
JAKARTA (Lenteratoday) - Upaya pemerintah menangani polusi salah satunya dengan penyemprotan air di sejumlah kawasan Jakarta hingga Tangerang.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan hal tersebut tidak efektif membersihkan udara dari polutan.
Menkes berharap penanganan polusi saat ini berproses di hulu seperti mencegah sumber pencemaran di lingkungan hidup dari energi hingga transportasi.
"Agar polusi ini segera teratasi," katanya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, ditulis Sabtu (26/8/2023)."Kurang efektif (penyemprotan jalan). Sebenarnya lebih efektif adalah mengurangi transportasi," sambungnya.
Sementara peran Kemenkes RI hanya memastikan persiapan di sisi hilir yakni kesigapan sejumlah rumah sakit untuk menangani kasus penyakit imbas polusi. Salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang belakangan meningkat.
Diketahui upaya serupa sebelumnya telah dilakukan China, namun hal ini terbukti malah meningkatkan polusi. Dikutip dari berbagai sumber, peningkatan konsentrasi dan kelembapan PM2.5 juga dapat diakibatkan adanya penyemprotan air keran atau atau sungai di jalan raya dalam jumlah yang besar. Partikel halus PM2.5 yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil sangat berbahaya bagi kesehatan, karena mampu menembus saluran pernapasan.
Penyemprotan yang dilakukan setiap hari secara terus menerus dapat menghasilkan efek kumulatif terhadap polusi udara. Menurut penelitian, air yang disemprot bisa menghasilkan aerosol antropogenik baru atau partikel halus yang tidak terlihat sehingga menjadi sumber polusi udara baru. Kondisi ini dinilai tidak menguntungkan bagi difusi polutan udara dan pada cuaca bersuhu rendah karena dapat menjadi penyebab utama parahnya polusi udara.
Tutup PLTU dan Perketat Standar Kendaraan
Sejak 2013 hingga 2020, dalam kurun waktu tujuh tahun China dianggap sukses mengurangi jumlah partikel udara yang merugikan sebanyak 40 persen. Prestasi China tersebut merupakan penurunan populasi udara tertinggi di suatu negara dalam waktu yang relatif singkat.
Pemerintah China mengatasi masalah tersebut dengan melarang pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara hampir di seluruh kawasan yang tercemar polusi udara. Selain itu pembangkit listrik yang sudah ada dipaksa untuk mengurangi emisi atau beralih ke bahan bakar gas alam.
Hal ini dibuktikan dengan menutup 27 tambang batu bara di kawasan produsen batu bara terbesar China. Serta membatalkan perencanaan pembangunan 103 pembangkit listrik baru. Selanjutnya untuk mengimbangi dekarbonisasi, pemerintah menambah pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Langkah lain yang ditempuh pemerintahan China yakni memperketat standar dan menghentikan produksi 553 model kendaraan yang dapat menghasilkan polusi tinggi. Berkat upaya tersebut penelitian di University of Chicago memperkirakan penduduk akan hidup rata-rata 4,4 tahun lebih lama bila dibanding 2013.(*)
Reporter: dya,ist/Editor: widyawati