07 April 2025

Get In Touch

Kabar Baik! Data WHO, Kematian COVID-19 Turun 95% di Awal 2023

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus

JENEWA (Lenteratoday)-WHO menyebut kematian akibat COVID-19 telah turun 95 persen sejak awal tahun 2023 ini. Meski begitu, WHO tetap memperingatkan virus itu masih terus bergerak menginfeksi.

WHO menyebut akan tetap ada dan negara-negara harus belajar bagaimana mengelola dampak yang sedang berlangsung, termasuk kondisi pasca-COVID atau long COVID.

"Kami sangat terdorong oleh penurunan berkelanjutan dalam laporan kematian akibat COVID-19, yang telah turun 95 persen sejak awal tahun ini," kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, dikutip dari AFP, Kamis (27/4/2023).

"Namun, beberapa negara mengalami peningkatan, dan selama empat minggu terakhir, 14.000 orang kehilangan nyawa karena penyakit ini," sambung dia.

Namun demikian, Tedros tak membeberkan perbandingan data kematian tahun lalu dengan awal tahun ini. Dia hanya menyebutkan penurunan setara dengan 95 persen.

Meski, Tedros tetap meminta negara-negara waspada dengan kemunculan sejumlah varian baru COVID-19/"Dan, seperti yang diilustrasikan oleh munculnya varian baru XBB.1.16, virus masih berubah, dan masih mampu menyebabkan gelombang baru penyakit dan kematian," kata dia.

Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis WHO untuk COVID-19, mengatakan sub-silsilah XBB sekarang dominan di seluruh dunia.

Mereka memiliki keuntungan pertumbuhan yang meningkat dan juga tak menyebabkan kekebalan, yang berarti orang dapat terinfeksi kembali meskipun telah divaksinasi atau terinfeksi sebelumnya.

Dia menyerukan peningkatan pengawasan melalui testing COVID-19 "agar kita dapat memantau virus itu sendiri dan memahami apa arti setiap mutasi ini."

Pengetahuan itu dapat dimasukkan ke dalam komposisi vaksin dan menginformasikan terkait keputusan yang akan diambil soal virus tersebut.

Tedros menegaskan kembali bahwa WHO tetap berharap untuk menyatakan berakhirnya COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional.

"Tetapi virus ini akan tetap ada, dan semua negara perlu belajar mengelolanya bersama penyakit menular lainnya," tambahnya.

Sementara itu, Tedros mengatakan bahwa diperkirakan satu dari 10 infeksi mengakibatkan long COVID, menunjukkan bahwa ratusan juta orang membutuhkan perawatan jangka panjang.

Dia juga mencatat bagaimana pandemi COVID-19 mengganggu program vaksinasi, dengan perkiraan 67 juta anak kehilangan setidaknya satu suntikan penting antara 2019 dan 2021.

Menyusul satu dekade kemajuan yang terhenti, tingkat vaksinasi kembali seperti pada tahun 2008, kata Tedros, menyebabkan meningkatnya wabah campak, difteri, polio, dan demam kuning.
Semua negara harus mengatasi "hambatan imunisasi, apakah itu akses, ketersediaan, biaya atau disinformasi," pungkasnya.(*)

Sumber: AFP,ist /Editor: widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.