
JAKARTA (Lenteratoday) - Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan membacakan putusan terhadap gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 atau gugatan sistem proporsional tertutup hari ini, Kamis (25/6/2023). Dikutip dari situs mkri.id, sidang tersebut dijadwalkan akan berlangsung pada pukul 09.30 WIB.
Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Fajar Laksono mengaku sudah berkordinasi dengan Polda Metro Jaya guna mengamankan sidang putusan.“Untuk kelancaran persidangan, MK selalu berkoordinasi dengan Kepolisian. Kita sudah koordinasi dengan Polda Metro Jaya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fajar menerangkan ratusan personel dikerahkan disekitar gedung MK guna kelancaran sidang pemilu. Tak hanya itu, pihaknya juga melakukan pengamanan di jalan sekitar gedung MK.
“Ada kebutuhan untuk menebalkan personel pengamanan, termasuk di jalan-jalan sekitaran Gedung MK, keseluruhan antara 2 atau 3 SSK setara 200-300an personel,” kata dia.
Fajar menjelaskan, setelah pembacaan putusan, MK menggelar konferensi pers perihal isi dari putusan tersebut. "Mahkamah Konstitusi melalui Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, akan memberikan dan menyampaikan tanggapan resmi ke hadapan publik," tutur Fajar.
Fajar menambahkan, dengan digelarnya sidang putusan dan konferensi pers pada Kamis pagi ini, diharapkan dapat mematahkan opini negatif yang terbentuk dari cuitan Denny Indrayana di akun Twitter pribadinya beberapa waktu lalu.
"Bagi Mahkamah Konstitusi, pemberitaan, opini, pernyataan, unggahan, dan/atau cuitan tersebut berpotensi dan bahkan telah menimbulkan pandangan negatif yang berdampak langsung pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses persidangan dan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Fajar.
Diketahui, gugatan uji materi sistem Pemilu diajukan ke MK sejak November 2022. Penggugatnya adalah kader PDIP Demas Brian Wicaksono, kader Partai Nasdem dan empat koleganya. Uji materi dilakukan terhadap Pasal 168 ayat 2 terkait sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu. Sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilu yang menampilkan nama dan nomor urut calon legislatif di kertas suara. Sementara sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan di mana para pemilih hanya mencoblos gambar partai.
Para penggugat menilai sistem proporsional terbuka membawa lebih banyak keburukan, sebab membuat caleg dari satu partai akan saling sikut untuk mendapatkan suara terbanyak. Para penggugat menilai sistem itu juga memunculkan politik uang karena caleg berebut mendapatkan nomor urut paling kecil. Hal itu membuat kader partai yang lebih berpengalaman kalah dengan mereka yang populer dan punya modal besar.
Gugatan ini membetot perhatian publik setelah mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana berbicara ke publik. Dia mengatakan mendapatkan informasi bahwa MK akan mengabulkan gugatan itu, sehingga sistem Pemilu akan kembali ke proporsional tertutup.
Denny menyebut akan ada 6 hakim yang menyatakan setuju, dan 3 hakim menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion. Pernyataan Denny, menyulut beragam komenter yang menyatakan tidak setuju apabila MK kembali menerapkan sistem proporsional tertutup. Delapan fraksi partai politik di DPR satu suara menolak MK mengembalikan sistem proporsional tertutup. Mereka bahkan mengancam akan memangkas anggaran MK.
"Apabila MK berkeras untuk memutus ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting kita juga ada kewenangan," kata Anggota Komisi III DPR Habiburokhman di DPR Selasa(30/5/2023).(*)
Reporter:dya,rls /Editor: widyawati