
KOLOM (Lenteratoday) -Saat sedang stres atau sangat sibuk, manusia kadang merasa kehadiran orang atau mahkluk yang tak kasat mata. Ini bukan halusinasi, tapi apa sebenarnya?
Kejadian ini berlangsung pada 2015. Ketika itu, Luke Robertson sedang berski sendirian di Antartika. Tidak ada apa-apa di sekitarnya, hanya es dan salju.
Memasuki dua pekan dari rencana 40 hari perjalanan ke Kutub Selatan, Luke merasa keletihan dan patah semangat.
Dia kemudian menatap ke depan dan di sebelah kirinya terdapat… lahan hijau. Bukan lahan hijau biasa, melainkan lahan pertanian milik keluarganya di Aberdeenshire, Skotlandia.
Selain lahan hijau, ada pula rumah tempat dia dibesarkan. Pemandangan itu, baginya, menakutkan sekaligus membuat nyaman.
Menurut Luke, pengalaman tersebut sungguh janggal.
Namun, keanehan tidak berhenti di situ. Peralatannya untuk mengisi ulang listrik perangkat elektronik tidak berfungsi sehingga dia tidak bisa mendengarkan musik. Suara yang menemaninya hanyalah suara decitan peralatan ski pada es serta bunyi deru angin Antartika.
Entah bagaimana, ingatan lagu serial kartun The Flinstones terus berputar di kepala Luke. Mungkin tiada yang aneh dari hal itu karena banyak orang pun pernah mengalami lagu atau suara yang terus berputar di dalam kepala.
Akan tetapi, suatu ketika Luke melihat karakter-karakter dalam serial kartun tersebut berada di hadapannya, berdiri di horison.
Seiring hari berlalu, pengalamannya bertambah janggal. Dia mendengar seseorang meneriakkan namanya dan menyangka ada seseorang di belakangnya, mengikuti jejak langkahnya.
Namun, setiap kali dia berbalik, tiada seorang pun di sana. Meski demikian, dia tidak bisa mengusir perasaan bahwa ada orang atau makhluk lain di sekitarnya.
Hal ini terus berlangsung sampai dia mencapai Kutub Selatan.
Tatkala Luke duduk pada papan seluncurnya sembari menutup mata dalam keadaan lemah akibat kelelahan, dia mendengar suara kedua.
Kali ini, suara perempuan yang mendesaknya agar bangkit berdiri dan tidak ketiduran karena bisa berbahaya.
Luke merasa suara ini menuntunnya agar terus melangkah maju. Suara ini pula yang amat mungkin telah menyelamatkan nyawa Luke. Tapi kenyataannya, tiada seorang pun di sekitar Luke.
Pengalaman Luke bukanlah kasus tunggal. Sejumlah penjelajah dan petualang pernah merasakan yang sama, yaitu ada orang atau makhluk lain hadir di dekat mereka.
Ambil contoh, Ernest Shackleton yang merasa ada “orang keempat“ dalam timnya yang terdiri dari tiga orang pada tahap akhir perjalanan di South Georgia, dekat Antartika 1916.
Para pendaki Gunung Everest juga pernah mengalami fenomena ini yang diibaratkan seperti malaikat penjaga dalam membantu mereka bertahan hidup. Kadangkala fenomena ini disebut "faktor orng ketiga".
Dalam psikologi, pengalaman ini disebut “kehadiran yang dirasakan“ atau “felt presence“.
Ben Alderson-Day, seorang associate professor atau lektor kepala bidang psikologi di Universitas Durham, Inggris, adalah seorang penulis buku baru bertajuk Presence: The Strange Science and True Stories of the Unseen Other.
Dia menemukan bahwa “kehadiran yang dirasakan“ tidak hanya terbatas pada orang-orang dalam situasi ekstrem. Seorang awam pun bisa merasakan kehadiran individu lain yang tak kasat mata di dalam kamar.
Pengalaman itu biasanya terjadi setelah peristiwa duka, kesedihan mendalam, atau pada orang pengidap psikosis – kondisi ketika seseorang mengalami kesulitan dalam membedakan kenyataan dan imajinasi.
Sebanyak seperempat dari orang-orang pengidap Parkinson mengalaminya. Itu juga bisa terjadi tatkala seseorang hendak terlelap atau bangun tidur.
