21 April 2025

Get In Touch

PMK, Tamu Tak Diundang yang Merugikan Hilang Setelah Vaksin Datang

Peternakan sapi perah di kemcatan Pujon, Kabupaten Malang, tak luput dari serangan PMK pada 2022 lalu.
Peternakan sapi perah di kemcatan Pujon, Kabupaten Malang, tak luput dari serangan PMK pada 2022 lalu.

SURABAYA (Lenteratoday) – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak telah membawa kerugian cukup besar, khususnya para peternak sapi, baik sapi pedaging maupun sapi perah di Provinsi Jawa Timur. Berbagai upaya penanggulangan dilakukan baik oleh para peternak, pihak swasta, maupun pemerintah, hingga membuahkan hasil menggembirakan.

Dari data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2022 hingga 2023, tercatat ada 199.972 kasus PMK yang tersebar di 38 kabupaten/kota di Jatim. Artinya, tidak ada daerah lolos dari serangan virus yang bisa menyebabkan kematian pada hewan ini.

Kemudian, dari jumlah kasus tersebut ada 4.414 ekor sapi mati, serta 2.707 ekor yang dipotong paksa oleh pemiliknya. Bahkan ada juga yang terpaksa dijual merugi ke para jagal. Upaya potong paksa dan penjualan merugi dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Sebab, jika mati maka harus mengeluarkan biaya ekstra untuk penguburan.

Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Indiyah Aryani, menyampaikan kasus PMK di Jatim pertama kali dilaporkan 28 April 2022 terjadi di Gresik.  Saat itu, setidaknya sudah ada 402 ekor sapi yang diindikasikan PMK dan tersebar di 22 desa di 15 kecamatan. Kasus ini terus berkembang dan menyebar ke daerah lain dalam waktu singkat.

“Pada tanggal 1 Mei 2022 pagi hari, laporan masuk dari Kabupaten Lamongan, setidaknya ada 102 ekor sapi yang terjangkit PMK yang ditemukan di 6 desa di 3 kecamatan. Malam harinya, pada tanggal yang sama, laporan masuk dari Kabupaten Sidoarjo yang jumlahnya lebih banyaknya lagi ada 595 ekor sapi dan kerbau sakit yang tersebar di 14 desa di 11 kecamatan,” kata Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur yang akrab dengan sapaan Indy, dalam cara refleksi pengendalian penyakit mulut dan kuku (PMK) di Grand Dafam Hotel Surabaya, Kamis (24/8/2023) lalu.

Hanya berselang dua hari setelahnya, tepatnya pada tanggal 3 Mei 2022, laporan kasus PMK juga didapat dari Kabupaten Mojokerto. Tercatat ada 148 ekor sapi yang diindikasikan terserang PMK. Kasus tersebut tersebar di 19 desa di 9 kecamatan. Kemudian, pada tanggal 5 Mei 2022, berdasarkan hasil uji laboratorium seluruh sampel yang diambil dari Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto dinyatakan positif PMK.

Melihat kondisi tersebut, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur langsung mengajukan surat permohon pada Menteri Pertanian supaya empat daerah itu ditetapkan sabagai wilayah yang terjangkit wabah PMK. Indy mengatkaan, dengan penetapan sebagai daerah wabah PMK, maka bisa dilaksanakna tindakan pengendalian dan penanggulangan penyakit secara efektif.

Dari surat itulah, kemudian Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) no 188/362/KPTS/013/2022 tentang penetapan status keadaan darurat bencana PMK tertanggal 6 Mei 2022. Kemudian, pada 9 Mei 2022, keluarlah Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) no. 403/2023 tentang penetapan daerah wabah PMK di Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto. Selanjutnya, disusul pada tanggal 25 Juni 2022, keluarlah Kepmentan no. 500.1/2022 tentang penetapan daerah wabah PMK di seluruh Kabapaten dan Kota di Jatim.

