
NGANJUK (Lenteratoday) - Angka stunting di Kabupaten Nganjuk menunjukkan tren penurunan yang positif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), persentase stunting telah mengalami penurunan dari 25,3% pada tahun 2020 menjadi 20% pada tahun 2022. Data tersebut menggambarkan penurunan sekitar 5% dalam dua tahun terakhir.
Namun, data dari hasil penimbangan terakhir pada tahun 2022 menunjukkan angka stunting sebesar 7,11%, yang mengindikasikan perbedaan dengan angka dari survei. Nanik, Staff Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk menjelaskan bahwa perbedaan ini dapat disebabkan oleh pendekatan yang berbeda dalam mengukur angka stunting. Hasil survei mencerminkan gambaran nasional dan mencakup seluruh kabupaten, sementara hasil penimbangan lebih fokus pada tingkat desa dan kecamatan.
Nanik menekankan bahwa meskipun ada perbedaan dalam data survei dan penimbangan, intervensi untuk menurunkan angka stunting telah dilakukan di tingkat kabupaten. Berbagai upaya telah dijalankan untuk mengurangi masalah stunting, dan hasil dari intervensi ini tercermin dalam data penimbangan yang lebih spesifik untuk setiap wilayah.
“Jadi kalau terkait stunting data kita sudah mengalami penurunan dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dari tahun 2020 sampai tahun 2022, yang tahun 2020 itu kita dari 25,3% yang 2022 itu sudah menjadi 20% jadi turun sekitar 5% itu kalau dari hasil survey tapi kalau dari hasil penimbangan itu data kita terakhir di 2022 kemarin 7,11%. Kalau dari SSGI nya tolak indikatornya kita melihat dari capaian daerah tapi kalau untuk hasil penimbangan kecenderungan untuk melakukan intervensinya kan disitu ada data masing-masing desa, kecamatan, tapi kalau hasil survey gambaran kabupaten jadi mungkin perbedaanya disitu,” ujar Nanik, Selasa (8/8/2023).
Dalam Kabupaten Nganjuk, upaya untuk mengatasi masalah stunting telah diperkuat dengan pendirian Tim Percepatan Penurunan Stunting yang beroperasi di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (PPKB). Dalam kerangka ini, Dinas Kesehatan memiliki peran penting dalam menjalankan berbagai program untuk menangani stunting.
Nanik menjelaskan bahwa tim percepatan penurunan stunting menjalankan serangkaian kegiatan yang ditargetkan untuk mengurangi masalah stunting. Beberapa kegiatan yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan meliputi pemberian makanan tambahan (PMT) kepada balita yang membutuhkan, promosi dan dukungan untuk praktik pemberian ASI eksklusif, penyuluhan dan konseling terkait kesehatan ibu dan anak (KIA), pemberian paket tambahan darah bagi remaja putri, ibu hamil, dan calon pengantin, kampanye tentang pentingnya sanitasi dan perilaku mencuci tangan, serta program imunisasi untuk balita. ‘’Itu tadi secara data kalau secara kegiatan kita sudah punya team percepatan penurunan stunting ada di PPKB jadi kita kalo yang di dinas kesehatan ranahnya yang spesifik saja,’’ jelasnya.
Nanik menegaskan bahwa kendala utama dalam mengatasi stunting adalah perlunya konseling terkait Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta edukasi yang lebih intensif. Informasi mengenai KIA harus disampaikan dengan tepat dan efektif kepada masyarakat, terutama karena baru-baru ini pemberitahuan mengenai stunting menjadi lebih intens. Terutama setelah pandemi, kunjungan ke posyandu juga masih menjadi hambatan.
Dia mengatakan hal itu penting karena kunjungan posyandu menjadi dasar dalam mengumpulkan data stunting. Upaya kunjungan ke posyandu belum dapat dilakukan secara optimal, dan angka kunjungan yang tercatat hanya mencapai sekitar 82%, bahkan dalam situasi yang sangat ekstra. Data rutin bulanan untuk pemantauan stunting juga belum mencapai tingkat optimal, sering kali tidak mencapai angka 80%.
“Hambatanya perlu konseling terkait KIA informasi, edukasinya itu betul-betul perlu disampaikan kalau masyarakat mungkin baru-baru ini gencar-gencarnya pemberitahuan stunting. Apalagi pasca pandemi kemarin kan kunjungan posyandu itu kan masih jadi kendala,” tegasnya.
Selanjutnya, dalam menghadapi tantangan stunting, Nanik berharap kolaborasi dari masyarakat, pemerintah, lembaga kesehatan, dan berbagai pihak terkait sangatlah penting. Dengan bekerja bersama, informasi dan edukasi mengenai pencegahan stunting dapat disebarkan lebih luas dan efektif. Kepedulian bersama juga membantu mengatasi kendala-kendala seperti kunjungan ke posyandu yang sulit diakses oleh sebagian masyarakat.
Kesadaran bersama juga mampu merangkul berbagai penyebab stunting yang meluas, termasuk faktor nutrisi, lingkungan, sanitasi, dan lainnya. Dengan semangat kolaboratif, langkah-langkah konkret dan terkoordinasi dapat diambil untuk mengurangi risiko stunting dan memastikan generasi mendatang tumbuh dan berkembang secara optimal.
“karena kita gk bisa mencegah sendiri jadi kita butuh aksi bersma dan kepedulian bareng-bareng lebih ditingkatkan lagi karena penyebab stunting itu sangat luas,” pungkasnya. (Adv Kominfo)
Reporter : Abdillah Qomaru | Editor : Lutfiyu Handi