Bagi sebagian orang, pengalaman ini terjadi sebagai bagian dari kelumpuhan saat tidur, yaitu ketika seseorang tidak bisa berbicara dan bergerak saat bangun tidur, atau dikenal dengan istilah ketindihan.
Manusia bisa memiliki perasaan kuat bahwa ada manusia atau makhluk lain berada di kamar yang sama, atau bahkan duduk menindih bagian dada mereka.
Ben Alderson-Day mengungkap bahwa sering kali pengalaman semacam ini melibatkan kelumpuhan saat tidur, di mana orang yang mengalaminya merasakan kehadiran orang lain yang menakutkan.
“Kehadiran yang dirasakan” seperti ada orang lain bersama Anda di lingkup pribadi Anda. Sulit menentukan secara pasti apa saja elemen-elemen dalam “kehadiran yang dirasakan”.
Pengalaman ini tidak dirasakan melalui lima panca indera, sehingga bukanlah halusinasi. Tapi pengalaman ini juga bukan delusi di pikiran.
Tidak sama juga dengan membayangkan orang lain berada di dekat kita secara tak kasat mata.
Alderson-Day menyebutnya: “terlalu kosong untuk menjadi halusinasi, tapi terlalu nyata untuk menjadi delusi”.
Guna mencari kejelasan, Alderson-Day menelisik gabungan fisik dan psikologis. Bagi pendaki gunung dan penjelajah, kekurangan oksigen di dalam otak mungkin menjadi faktor utama atau yang disebut kemunculan halusinasi.
Lalu ada pula aspek bertahan hidup.
Apakah pikiran entah bagaimana menimbulkan perasaan seolah-olah ada yang hadir untuk membantu manusia melewati rintangan?
Luke Robertson, yang menjelajahi Antartika, menjelaskan bahwa otaknya menciptakan apa yang paling dia butuhkan untuk membantunya melalui perjalanan sulit, terkadang melukis gambar-gambar kediamannya yang menenangkan untuk membantunya mengatasi kesuraman dan kesepian.
Di lain waktu, memunculkan suara-suara yang dia butuhkan untuk mendorongnya terus berjalan.
Beberapa orang cenderung lebih bisa mengalami “kehadiran yang dirasakan“ daripada orang lain.
Dalam beberapa penelitian mereka, Alderson-Day dan timnya menemukan bahwa perempuan punya kecenderungan untuk melaporkan “kehadiran yang dirasakan“ dan lebih mungkin menganggap pengalaman itu menyusahkan atau mengganggu.
“Kehadiran yang dirasakan“ juga lebih sering terjadi pada kaum muda. Di sebuah laboratorium di Jenewa, para peneliti merancang sebuah robot yang, melalui prosedur rumit, dapat mengelabui otak untuk membuat Anda merasa ada seseorang di belakang Anda.
Pola aktivitas yang tidak biasa telah ditemukan di jaringan otak, termasuk persimpangan temporoparietal, insula, dan korteks frontoparietal, area yang terkait dengan pengintegrasian panca indra serta indra yang membuat Anda mengetahui di mana tubuh Anda berada.
Beragam situasi yang memicu terjadinya “kehadiran yang dirasakan“ membuat Alderson-Day berhipotesis bahwa penyebab fenomena tersebut adalah hilangnya indra terkait batas-batas tubuh kita.
Ketika ada sesuatu yang salah, karena tekanan fisik yang ekstrem pada tubuh, seperti dialami Luke Robertson atau pada pengidap sikosis atau pengidap Parkinson, informasi yang kita dapatkan dari indra-indra dapat menyebabkan sensasi aneh: bahwa seseorang bersama kita, meskipun kita tidak dapat melihat, menyentuh, atau mendengar orang itu.
Namun, ekspektasi juga tampaknya berperan. Ada teori kedua terkait dengan apa yang dikenal sebagai pemrosesan prediktif -konsep bahwa otak mengisi kekosongan saat ada sesuatu yang tidak masuk akal.
Jadi, sama seperti saat kita melihat pola wajah di awan, kita mungkin melihat seseorang padahal tidak ada. Seperti yang dikatakan Alderson-Day, otak "menerka apa yang ada di luar sana"(*)
Editor: Arifin BH dari BBC Indonesia