“Dari sinilah kemudian dilakukan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan oleh Provinsi Jawa Timur serta mendapat dukungan langsung dari Pemerintah Pusat. Kemudian, juga bisa langsung mendapatkan intervensi dari pusat termasuk bantuan vaksin,” tandas Indy.

Dalam perjalanan kasus PMK di Jatim tersebut, kondisi terparah atau puncaknya terjadi pada bulan Mei sampai Agustus 2022. Pada massa itu, berdasarkan data Dinas Peternakan diketahui rata-rata bisa mencapai 6.000 kasus per hari. Saat itulah, diketahui bayak terjadi kematian hewan ternak yang menyebabkan kerugian besar pada peternak di Jatim.

Pada puncak kasus ini, terjadi kepanikan di kalangan para peternak, mulai dari peternak besar dengan jumlah sapi mencapai ratusan ekor, hingga peternak kecil yang hanya memiliki satu dua ekor sapi saja. Kepanikan ini di antaranya turut dirasakan oleh Amar Saifudin, peternak sapi di Kabupaten Lamongan. Pada puncak kasus PMK tersebut, Amar memiliki sekitar 130 ekor sapi di Kecamatan Tikung.

Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Indiyah Aryani.

Amar yang juga Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur ini mengatakan bahwa saat itu seluruh sapinya terserang PMK. Kejadian pertama kali diketahui Amar ketika melihat ada busa di mulut beberapa ekor sapinya. Bahkan sapi-sapi tersebut sudah tidak punya selera makan karena mulutnya sakit. Amar pun langsung berkoordinasi dengan Dinas Peternakan setempat.

“Awalnya dua (ekor sapi), kemudian saran dokter diisolasi, tapi karena satu kandang maka menular yang lain lewat nyamuk dan lalat. Sebanyak 130 terinfeksi. Tapi, kemudian dilakukan penyuntikan semua, pagi dan sore penyemprotan disifektan juga dilakukan, yang luka disemprot obat, kemudian obat tradisional seperti belerang,” kata Amar saat diwawancara Selasa (12/9/2023) lalu.

Pada awalnya, suntik yang diberikan sebatas vitamin dan pencegah radang, sebab masih belum ada vaksin. Selain itu, Amar juga memberikan makanan tambahan untuk memacu nafsu makan sapi-sapinya. Di antaranya dengan memberikan gula cair. Pemberian gula cair ini bisa mencapai dua hingga tiga liter per ekor per harinya. Selain itu juga diberikan berbagai obat tradisional dan obat-obatan lain untuk mempercepat penyembuhan. “Yang paling mahal itu obatnya bisa mencapai Rp 150 ribu per botol, itupun belinya harus online,” katanya.

Meski demikian, tetap saja ada sapi yang kondisinya tak kunjung membaik. Bahkan ada lima ekor sapi yang terpaksa dijual murah karena kondisinya makin memburuk. “Dijual murah jelas rugi, tapi itu lebih baik dari pada sapi sampai mati, karena kalau mati maka membutuhkan biaya tambahan untuk penguburan dan itu tidak murah,” tandasnya.

Amar menandaskan, akibat dari PMK ini sudah tidak terhitung berapa kerugian yang diderita. Mulai dari biaya untuk makanan tambahan dan obat-obatan, penjualan sapi-sapinya juga lesu. Di hari normal, Amar mengaku mampu menjual hingga 20 ekor dalam satu bulan, waktu PMK itu hanya mampu menjual lima ekor saja. Tak hanya itu, dia juga terpaksa harus menjual murah sapi-sapinya yang sakit. Bahkan, akibat dari PMK saat ini, sapinya hanya tersisa 40 ekor saja dari 130 ekor.

