
KOLOM (Lenteratoday) -Mal Blok M pernah jadi salah satu pusat perbelanjaan yang populer di Jakarta. Namun, kondisi Mal Blok M saat ini jauh berbeda. Mal ini sangat sepi. Sebagian orang menyebutnya sudah bagaikan kuburan. Mal ini pernah jadi ikon, tempat berkumpulnya kawula muda.
Landainya pandemi COVID-19 dan dicabutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak membuat keadaan berbalik seperti semula.
Suasana tampak lenggang ketika menelusuri Blok M. Selain hari ketiga Lebaran, di Blok M, khususnya daerah Melawai tak lagi sama seperti dulu.
Kalangan pedagang mengungkapkan bahwa mal legendaris di DKI Jakarta ini bakal diperbarui. Pada saat bersamaan, kontrak para penyewa kios pun bakal habis dalam waktu dekat.
"Bulan 10 (Oktober) kontraknya pada habis, semua. Ada yang hak milik, kalau ngga salah selama 22 tahun, juga habis bulan 10," kata Pemilik ATR Fashion, Faris.
Artinya kurang dari setengah tahun lagi rencana pembaruan tersebut bakal berjalan. Pedagang pun tidak bisa berbuat banyak mengingat kontrak yang ada pun sebentar lagi habis.
Hal ini makin diperparah ketika pengunjung yang datang pun kian sangat sepi. Faris mengungkapkan bahwa kondisi ini relatif sudah terjadi dalam jangka waktu lama.
"Bukan karena Covid, dari 2015 juga udah sepi. Kalau ingat dulu di sini Ramayana, di sana Robinson, pas mereka keluar jadi ikut sepi juga di sini," sebutnya.
Pedagang lain yakni pemilik Adelia Acessories Alfian yang menjual tas hingga sabuk/gesper menyebut sudah mendengar isu pembaruan gedung. Namun, hingga kini masih belum ada info resmi ke pedagang.
"Bulan 10 saya denger, bisa jadi dirobohin, dibikin baru, tapi tergantung pemenang tendernya. Soalnya udah ngga layak, ini udah 40 tahun kan. Saya disini jualan udah dari tahun 80-an," katanya.
Yuswohady, Marketing dan Managing Partner Inventure, mengatakan ada tiga faktor yang membuat mal tersebut sepi bak kuburan. Pertama, digital disruption alias adanya perkembangan digital membuat kehadiran belanja online semakin di depan.
"Perilaku masyarakat cenderung berubah dengan kehadiran teknologi aplikasi belanja online," kata Yuswohady.
Kedua, pandemic disruption. Munculnya pandemi COVID-19 semakin mempercepat mal sepi bak kuburan karena saat itu pemerintah melarang konsumen datang ke tempat keramaian seperti mal.
Ketiga, millennial disruption. Yuswohady menyebut saat ini milenial semakin malas datang ke mal untuk belanja karena sudah dimanjakan dengan aplikasi-aplikasi belanja online.
"Jadi generasi milenial dengan sendirinya itu belanja sudah nggak fisik, terutama untuk item-item tertentu. Itu mereka pilih lebih belanja secara online," ucapnya.
Persoalan triple disruption di atas disebut bukan semata penyebab mal sepi bak kuburan. Sumber persoalan sebenarnya dinilai datang dari mal-mal itu sendiri, yang dianggap malas mengikuti perkembangan zaman.
Banyaknya mal sepi bak kuburan hanya karena kalah persaingan. Siapa yang mau beradaptasi mengikuti perkembangan zaman, dia akan bertahan, sementara yang tidak akan hilang ditelan zaman.
"Mereka tak mampu merespons triple disruption sehingga tak relevan lagi di pasar. Siapa yang beradaptasi, ia survive karena beberapa mal lain, seperti Grand Indonesia, Mal Kelapa Gading, atau Mal Kokas, masih tetap ramai. Sementara yang tidak akan hilang ditelan zaman," beber Yuswohady.
Yuswohady mengatakan keberadaan mal akan tetap dibutuhkan bagi masyarakat untuk menghilangkan kepenatan dari era digital. Untuk itu, mal diprediksi akan tetap ada dan tidak akan 'punah'.
"Inilah tantangan terbesar bagi mal-mal yang sepi bak kuburan. Mereka harus bermetamorfosis menjadi mal yang relevan bagi milenial/zilenial. Kalau tidak, mal-mal itu akan dibunuh oleh mereka," tambahnya.
Sejarah
Blok M sebenarnya adalah rancangan Belanda yang ingin membuat kawasan pemukiman dengan konsep taman. Sejak itu, dibuatlah Blok A-S pada 1947.
Daerah Blok M ini semakin dikenal setelah Indonesia menyelenggarakan Asian Games pertama di Indonesia 1962. Senayan yang ramai, merupakan perpanjangan jalannya ke Blok M.
Mengutip buku 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe, karya Zaenuddin HM, nama Blok M diambil dari blok-blok yang ada di daerah tersebut, pada mulanya kawasan tersebut adalah kawasan perumahan penduduk.
Blok M Plaza Mall ini mulai dibangun pada 15 September 1988 lewat sebuah rancangan tiang oleh Gubernur DKI Jakarta masa itu, Wiyogo Atmodarminto. Pembangunan kawasan Blok M ini memakan waktu 2 tahun lebih.
Pada akhir tahun 1990 mulai dibuka operasionalnya. Sementara peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 1991 oleh Ibu Negara Tien Soeharto.
Melansir dari laman resminya plazablokm.com/theplaza, Blok M terdiri dari 7 lantai area pusat belanja, 13 lantai area parkir yang mampu menampung sekitar 300 kendaraan roda dua dan 700 kendaraan roda empat.
Pusat perbelanjaan ini dibangun di atas bekas bioskop New Garden Hall yang dibuka pada Desember tahun 1972.
Blok M Plaza merupakan pusat perbelanjaan yang dikembangkan oleh PT Pakuwon Jati Tbk atau bagian dari Pakuwon Group milik Alexander Tedja.
Pusat perbelanjaan yang ada di kawasan Kebayoran Baru ini merupakan proyek kedua Pakuwon Group dalam membangun pusat perbelanjaan mewah setelah Tunjungan Plaza yang ada di Surabaya.
Hadirnya moda transportasi MRT seharusnya mempermudah dan menambah kenyamanan pengunjung untuk berjalan-jalan di pusat perbelanjaan tersebut.
Hingga saat ini, Blok M Plaza menjadi satu satunya pusat perbelanjaan yang terhubung dengan stasiun MRT.
Editor: Arifin BH, berbagai sumber