
SURABAYA (Lenteratoday) – Fenomena El Nino telah membawa dampak cuaca panas termasuk di Jatim. Kondisi ini menyebabkan kekeringan yang melanda lahan pertanian dan bisa mengakibatkan penurunan jumlah produksi pangan yang bisa saja berdampak negative terhadap Jatim sebagai lumbung pangan.
Berdasarkan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP), sudah ada 937,85 pertanian padi terdampak kekeringan. Menyebabkan 29 hektar di antaranya alami puso. Sawah terdampak kekeringan tersebar di delapan kabupaten. Paling luas berada di kabupaten Lamongan dengan 885,6 hektar area sawah alami kekeringan. Sementara dua daerah alami puso dan dua kabupaten lainnya dinyatakan telah pulih.
Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, meminta pada Pemprov Jatim dan pemerintah daerah untuk mencari solusi mengantisipasi dampak cuaca panas ini. Meski demikian dia mengakui jika kondisi panas tidak bisa dielakkan.
“Sementara akan lakukan supporting terhadap kebutuhan air minum mereka dan anggaran kita siapkan untuk mengatasinya. Jangan sampai kondisi ini berpengaruh pada produksi pangan di Lamongan,” katanya.
Anggota Komisi B DPRD Jatim Iwan Zunaih mengatakan bahwa fenomena El Nino ini diprediksi sampai akhir tahun ini ada bulan desember dan kemungkinan pada awal 2024 nanti dan puncak-puncaknya pada Agustus sampai Oktober. “Fenomena yang perlu jadi perhatikan bersama-sama baik dari Pemkab, Kota, Provinsi dan juga perhatian pemerintah pusat khususnya kekhawatiran kita di kabupaten Lamongan,” tandasnya, Senin (14/8/2023).
Dia juga mengatakan bahwa kabupaten Lamongan memiliki luasan lahan petanian cukup luas dan merupakan salah satu lumbung padi dan penopang dari pada kebutuhan maupun kemandirian pangan khususnya Jatim. Di nasional, lanjutnya, Lamongan memiliki nilai strategis, Maka, di dalam pertanian ini perlu adanya satu perhatian secara bersama sama, karena sekali Lamongan lagi goyah dari hasil pertanianya pasti akan menggoyahkan hasil pertanian di Jatim.
“Provinsi Jatim goyah itu akan berpangrush pada hasil pertanian nasional, di sini Lamongan ini perlu adanya upaya antispasi dan program mitigasi yang begitu kuat dan kompleks. Menurutku artinya komplek disini ada urun rembuk, turun tangan secara bersama-antara kabupaten Lamongan sediri dengan provinsi kemudian degan pihak pusat,” tandasnya.
Dia juga menandaskan bahwa El Nino dipreksikan akan cukuparah artinya akan terjadi sebuah fenomena alam yang akan memperanguhi cauaca secara global panas luar biasa, air kurang, dan lain lain. Sehinga nanti diprediksikan ada bebraa resiko yang aka terjadi, kita harus antisipasi karena dengan elnino ini ada beberapa potensi resiko kebakaran, resiko gagal panen resiko kekurangan air pada manusia dan ternaknya.
“Sebelum ini semuanya terjadi kita harus melakukan beberapa mitigasi program antara lain dengan memetakan sumber mata air yang perlu diperbaiki ya. Yang diperhatikan, saluran air embung waduk dan lainnya agar itu bisa dimanafaatkan untuk air dan tandaon air,” katanya.
Anggota Komisi B, Daniel Rohi, juga mengatakan bahwa pemerintah harus berbuat sesuatu untuk membantu petani supaya mereka bisa tertolong dalam kondisi seperti ini. Sebab kondisi ini sebagai kejadian tak terduga. Kalau seperti itu, ya Pemerintah perlu memberi bantuan-bantuan yang perlu memberikan bantuan kepada mereka supaya lebih ceria gagal panen nya disubsidi.
Selain itu dia juga menegaskan bahwa pemerintah punya dana tak terduga yang dipakai untuk menangani dampak gelombang panas tersebut. “Kita harus berbuat sesuatu untuk rakyat agar mereka tidak terputus bantuan apa kalau memang memungkinkan potensi sumur serapan bisa jadi buat sumur kalau tidak ya mereka diberikan bantuan subsidi tertentu dapat dipanen tapi kalau gagal,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim Dydik Rudy mengatakan sawah terdampak kekeringan tersebar di delapan kabupaten. Paling luas berada di kabupaten Lamongan dengan 885,6 hektar area sawah alami kekeringan. Sementara dua daerah alami puso dan dua kabupaten lainnya dinyatakan telah pulih. "Semua dampak kekeringan telah kami catat. Banyak pula yang sudah teratasi," katnya.
DPKP saat ini juga telah membagi peta wilayah yang berpotensi kekeringan dan cara mengatasinya. Ada tiga wilayah merah yang berpotensi mengalami kekeringan tinggi di Jatim. Di antaranya, Lamongan, Bojonegoro, dan sebagian Trenggalek. Sementara delapan daerah berstatus kuning. Peta ini berdasarkan dampak kekeringan yang disebabkan oleh El Nino.
DPKP telah merankan agar zona merah untuk mengganti jenis tanam saat ini di masa kemarau. Yakni dari padi menjadi palawija. Sementara daerah kuning, diintervensi dengan bibit padi yang cukup tahan akan kondisi minim air. "Semuanya sudah dilakukan dan di intervensi," paparnya.
Saat ini sebenarnya hampir seluruh petani di Jatim sudah memasuki masa panen. Dan di musim seperti sekarang, mereka mulai beralih menanam palawija yang lebih tahan paceklik air. Namun petani di beberapa wilayah memang masih tampak menanam padi. "Kami memang tidak bisa memaksa. Hanya mengihimbau," katanya. (*)
Reporter : Lutfi |Editor : Lutfiyu Handi