Sementara, berdasarkan informasi di lapangan, khususnya di daerah Kecamatan Paciran, Solokuro, dan Brondong, Kabupaten Lamongan, saat terjadinya PMK tersebut banyak sapi yang dijual murah. Bahkan, ada yang hanya dihargai Rp 3,5 juta hingga 4 juta saja perekornya. “Di desa saya banyak yang terpaksa dijual murah. Ada yang hanya dijual Rp 3,5 juta. Saat PMK itu, harga Rp 6 juta sampai Rp 7 juta sudah mahal,” kata Jamaluddin, warga Desa Sumberagung, Kecamatan Brondong. Dia juga mengatakan kondisi ini terjadi di Kecamatan Paciran dan Solokuro.

Nasib serupa juga dialami peternak di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Di daerah yang terkenal dengan Kawasan peternakan sapi perah atau sapi penghasil susu ini tentu wabah PMK menjadi pukulan berat. Seperti yang dialami Hariyanto, peternak dari desa Pujon Lor, Kecamatan Pujon.

Peternak yang juga Ketua I Koperasi Sae Pujon ini menceritakan saat awal terjadinya PMK memiliki 17 ekor sapi perah. Dari 17 ekor sapi itu, 7 diantaranya dalam kondisi bunting atau hamil. Namun, akibat PMK menyerang pada awal hingga pada pertengahan 2022 itu, mengakibatkan 5 ekor anak sapi atau pedet tidak bisa bertahan hingga akhirnya mati.

“Pada saat PMK itu prihatin sekali. Sapi kita sakit, kita mengobati, semuanya sakit, tidak mati induknya tapi 5 pedet mati. Begitu melahirkan mati dan pengaruhnya besar. Kami ada 17 itu 7 bunting dan kemarin keguguran karena factor PMK ini. Kemudian sapinya saya punya 3 yang sulit untuk bunting ini dievakuasi, bodinya njegrik-njegrik, jadi ini perlu ada penanganan yang lebih intensif. Dan ada banyak di Kecamatan Pujon ini,” katanya saat ditemui di Pujon, Senin (28/8/2023) lalu.

Tak hanya rugi akibat kematian 5 pedet, Hariyanto mengaku penghasilannya dari menjual susu juga menurun drastis. Kondisi tersebut akibat penurunan produksi susu dari sapi-sapinya karena terserang PMK. “Produksinya menurun, normalnya dapat 15 liter per ekor per hari, begitu kena PMK ini tinggal 5 liter karena sapinya tidak mau makan, sakit. Kalau sudah kena (PMK) maka dua hari berikutnya sudah tidak produksi, bisa (produksi) hanya satu liter karena tidak makan,” kata pria yang sudah beternak sapi perah sejak tahun 1987 ini.

PMK ini juga menyebabkan kerugian pada Koperasi Sae. Koperasi yang beranggotakan sekiitar 9.000 peternak sapi perah di Pujon ini harus tetap menerima penjualan susu dari para peternak. Sebab, jika tidak diterima maka para peternak tidak punya menghasilan lagi. Padahal, susu – susu dari sapi yang terinfeksi PMK ini sudah tidak layak jual. Bahkan, Industri Pengolah Susu (IPS) yang biasanya membeli susu dari Koperasi Sae juga banyak yang memutus pembelian, kalaupun beli harganya jauh di bawah harga pasaran.

“Susu dari peternak itu selain dari sapi yang terinfeksi PMK juga susunya ada yang sudah terkontaminasi dengan antibiotik dari suntikan yang diberikan ke sapi. Jika sudah terkontaminasi antibiotik maka sudah tidak bisa dijual ke IPS. Sedangkan Koperasi membeli dari peternak dengan harga normal Rp 6.500 per liter, kadang hanya terjual dengan harga Rp 2.800 per liter, jadi selisihnya banyak,” kata Hariyanto yang juga Ketua I Koperasi Sae Pujon.

Lebih lanjut, Nur Kayin, Sekrataris Koperasi Sae menyebutkan susu yang tidak layak tersebut dikonfersikan untuk diminum pedet yang masih kecil. Jika tidak habis maka terpaksa harus dibuang. “Pembelian itu harus kami lakukan, karena koperasi juga besar dari para peternak. Susu yang terkontaminasi dengan antibiotic juga kita beli dengan harga normal, jika tidak, bisa saja peternak tidak jujur, terkontaminasi dibilang tidak, malah dampaknya lebih besar,” tandasnya.

