
SURABAYA (Lenteratoday) -Jalur zonasi pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP di Kota Surabaya dikeluhkan warga yang tinggal jauh dari lokasi sekolah negeri, khususnya SMPN. Masuk ke SMP swasta juga tidak menjadi pilihan karena sejumlah pertimbangan.
Ketua RT-8/RW-8, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Warsito, mengaku mengaku pesimistis, jika anak-anak di wilayah Wonorejo ataupun Medokan Ayu bisa mendapatkan tempat di sekolah negeri yang dituju.
"Setelah kami hitung, jarak rumah kami ke SMPN terdekat (SMPN 52) itu lebih dari satu kilometer. Sementara di sekitar SMPN 52 banyak sekali SDN yang kemungkinan besar siswanya juga mendaftar ke situ. Mereka ini berpeluang karena mayoritas yang diterima itu jarak rumahnya sekitar 800 meter. Jadi, warga sini agak pesimistis anaknya bisa diterima di SMPN," ungkap Warsito, Senin (6/3/2023).
Untuk itu, warga Wonorejo dan Medokan Ayu berharap Pemkot Surabaya membangun sarana prasaran lembaga pendidikan SMPN maupun SMAN di wilayah Surabaya Timur.
Warsito menambahkan, sebenarnya ada pilihan di SMPN Sukolilo, tapi jaraknya cukup jauh, sekitar 2-3 kilometer.
"Setiap menjelang PPDB ini saya kerap 'ditabrak' oleh warga atau wali murid. Mereka mengeluh banyak anak-anak Wonorejo tidak terkaver zona pada saat PPDB, sehingga kesulitan masuk SMPN. Ini jelas berdampak pada psikis anak," jelas dia.
Sebab, lanjut Warsito, setelah lulus SD mereka punya keinginan besar untuk melanjutkan ke SMPN di wilayahnya.
"Tapi saat pendaftaran mereka tergeser oleh siswa lain yang lokasinya lebih dekat dengan SMPN tersebut, " ungkapnya.
Karena kesulitan masuk SMPN, kata Warsito, warga akhirnya banyak yang bersekolah swasta.
"Di sekolah swasta, siswa yang kategori MBR juga memang diperhatikan. Tetapi harapan anak didik itu kan ingin sekolah negeri karena fasilitasnya lebih lengkap," tandas dia.
Lebih jauh, dia menuturkan, kebijakan baru yang menitikberatkan jarak sebagai penentu penerimaan siswa sangatlah merugikan bagi warga seperti dirinya yang tinggal jauh dari keberadaan SMP negeri
"Lebih baik seperti dulu, penerimaan berdasarkan nilai. Jadi ada acuan sekolah yang dituju disesuaikan dengan capaian nilai ujian anak. Kalau berdasarkan jarak seperti sekarang ini sulit mempertimbangkan peluangnya," ungkap dia.
Hingga kini banyak warga Surabaya masih berorientasi pada sekolah negeri sebagai tujuan anak-anaknya menuntut ilmu. Adapun sekolah swasta tidak menjadi tujuan utama karena kualitas pendidikan yang ditawarkan jauh berbeda.

"Sekalipun berkualitas baik, orang tua harus berkontribusi banyak juga untuk biaya pendidikannya," tandas dia.
Karena itu, Warsito berharap ke depan pemerintah bisa memperbaiki sistem PPDB. Kalau perlu, dikembalikan ke pertimbangan nilai sebagai prasyaratnya.
"Atau perbanyak kehadiran SMP negeri di lingkungan dengan penduduk padat agar semua terfasilitasi," harap dia.
Apalagi, lanjut dia, di Wonorejo (sebelah timur) ada tanah BTKD (Bekas Tanah Kas Desa) seluas 6,2 hektare milik Pemkot Surabaya. Lahan tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan atau dibangun gedung sekolah baru, khususnya SMPN. Mengingat pertambahan penduduk di kawasan Pamurbaya ini setiap tahun makin pesat.
"Ya kebetulan di wilayah Wonorejo dan Medokan Ayu ini banyak lahan kosong milik Pemkot Surabaya yang bisa dimanfaatkan untuk dibangun SMPN. Karena harapan warga sini, anak cucunya bisa menikmati yang namanya sekolah negeri, "papar dia.
Menanggapi keluhan warga Wonorejo maupun Medokan Ayu yang kesulitan masuk Sekolah negeri karena terganjal zonasi, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Njoto menjelaskan, mau tidak mau harus diakui bahwa jumlah SDN maupun SMPN ini jumlahnya terbatas. Memang tidak semua kemudian itu mampu dibiayai pemkot.
"Ya tujuannya memang memberikan sedikit ruang untuk sekolah swasta agar tetap mendapatkan siswa baru pada saat PPDB, " ujar dia.
Hanya saja, lanjut dia, ketika dirasa di kelurahan atau bahkan kecamatan yang bersangkutan jumlah sekolah negerinya tidak berimbang atau bahkan tidak ada, maka dirinya di Komisi D perlu mengusulkan agar ada pembangunan sekolah negeri baru di beberapa wilayah Kota Surabaya.
"Tanah BTKD yang kosong boleh dimanfaatkan untuk itu. Saya juga akan mendukung upaya-upaya untuk pengusulan pembangunan sekolah tersebut, " beber dia.
"Ya, nanti barangkali dari warga tersebut bisa mengusulkan lewat forum Musrenbang.
Tapi kalau kemudian mengusulkan lewat DPRD nanti akan dimasukkan dalam pokok pokok pikiran DPRD, " pungkas Herlina.
Reporter: Miranti Nadya|Editor: Arifin BH