja mengaku bahwa semua tanda tangan bersifat mengikat tetapi tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak. Dalam hal ini yakni Dishub dengan pemilik tanah, Lisa Mandarina.

“Tanda tangan semuanya mengikat. Tetapi tergantung pada kedua belah pihak. Sama dengan kontrak, apakah mau dilakukan revisi atau batal. Intinya harus memenuhi unsur kesepakatan. Termasuk hal seperti ini juga menjadi perhatian, saya sebagai PA tidak mau gegabah mengambil keputusan,” tandasnya.

Terpisah, Satria Wicaksono dari KJPP Satria Setiawan dan rekan “SISCO” yang ditunjuk sebagai appraisal atau pihak independen penilai pengadaan tanah oleh Pemkot Malang, menjelaskan alasan mengapa pihak pembeli dan penjual menemukan kesepakatan harga Rp.26, 7 miliar dari harga iklan yang beredar, sehingga menjadi polemik publik.

“Jadi kalau misalnya kemarin didapati berita yang menyatakan di tahun 2016atau 2017 bangunan dijual seharga Rp. 16 sampai 17 miliar, saya tidak bisa menyatakan benar atau tidaknya. Karena saat kami melakukan penilaian di tanggal 19 Agustus 2022, mendapatkan harga Rp. 18 miliar, dan itu nilai pasar,” papar Satria.

Satria Wicaksono (tengah) selaku appraisal dari KJPP SISCO bersama Gunawan (kanan) pemilik bangunan di Jl. Basuki Rahmat No. 50 Malang

Namun, pihaknya kembali menekankan bahwa dikarenakan bangunan atau tanah akan difungsikan untuk kepentingan umum. Maka sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dirubah menjadi UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Pada pasal 34 disebutkan di ayat (4) Besarnya nilai ganti kerugian, dijadikan dasar untuk menetapkan bentuk ganti rugi.

“Itu ada aturan di UU yang mengatakan kami harus mengganti kerugian fisik atau selain nilai pasar, adalah ganti rugi non fisik. Itu mulai dari solatium,” serunya.

Lebih lanjut, Satria menjelaskan karena si pemilik tanah sudah tinggal lebih dari 30 tahun. Maka besarnya solatium yang dikeluarkan oleh pembeli yakni 30% dari nilai pasar.

“Disini solatiumnya saja sudah menambahkan sekitar 5 miliar sendiri, belum lagi penggantian BPHTP pajak untuk nanti Pak Gunawan (suami Lisa Mandarina) membeli di lokasi lain, kemudian beban masa tunggu juga harus kita perhitungkan,” paparnya.

Daikhir, Satria menyampaikan bahwa atas dasar solatium dan ganti rugi non fisik tersebutlah sehingga menyebabkan perubahan harga tanah menjadi Rp. 26,7 miliar.

“Jadi yang menyebabkan nilai pasar sekitar 18 miliar berubah menjadi hampir 26 miliar, sesuai dengan ganti rugi non fisik. Ini sesuai dengan metode dari tugas kami. Karena kami bekerja independen tanpa campur tangan siapapun dan kami diberi tugas untuk menilai suatu aset,” pungkasnya.

Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.