Nur Kayin, yang lima ekor sapi dari 52 ekor sapinya mati karena PMK ini mengatakan dalam satu bulan Koperasi Sae Pujon membeli sekitar 20 ton susu perhari, atau sebanyak 600 ton selama satu bulan. Akibatnya koperasi harus menanggung kerugian sekitar Rp 11 miliar selama penanganan PMK sampai Agustus 2022.

“Jadi memang benar-benar waktu Covid peternak tidak masalah, setelah PMK benar – benar masalah. 63% (warga) di Pujon ini tergantung susu, dan ekonomi mereka langsung turun 50%, dari 125 ton (perhari) menjadi 60 ton itu sekitar 50%. Pengaruhnya ke mana-mana, di pasar juga sepi. Sampai sekarang masih belum pulih,” tandasnya.

PMK juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Warga dusun yang jumlah populasi sapi mengalahkan jumlah penduduknya ini sangat terpukul. Pasalnya, selama PMK menyerang, jumlah populasi sapi berkurang cukup banyak, dari 1.500 ekor, ada 300 ekor yang mati sehingga tinggal 1.200 ekor sapi.

Munir Khan, salah satu peternak di Dusun Brau, Desa Gunungsari, mengatakan selain banyak sapi yang mati, produksi susu juga menurun drastis. Jumlah produksi yang awalnya bisa mencapai 7.500 liter perhari hanya tinggal 2.500 liter perhari dari seluruh peternak. Belum lagi, kualitas susu yang dihasilkan juga tidak terlalu bagus, akibat kondisi kesehatan sapi yang terganggu.

“Padahal seluruh warga di sini mengandalkan dari susu. Kampung ini yang dulunya dikenal dengan kampung preman (buruh tani) berubah menjadi kampung susu, karena semua warga beralih menjadi peternak sapi perah,” kata Munir saat ditemui di tempat produksi keju mozarela di Dusun Brau, Rabu (30/8/2023) lalu.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Malang, Eko Wahyu Widodo, mengatakan di Kabupaten Malang setidaknya ada 682 ribu ekor hewan ternak yang rentan terserang PMK. “Ini cukup besar, memang ada kabupaten kota di Jawa Timur yang lebih besar, tapi khusus sapi perah, kita di Kabupaten Malang cukup banyak, populasinya kurang lebih 88.000. Karena kemarin terdampak PMK ada jumlah kasus kurang lebih 20.000 terdampak PMK,” katanya saat berada di Pujon, Senin (28/8/2023) lalu.

Proses vaksinasi yang dilakukan oleh tim di Kecamtaan Pujon, kabupaten Malang.

Vaksin Datang PMK Hilang

Seiring dengan terbitnya Kepmentan no. 500.1/2022 tentang penetapan daerah wabah PMK di seluruh Kabapaten dan Kota di Jatim, maka bantuan vaksin PMK dari pemerintah pusat mulai datang. Vaksinasi pun langsung gencar dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.

Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Indyah Aryani, mengatakan bahwa vaksinasi sudah menjangkau 38 kabupaten dan kota di Jatim. Jatim juga mendapatkan alokasi vaksin PMK hingga 7.266.950 dosis dan sudah terealisasi sebanyak 6.761.694 dosis atau sekitar 93% per Agustus 2023. Dari realisasi tersebut mampu memvaksin 2.106.592 ekor sapi potong dari total populasi sebanyak 4,9 juta ekor, 201.995 ekor sapi perah dari total populasi 301.000 ekor, dan 3.717 ekor kerbau dari total populasi 18.982 ekor. Kemudian, 1.515.555 ekor kambing dari total populasi 3,7 juta ekor, 419.538 ekor domba dari total populasi 1,4 juta ekor, dan 32.232 ekor babi dari total populasi 48.780 ekor.

