07 April 2025

Get In Touch

Kota Malang KLB Difteri, Dinkes Genjot Imunisasi dan Kesadaran Masyarakat

Imunisasi Difteri kepada anak usia SD di SD Negeri Model Tlogowaru, Kecamatan Kedungkandang, Selasa (29/8/2023). (Dok. Istimewa)
Imunisasi Difteri kepada anak usia SD di SD Negeri Model Tlogowaru, Kecamatan Kedungkandang, Selasa (29/8/2023). (Dok. Istimewa)

MALANG (Lenteratoday)- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang mengkonfirmasi kebenaran informasi 2 kasus difteri yang terjadi di Kecamatan Kedungkandang. Dari kasus tersebut, maka Dinkes Provinsi Jawa Timur (Jatim) merekomendasikan penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di Kota Malang.

Sebelumnya, melalui pesan berantai yang diteruskan dari aplikasi Whatsapp. Menyatakan bahwa telah terjadi 2 kasus. Diantaranya yakni, pada anak usia 8 tahun yang telah dinyatakan positif difteri. Serta pada usia 5 tahun yang dinyatakan memiliki gejala klinis mengarah pada difteri, di wilayah tersebut. Menanggapi hal ini, Dinkes Kota Malang terus mendorong kesadaran masyarakat untuk dapat meningkatkan imunisasi melalui upaya Outbreak Response Immunization (ORI) yang dilaksanakan di Kecamatan Kedungkandang.

"Memang benar, ada 2 kasus, anak laki-laki berusia 8 tahun dan perempuan berusia 5 tahun. Mereka kakak adik, yang usia 5 tahun, itu compatable atau gejala klinis mengarah difteri tapi hasil lab nya negatif, itu sekarang sudah sembuh, sudah sehat. Kalau yang meninggal itu memang positif, usia 8 tahun, meninggal di tanggal 25 Juli. Keduanya dari Kelurahan Kedungkandang, Kecamatan Kedungkandang," ujar Kepala Dinkes Kota Malang, Husnul Muarif, saat dikonfirmasi melalui sambungan selular, Selasa (29/8/2023).

Husnul menjelaskan bahwa sasaran ORI mencakup usia 1-15 tahun di wilayah Kedungkandang, dengan pengutamaan pada anak-anak usia 1-5 tahun. Pelaksanaan imunisasi dilakukan bertahap, dengan beberapa kelurahan dari 12 kelurahan telah melaksanakannya.

"Sasarannya cukup banyak, ada 11.094 anak usia 1-5 tahun saja. Kemudian yang umur 5-7 tahun, itu 6.766. Kemudian untuk yang usia 7-15 tahun itu 25.994. Sehingga sasaran ORI keseluruhan itu 43.854, mulai dari usia 1-15 tahun di wilayah Kedungkandang. Yang di SD kami barengkan dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), itu mulai Agustus ini," tambah Husnul.

Dalam penuturannya, Husnul menyebut bahwa penyakit difteri diakibatkan oleh bakteri yang menyerang saluran pernapasan dan dapat membentuk selaput putih di tenggorokan. Jika selaput putih ini muncul, sambungnya, akan ada risiko gangguan serius pada pernapasan hingga kemungkinan menutup saluran nafas. "Misalnya jantung, maka akan terjadi gangguan pada otot jantung yang disebut miokarditis itu. Kita lakukan monitoring dan evaluasi (monev) dari 43.854 itu tadi, berapa yang hadir dan divaksin," tandasnya.

Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Malang, Meifta Eti Winindar, menambahkan bahwa kasus ini dikategorikan sebagai KLB, karena di tahun-tahun sebelumnya tidak ada kasus difteri di wilayah tersebut. Selain itu, menurutnya KLB difteri juga terjadi jika ada ataupun ditemukan 1 kasus positif dari hasil laboratorium.

"Jadi tidak ada kasus sebelumnya di Kota Malang. Dan memang bakterinya kalau sudah menyebar, itu bisa fatal. Sementara dia (2 kasus termasuk pasien meninggal usia 8 tahun) tidak memiliki imunitas karena tidak mendapatkan imunisasi," ungkap Meifta, ditemui di Kantor Dinkes Kota Malang, Selasa (29/8/2023).

Disinggung terkait penanganan pasien dalam kasus difteri tersebut. Meifta menyebut bahwa langkah-langkah medis telah diambil, termasuk memberikan obat dan rujukan ke rumah sakit yang sesuai. Dalam hal ini, RSUD dr Soetomo menjadi rujukan. Namun, terlepas dari penanganan, menurut Meifta, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa imunisasi bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab keluarga.

Lebih lanjut, untuk mengatasi situasi ini dan mencegah penyebaran kasus difteri. Meifta menganjurkan masyarakat untuk mematuhi jadwal imunisasi yang telah ditetapkan. Pihaknya menjelaskan bahwa ketidaklengkapan imunisasi, tidak hanya membahayakan individu yang tidak divaksinasi, tetapi juga lingkungan terdekat, dikarenakan risiko penularan.

"ORI ini kan diberikan se wilayah kasus itu. KLB itu karena ada rekomendasi dari Pemprov. Dan itu tidak mengenal imunisasi yang telah dilakukan sebelumnya, meskipun sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Jadi dari usia 1-15 tahun atau anak usia sekolah," paparnya.

Diakhir, Meifta menekankan, upaya pencegahan dan pemahaman tentang imunisasi menjadi kunci untuk mengatasi kasus difteri ini. Kewaspadaan dan tindakan tepat, lanjutnya, dapat mencegah penyebaran lebih lanjut dan melindungi lebih banyak orang dari risiko salah satu penyakit menular ini.

"Idealnya imunisasi, untuk bayi ada Difteri Pertusis san Tetanus (DPT) 1, 2, dan 3. Kemudian baduta usia 18-24 bulan, kemudian diulang lagi untuk SD kelas 1, 2, dan kelas 5. Jadi memang kalau imunitasnya sudah turun harus disuntik lagi dan itu sudah ditentukan oleh Kemenkes RI. Kita tinggal
mematuhi dan melaksanakan," tutupnya.(*)

Reporter: Santi Wahyu/Editor: widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.