
BLITAR (Lenteratoday) - Adanya aksi puluhan massa dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) Blitar, yang mengungkap dugaan korupsi bernilai miliaran rupiah di Pemkab Blitar. Direspon oleh Wakil Bupati (Wabup) Blitar, Rahmat Santoso agar tidak hanya sekadar demo, tapi laporkan jika memang ada buktinya.
Aksi demo puluhan massa dari GPI Blitar, dimulai sekitar jam 10.00 Wib di depan Kantor Bupati Blitar di Kanigoro. Mereka datang dengan mengendarai sepeda motor, serta membawa pikup sound dan membentangkan banner berisi aspirasi serta tuntutannya.
Koordinator aksi sekaligus Ketua GPI Blitar, Jaka Prasetya menyampaikan kondisi yang terjadi di Pemkab Blitar, mulai dari lemahnya leadership (kepemimpinan) Bupati Blitar. "Hingga mengakibatkan terjadinya dugaan penyelewengan anggaran, kewenangan serta korupsi yang dilakukan oknum pejabat Pemkab Blitar maupun orang-orang dilingkaran kekuasaan," kata Jaka, Senin(18/9/2023).
Ada beberapa poin tuntutan yang disampaikan Jaka, pertama mengenai proyek di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi yang nilainya sekitar Rp 27 miliar. Selain statusnya yang sudah BLUD tapi tetap mendapat gelontoran dana APBD puluhan miliar tiap tahunnya, juga ditunjukkan rekanan yang bermasalah untuk mengerjakan proyek fisik. "Ini bagaimana proses penunjukkannya, rekanan yang sudah jadi tersangka di daerah lain tapi ditunjuk jadi pemenang tender ini ada apa," beber Jaka.
Selanjutnya adanya dugaan pungli proyek jembatan dari APBN senilai Rp 12,6 miliar oleh oknum pejabat, yang infonya akan digunakan untuk lelang jabatan dan terbukti pejabat tersebut terpilih. "Ini kan membuktikan kalau dalam lelang jabatan tersebut ada setoran, seharusnya diusut oleh aparat penegak hukum," tandasnya.
Kemudian anggaran sewa rumah dinas Wakil Bupati Blitar, yang setiap tahunnya sebesar sekitar Rp 300 juta. Kenyataannya sewa rumdis wabup tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya, apalagi wabup sudah proses pengunduran diri. "Apakah anggaran setahun Rp 294 juta itu wajar, bagaimana appraisal atau penaksir anggaran menentukannya ? Belum lagi biaya perawatan dan lainnya," ungkap Jaka.
Termasuk juga pengelolaan BUMD milik Pemkab Blitar yang diduga juga mengalami kebocoran anggaran, seperti PDAM, BPR dan kolam renang. "Serta tanah eks bengkok, yang aturannya malah memberatkan lurah dan menjadi ajang bisnis penguasa," tegasnya.
Usai menyampaikan aspirasinya di depan Kantor Bupati Blitar, tidak ada satupun perwakilan Bupati Blitar yang menemui massa. Berbeda dengan ketika Wabup Blitar, Rahmat Santoso ada di Blitar selalu menemui massa demo, kemudian mengajak dialog dan mencarikan solusi.
Setelah itu massa GPI bergerak ke Kantor DPRD Kabupaten Blitar di Sawentar, Kanigoro yang berjarak beberapa ratus meter. Disana mereka juga berorasi, kemudian dialog dengan perwakilan Komisi I DPRD Kabupaten Blitar. Selanjutnya ke Kantor Kejaksaan Negeri Blitar di Jl. dr Sutomo, Kota Blitar.
Menanggapi aksi demo massa GPI, Wabup Blitar Rahmat Santoso menuturkan kalau pihaknya menghormati hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum bagi siapa pun, baik itu LSM, ormas maupun masyarakat. "Kalau saya ada di Blitar pasti saya temui, saya ajak dialog supaya paham apa masalahnya. Kemudian dibicarakan bagaimana solusi terbaiknya," tutur Wabup Rahmat.
Namun Wabup Rahmat juga perlu mengingatkan kalau memang LSM GPI menemukan adanya penyelewengan atau pelanggaran hukum, jangan hanya demo saja. "Kalau ada buktinya laporkan saja, agar tidak menjadi fitnah dan isu liar yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggungjawab," lanjutnya.
Ditanya terkait anggaran sewa rumah dinas yang setahunnya mencapai sekitar Rp 300 juta, Wabup Rahmat mengaku tidak tahu dan tidak pernah merasa mencairkannya. "Saya tidak pernah menerima uang sewa rumah dinas wabup, bahkan selama menumpang di pendopo dan terakhir di Wisma Muradi kebutuhan untuk rehab dan perbaikan pakai uang saya pribadi," pungkas pria yang juga Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) ini.(*)
Reporter: arief sukaputra/Editor: widyawati