Sementara itu, jumlah vaksinasi PMK di Jatim pada 2022 mencapai 2.532.879 dosis yang terbagi menjadi dua tahap vaksinasi. Sedangkan pada tahun 2023 hingga Agustus mencapai 4.113.532 dosis yang berbagi menjadi vaksin pertama, kedua dan booster. Untuk vaksinasi PMK di Indonesia, Jatim merupakan provinsi dengan realisasi vaksinasi tertinggi.

Indy mengatakan bahwa hasil vaksinasi, kondisi PMK di Jatim dinyatakan sudah membaik. Hal itu berdasarkan penetapan dari POV (Pejabat Otoritas Veteriner) nasional. “Bahwa kalau kemarin kita dalam kondisi wabah saat ini dinyatakan sebagai kondisi tertular, sehingga statusnya sudah menurun dan ini karena komitmen dari semua pihak termasuk komitmen pimpinan Ibu Gubernur, komitmen Kepal Daerah di Kabupaten dan Kota, komitmen dari Dinas teknis yang menangani baik dari pemerintah pusat, kabupaten dan steakholder termasuk TNI dan Polri yang sangat support,” tandasnya.

Indy juga mengatakan, vaksinasi yang sudah dilakukan hampir menembut 6,8 juta dari target 7,3 juta untuk 2023. Jumlah ini merupakan vaksinasi terbanyalk di Indonesia, dan sebagai bagian dari keberhasilan Jatim membangun tim besar yang melibatkan semua lini.

“Capaian kita luar biasanya vaksinasi 17.600 perhari. Karena target kita 2023 ini biar sesuai komitemen bersama 7,3 juta dosis. Vaksin ini satu-satunya cara untuk mengendalian selain pengobatan. Vaksin ini targetnya 90% dari populasi yang ada, 10,4 juta ekor sapi, kambing, domba, dan babi. Target kita vaksin 100%, karena saat ini vaksinya tersedia, tinggal bagaimana kita memanajemen waktu, tinggal menyelesaikan yang 10,4 juta ini,” tandasnya.

Dia juga menandaskan bahwa dengan penyelesaian vaksinasi PMK ini, maka Jatim bisa bebas tanpa vaksinasi pada 2023 hingga 2035.  Lebih lanjut dia menandaskan bahwa perkembangan PMK setelah dilakukan vaksinasi selama setahun terakhir menunjukkan adanya penurunan angka PMK yang sangat signifikan.

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Jatim menunjukkan per Agustus kemarin sudah tidak ditemukan lagi kasus PMK di Jatim. Selain tidak ada kasus baru yang ditemukan, juga sudah tidak ada sapi yang sakit, artinya semua sapi sudah dinyatakan sembuh dari PMK. Demikian juga dengan kematian dan potong paksa juga tidak ada.

Selama PMK, Pemprov Jatim melalui Dinas Peternakan juga memberikan berbagai kompensasi pada peternak. Diantaranya dengan pemberian kompensasi kematian ternak dan potong paksa bersyarat akibat PMK sebanyak 3.464 ekor hewan ternak yang terdiri dari 3.429 ekor sapi dan 35 ekor kambing. Total nilai yang sudah dikucurkan dalam kompensasi ini mencapai Rp 32,9 miliar.

Selain itu, juga memberikan bantuan pakan ternak berupa konsentrat untuk 72.450 ekor sapi perah terdampak PMK dengan total mencapai 3.622 ton pakan. Dinas Peternakan juga memberikan kawin suntik gratis atau inseminasi buatan untuk 1,9 juta akseptor. Kemudian juga memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan alokasi anggaran hingga Rp 6,2 triliun. Diantaranya diberikan pada 144.646 debitur pada 2022 atau sebanyak Rp 5,2 triliun, dan pada 2023 ada 26.098 debitur yang mencapai Rp 1,1 triliun.

Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Malang, Eko Wahyu Widodo, mengatakan bahwa dari 20 ribu kasus PMK yang terjadi, tingkat kesembuhan setelah vaksinasi mencapai 96%. Bahkan saat ini sudah tidak ada kasus sama sekali. “Kalau kemarin merah itu karena ada satu sapi dekat Pasuuran di Lawang tapi sekarang sudah sembuh, sudah 0 %,” tandasnya.

Eko mengatakan untuk vaksinasi di Kabupaten Malang merupakan yang terbanyak di Jatim. Total yang sudah tervaksin mencapai 356.000 ekor hewan ternak dengan prosentase dari populasi mencapai 23 %.  “Tapi dalam dua pekan ini akan kami upayakan untuk menambahan 30-40 ribu dalan dua bulan. Kami siap perhari 1.500 (vaksinasi) yang khusus sapi perah saja untuk Pujon, Ngatang, Kasembon, ditambah Jabung 50.000 akan kami selesaikan dalam waktu 3 bulan,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Anung Wibowo, koordinator vaksinastor wilayah Kecamatan Pujon mengatakan untuk tim di kecamatan Pujon dalam satu hari rata-rata bisa melakukan vaksinasi hingga 1.000 dosis. Anung mengaku ada 10 tim di bawah koordinasinya, satu tim rata-rata terdiri dari 5 orang.

Dia menceritakan salah satu tantangan dalam vaksinasi adalah saat musim hujan karena medan yang licin. Kemudian juga pada awal-awal vaksinasi banyak peternak yang menolak dengan berbagai alasan. “Peternak sudah mulai sadar pentingnya vaksinasi, awalnya ada penolakan dan karena perjalanan waktu malah mereka minta divaksin,” katanya.

Dia menandaskan, Vaksinasi di wilayah Pujon sudah mencapai 90%. “Tahap ini balik ke nol lagi, pengulangan lagi untuk booster pertama dan ini kedua. Jadi sudah 4 kali vaksin, sampai nanti dinyatakan bebas,” tuturnya.

Munir Khan, peternak di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, mengatakan selama PMK melanda, berbagai upaya dilakukan peternak supaya sapi-sapi yang terjangkit PMK bisa sembuh. Diantaranya dengan ramuan-ramuan tradisional, makanan tambahan, hingga obat-obatan.

“Di sini, seluruh sapi terjangkit PMK, tidak ada yang tidak. Bahkan ada warga yang sudah menutup rapat kandangnya dengan terpal untuk menghalau PMK, tapi tetap saja akhirnya sapi itu terserang juga,” kata Munir, saat ditemui di tempat produksi keju mozarela di Dusun Brau, Rabu (30/8/2023) lalu.

Menurut Munir, kondisi sapi baru membaik setelah ada vaksinasi dari pemerintah. Awalnya, vaksin pertama masih belum menunjukkan dampak signifikan, namun setelah mendapatkan vaksin kedua, kondisi sapi-sapi mulai membaik. “Dampak dari vaksin juga luar biasa. Dari sapi yang cepat sembuh dan imunitasnya juga baik. Sebelum ada vaksin itu memang kita masih jamu-jamuan, dan bahkan betadine dan lainnya kita seprotkan, mudah-mudahan  PMK ini tidak kambuh lagi,” katanya sambil menyebutkan kalau saat ini di desanya sudah tidak ada lagi kasus PMK.

Hariyanto, peternak sekaligus Ketua I Koperasi SAE Pujon, juga mengakui dampak dari vaksinasi terhadap sapi ternaknya. Meski sempat kehilangan 5 pedet yang mati akibat PKM, namun 17 indukan berhasil diselamatkan. Adanya vaksinasi membawa dampak peningkatan imunitas sapi sehingga kondisi yang awalnya terserang PMK semakin membaik dan sembuh.

