
MALANG (Lenteratoday) -Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani pekerja anak di Kota Malang, namun aktivitas mereka masih terus berlangsung. Tantangan dalam penanganan masalah ini juga belum sepenuhnya teratasi oleh pemerintah setempat.
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) Kota Malang, Donny Sandito, mengungkapkan, beberapa upaya telah dilakukan seperti penertiban bersama Satpol PP Kota Malang, pembinaan, dan pendampingan yang dilakukan oleh pihak Dinsos Kota Malang. Namun, sampai dengan saat ini, masih kerap ditemui pekerja anak yang menjajakan jualannya di beberapa lokasi di Kota Malang.
Donny menjelaskan, pihaknya telah mengintensifkan upaya penanganan anak jalanan (anjal) khususnya pekerja anak. Di mana salah satunya adalah rencana penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang di dalamnya akan memuat aturan-aturan lebih terperinci tentang penanganan tersebut.
"Setelah ini, sesuai dengan perintah Pak Wali, maka akan kami rapatkan, agar penanganan anak jalanan dan pekerja anak ini bisa lebih tepat," ujar Donny, saat dikonfirmasi oleh awak media, Sabtu (17/6/2023).
Donny menambahkan, meskipun belum ada informasi pasti terkait lokasi yang menjadi beroperasinya pekerja anak, namun ia mengungkapkan berdasarkan data yang diperoleh dari penertiban Satpol PP Kota Malang, kebanyakan kasus terjadi di sepanjang jalan Ijen dan Soekarno-Hatta.
Donny juga menyampaikan, beberapa operasi dan melalui pembinaan yang telah dilakukan, diketahui fakta bahwa pekerja anak yang terjaring bukanlah warga asli Kota Malang. Hampir 99 persen itu ternyata bukan warga Kota Malang,
"Beberapa kali dioperasi diketahui bahwa mereka ini bukan warga Kota Malang. Yang awal-awal memang ada, tapi beberapa kali ini bukan dari warga Kota Malang," seru Donny.
Dalam konteks penanganan terhadap pekerja anak, Donny menyatakan, setelah dilakukan penertiban, anjal dan pekerja anak biasanya akan dibawa menuju shelter Tlogowaru. Namun, ia menyebutkan bahwa SOP yang berlaku di shelter tersebut, membatasi masa tinggal penghuni maksimal selama 7 hari.
Sebelum 7 hari berakhir, sambungnya, upaya dilakukan untuk mencari alamat orang tua mereka agar dapat mengantarkan atau menjemput anak-anaknya.
Sementara itu, seorang Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Kotalama sekaligus Ketua Komunitas Anak Bangsa Kota Malang, Yuni Kartikasari, memberikan gambaran lebih lanjut terkait maraknya pekerja anak di Kota Malang.
Menurutnya, sulit untuk menghitung estimasi pekerja anak yang masih aktif beroperasi, dikarenakan para pekerja anak tersebut terkadang berjualan secara terus-menerus, sementara pada momen tertentu hanya berjualan untuk memanfaatkan musim liburan.
"Artinya, sekarang kita menghitung pekerja anak yang riil itu gak bisa, karena mereka kadang ada yang jualan terus menerus, tapi kadang ada juga yang jualan untuk memanfaatkan momen liburan, jadi gak pasti. Itu yang bikin kita bingung (untuk menjaring) kira-kira puluhan, gak sampai ratusan," ujarnya, saat dikonfirmasi melalui sambungan selular, Sabtu (17/6/2023).
Perempuan yang akrab dengan sapaan Yuyun, ini mengungkapkan alasan di balik kegiatan berjualan tersebut juga beragam. Menurutnya, beberapa anak menjual bakpau untuk membantu ekonomi orang tua, sementara yang lain menggunakan uang hasil penjualan untuk kebutuhan pribadi, seperti jajan ataupun untuk akses internet.
"Kalau katanya sih membantu ekonomi orang tua, itu yang anak-anak binaan saya. Tapi sebagian juga ada yang memang dipakai buat jajan uangnya, ada juga yang orang tuanya saya tanya, terus jawabnya sudah dilarang, tapi mungkin juga karena mereka (pekerja anak) ini ingin internetan. Spesifiknya saya masih belum tahu kalau di luar Anak Bangsa," imbuhnya.
Lebih lanjut, berdasarkan data anjal dan pekerja anak yang masuk dalam binaannya, Yuyun mengaku bahwa sebagian anak yang terlibat masih bersekolah. Dalam hal ini, ia berencana untuk mengumpulkan data lebih lengkap terkait jumlah pekerja anak di Kota Malang dengan melakukan peninjauan langsung di lapangan dan melakukan pendataan terkait ada tidaknya pekerja anak yang telah putus sekolah.
"Sebetulnya banyak sekali pekerja anak-anak, tapi saya masih harus mengumpulkan datanya. Saya sudah dengar dari orang lain tapi saya sendiri belum turun ke lapangan untuk meninjau langsung," terangnya.
Di sisi lain, pekerja sosial ini mengakui bahwa motivasi dan pendampingan sangat penting dalam membantu anak-anak tersebut. Banyak orang tua yang menurutnya masih kurang peduli terhadap pendidikan anak mereka. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa upaya yang akan dilakukan kedepannya, ialah dengan memotivasi orang tua agar memperhatikan pendidikan anak-anak mereka serta mendorong mereka untuk sekolah.
"Kalau mereka (binaan Anak Bangsa) itu sebenarnya rajin, jadi yang harus saya lakukan adalah pendampingan, soalnya kebanyakan orang tuanya gak mau tahu anaknya sekolah apa nggak, saya itu maunya anak-anak ini bisa sekolah, jadi saya juga mau memotivasi ke orangtuanya itu," pungkasnya.
Sebagai informasi, meskipun sempat nihil, namun sesuai pantauan di lapangan, belakangan ini fenomena pekerja anak yang kerap menjajakan bakpau kembali muncul di sudut-sudut jalan Kota Malang, seperti wilayah Soekarno-Hatta, hingga Jalan Ijen. Biasanya, mereka mulai memanfaatkan momen untuk menjajakan dagangannya saat malam hari, setelah sebelumnya selalu berjualan mulai siang hingga menjelang sore hari.
Reporter: Santi Wahyu|Editor: Arifin BH