20 April 2025

Get In Touch

Kader Lingkungan Kota Malang Sulap Popok Bayi Bekas Jadi Produk Bernilai Jual Tinggi

Kader Lingkungan DLH Kota Malang bidang Sampah, Yunita Lestari Ningsih saat menunjukan salah satu produk olahan daur ulang popok bayi bekas di Pameran Inovasi Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Senin (19/6/2023). (Santi/Lenteratoday)
Kader Lingkungan DLH Kota Malang bidang Sampah, Yunita Lestari Ningsih saat menunjukan salah satu produk olahan daur ulang popok bayi bekas di Pameran Inovasi Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Senin (19/6/2023). (Santi/Lenteratoday)

MALANG (Lenteratoday) - Di tengah upaya mengatasi permasalahan sampah, Yunita Lestari Ningsih, seorang kader lingkungan memperkenalkan solusi inovatif dalam mengelola popok bayi bekas. Dia berhasil mengubah sampah itu menjadi produk-produk yang memiliki nilai jual tinggi.

Kader Lingkungan DLH Kota Malang ini sebelumnya mengatakan, solusi daur ulang merupakan pilihan yang lebih baik daripada membakar atau menimbun popok bayi bekas. Menurutnya, 1 kilogram popok setara dengan membakar 200 kilogram sampah rumah tangga. Sehingga, selain menghemat energi yang dibutuhkan untuk pembakaran, pendekatan ini dikatakannya juga mampu mencegah emisi gas dioksin yang merusak kualitas air jika popok ditimbun.

"Jadi disamping penghematan energi untuk membakar, dan agar tidak menghasilkan gas dioksin, kalau ditimbun itu akan merusak mutu baku air. Jadi solusi yang terbaik adalah mendaur ulang. Ini kita sudah mampu mendaur ulang 100 persen mulai dari bagian gell hingga bungkusnya," ujarnya, ditemui pada acara Pameran Inovasi dalam Peringatan Hari Lingkungan Hidup 2023, Senin (19/6/2023).

Yunita menambahkan, untuk mendapatkan popok bayi bekas, ia telah bekerja sama dengan rumah diapers di Kecamatan Lowokwaru dan Kecamatan Blimbing. Selanjutnya, hasil daur ulang popok bayi bekas ini telah dijadikan berbagai produk bernilai jual, dan beberapa di antaranya telah dipasarkan melalui platform online. Salah satu produk yang telah diproduksi yakni sandal dengan tali yang terbuat dari material popok bekas.

"Ini ada yang sudah masuk marketplace adalah sandal (talinya), kita sudah memproduksi sebanyak 1.200 pcs. Dengan harga jual Rp 85.000. Produk lainnya ada yang jadi tas, dompet, name tag, kemarin ada dompet STNK," tambahnya.

Lebih lanjut, Yunita menyampaikan awal mula inisiatif ini, bermula pada saat ia melahirkan anaknya di tahun 2018. Saat itu, ia menyadari betapa banyaknya popok bekas yang terbuang di sungai, sehingga pihaknya merasa termotibasi untuk mencari solusi yang lebih baik dalam konteks pengelolaan sampah popok bayi bekas.

"Awal mulanya itu tahun 2018 saya melahirkan anak, kan anak saya harus pakai popok, pada saat itu saya ketua kader lingkungan ngerasa gak enak kalau harus membuang bekas popok di sungai. Dan ketika melihat sungai, kok ya banyak popok. Jadi saya bawa pulang, kemudian saya cuci," lanjutnya.

Dalam proses kepeduliannya terhadap lingkungan ini, Yunita mengaku telah mendapatkan respon positif dari para pegiat lingkungan lainnya. Namun, Yunita menyadari bahwa masih diperlukan pendekatan edukasi kepada masyarakat umum untuk mengubah persepsi dan mempromosikan kebiasaan daur ulang popok bayi bekas ini. Dalam hal ini, pihaknya telah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk menyampaikan pesan-pesan mengenai kebersihan, cara mencuci yang higienis dan syar'i, serta pentingnya menghindari pembuangan popok di sungai.

"Kalau masyarakat umum, kita harus edukasi dulu karena di mindset-nya masih ada rasa jijik. Selama ini kita bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, jadi kita masuk ke posyandu-posyandu, disamping kita mengajarkan cara pencucian yang higienis dan syari, kita juga mengajarkan bahwa membuang di sungai itu tidak baik," jelasnya.

Masih menurut Yunita, selain melakukan pendekatan edukasi, pihaknya juga telah menghubungi pihak perguruan tinggi di Kota Malang, dalam upaya menciptakan mesin pencuci popok bayi, namun hingga saat ini belum ada kemajuan yang signifikan. Sebab ia memiliki keyakinan bahwa dengan adanya mesin pencuci nanti, akan memudahkan pemisahan antara gell dengan bungkus popok, sehingga proses daur ulang dapat dilakukan secara lebih efisien.

"Saya sudah menghubungi pihak universitas. Tapi sampai 7 tahun terakhir ini masih belum ada yang mampu membuat mesin pencuci popok bayi, padahal prinsipnya itu sama seperti mesin pencuci piring. Jadi kalau kita sudah ada mesin pencucinya, nanti kita bisa memisahkan antara jeli dan bungkus," urainya.

Diakhir, Yunita menyebutkan bahwa selain bermanfaat bagi lingkungan, daur ulang popok bekas juga dapat menghadirkan manfaat dari sisi ekonomi. Pasalnya, dengan menabung popok bekas di Bank Popok, masyarakat terkhusus para ibu dapat menghasilkan sejumlah uang yang signifikan dalam satu tahun. Ia juga menyebutkan bahwa jumlah tabungan tersebut bahkan melebihi jumlah yang dapat diperoleh sebagai nasabah Bank Sampah biasa, yang biasanya memiliki batas maksimal sekitar Rp80.000.

"Kalau untuk ibu-ibunya, ketika mereka mencuci dan ditabung di bank popok, satu tahunnya bisa sampai Rp1.250.000. Dan itu melebihi kalau kita jadi nasabah Bank Sampah yang mentok-mentoknya Rp80.000. Kalau Bank Popok satu juta lebih. Di Kota Malang ini banyak kok Bank Popoknya, ada di Kecamatan Lowokwaru itu beberapa, juga ada di Kecamatan Blimbing, itu yang membidangi di Puskesmas Polowijen," tutupnya.(*)

Reporter: Santi Wahyu/Editor: widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.