Dia menceritakan, kejadian PMK awalnya di Pujon Kidul yang kemudian menyebar ke daerah lainya. Meski kandang milik Hariyanto jauh dari peternak lainnya, namun tetap saja PMK menyerang sapi-sapinya. “Kira kira 3 minggu berikutnya kena satu dan kemudian langsung semuanya. Kita tidak ada kontak tapi informasi teorinya virus ini bisa dibawa angin, sehingga sapi ini kena maka kena semua dan itu cepat, kena satu lainnya bisa kena dalam selisih jam sampai hari tergantung daya tubuh masing-masing,” ceritanya.

Langkah awal yang dilakukan selain memberikan ramuan jamu-jamuan, juga diberikan suntikan antibiotic, vitamin dan anti radang. Hariyanto mengaku, begitu ada kasus PMK maka langsung berkoordinasi dengan pemerintah, sehingga langsung ada tindakan.

Kemudian, pemerintah melakukan vaksinasi PMK, namun untuk vaksin di awal belum memberikan pengaruh besar. Dampak vaksin baru bisa dirasakan para peternak setelah ada vaksin kedua, di mana kondisi sapi-sapi mereka mulai membaik, hingga akhirnya sembuh. “Meski sampai saat ini masih belum pulih sepenuhnya, namun sudah tidak sakit lagi, sapi sudah sembuh dan tidak ada kasus PMK,” tandasnya.

Amar Saifudin, peternak asal Lamongan, mengatakan bahwa saat ini sudah tidak ada keluhan soal PMK, artinya PMK sudah tidak ada lagi. Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jatim ini menandaskan, bahwa sebenarnya vaksinasi yang dilakukan pemerintah bisa terbilang lambat. Namun, kelambatan vaksinasi itu lebih disebabkan karena stok yang dulu tidak ada dan harus impor.

Dia mengakui, vaksinasi memberikan dampak yang cukup signifikan dalam pengendalian dan penanganan penyebaran PMK di Jatim. Terlihat, saat ini kasus PMK di Jatim mampu terselesaikan dengan waktu yang relative singkat.

Namun demikian, dia tetap saja memberikan koreksi. Menurutnya, seharusnya vaksinasi pemerintah ini tidak hanya diberikan saat ada kasus saja, sebab vaksin itu sebenarnya adalah upaya pencegahan bukan pengobatan. Dia juga meminta pada pemerintah, khususnya Dinas Peternakan untuk memberikan menyuluhan supaya para pertenak sapi tidak jera untuk kembali beternak.

“Khususnya peternak kecil, missal satu keluarga pinjam KUR untuk beli sapi, terus punya satu dua ekor, kena PMK, mengembalikannya susah. Memang pemerintah memberikan kompensasi Rp 10 juta per ekor itu melalui mekanisme pelaporan ke Disnak masing-masing kota, tapi kalau gak lapor ya gak dapat ganti. Peternak tidak ngerti dan dinas kurang menjangkau,” tandasnya.

Amar mengharapkan pemeritah harus tetap siaga vaksin, sehingga sewaktu waktu PMK mewabah kembali sudah ada persiapannya. Tidak seperti kemarin, karena darurat maka banyak sapi mati dan kesiapan tidak ada.

Dia juga mengharapkan asuransi sapi tidak hanya diberikan pada sapi betina saja, tapi juga pada sapi jantan. Sejauh ini pemerintah melarang melarang penyembilahan sapi betina, tapi sebagian besar peternak kecil enggan beternak betina karena keuntungan lama dan memilih beternak sapi jantan, tapi ini tidak ada asuransinya.

“Sekarang ini kalau mau proteksi peternak, pemeritah harus berhati-hati dalam impor daging dan sapi apakah bakalan atau daging, terlebih untuk menghindari impor dari negra yang belum bebas PMK, selama pemerintah impor dan dari negra bebas PMK gak papa, kalau tidak mengkhawatirkan jangka panjang dan bisa muncul kembali,” pungkasnya. (*)

Reporter : Lutfiyu Handi | Editor : Widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.