20 April 2025

Get In Touch

Tindaklanjuti Usulan Hak Angket dan Interpelasi Bupati Blitar, Pimpinan DPRD Studi Banding ke Jember

Perwakilan Fraksi PDIP dan PAN menyerahkan surat usulan Hak Angket dan Interpelasi Bupati Blitar pada pimpinan DPRD Kab Blitar
Perwakilan Fraksi PDIP dan PAN menyerahkan surat usulan Hak Angket dan Interpelasi Bupati Blitar pada pimpinan DPRD Kab Blitar

BLITAR (Lenteratoday) - Setelah surat usulan Pansus Hak Angket dan Interpelasi Bupati Blitar sudah diterima pimpinan DPRD, kini dibahas dan akan dilakukan studi banding ke Kabupaten Jember.

Surat usulan Pansus Hak Angket sewa rumah dinas Wabup Blitar, serta Interpelasi terkait Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID) secara resmi diserahkan serta diterima oleh pimpinan DPRD Kabupaten Blitar pada, Senin (30/10/2023) kemarin. Penyerahan dilakukan oleh 2 fraksi, dimana Fraksi PAN penginisiasi Hak Angket sewa rumah dinas Wabup Blitar dan Fraksi PDIP pengusul Interpelasi TP2ID.

Disampaikan juru bicara Fraksi PAN DPRD Kabupaten Blitar, M Anshori kalau surat usulan Pansus Hak Angket dan Interpelasi sudah ditandatangani dan diserahkan pada pimpinan DPRD Kabupaten Blitar, Senin(30/10/2023). "Yang menyerahkan perwakilan dari Fraksi PAN dan Fraksi PDIP, diterima oleh jajaran Wakil Ketua DPRD Ibu Susi Narulita, Pak Ahmad Rifai dan Pak Mujib. Karena pak ketua, sedang ada agenda kegiatan diluar," ujar Anshori, Rabu (1/11/2023).

Syarat formil pengajuan Pansus Hak Angket dan Interpelasi sudah terpenuhi, yakni diajukan oleh minimal 7 orang anggota DPRD dari 2 fraksi berbeda. "Alhamdulilah yang sudah tandatangan 26 orang dari Fraksi PDIP 19 orang dan Fraksi PAN 7 orang. Untuk Fraksi GPN infonya menyusul, sedangkan Fraksi Golkar - Demokrat belum ada keputusan dan Fraksi PKB infonya menolak," jelas pria yang juga menjabat Sekretaris DPD PAN Kabupaten Blitar ini.

Seperti diberitakan sebelumnya usulan Pansus Hak Angket yakni hak DPRD untuk menyelidiki terhadap kebijakan pemkab ini mencuat, setelah terungkap sewa rumah dinas Wabup Blitar yang disewa oleh Pemkab Blitar melalui Bagian Umum, senilai Rp 490 juta selama 20 bulan sejak Mei 2021 - Desember 2022 adalah rumah Bupati Blitar, Rini Syarifah di Jl. Rinjani No 1, Kota Blitar.

Sedangkan Hak Interpelasi atau hak meminta keterangan pada pemkab terkait kebijakan ini muncul, karena kengototan Bupati Rini mempertahankan dan menolak pembubaran TP2ID. Padahal pembubaran ini aspirasi dari 4 fraksi di DPRD Kabupaten Blitar, dengan alasan tidak jelas kinerjanya, diduga ajang KKN karena kakak kandung Bupati Rini sebagai penanggungjawab dan mengintervensi OPD terkait anggaran, proyek serta mutasi ASN.

Secara terpisah Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Suwito ketika dikonfirmasi mengenai surat usulan Hak Angket dan Interpelasi Bupati Blitar mengatakan surat sudah diterima dan sedang dalam pembahasan oleh pimpinan. "Benar, surat usulan Pansus Hak Angket dan Interpelasi sudah diterima pimpinan dan dalam pembahasan," kata Suwito.

Politisi dari PDIP ini menerangkan saat ini pimpinan membahas lebih dalam, untuk mengkaji bobot masalah yang diusulkan dibentuk Pansus Hak Angket dan Interpelasi. "Substansi masalahnya menarik, tapi jangan sampai cacat proses dan harus sesuai Tatib DPRD. Termasuk materi, pengusul dan lainnya. Sehingga sampai di Banmus, sudah berbicara penentuan Paripurna," terangnya.

Karena ditegaskan Suwito hanya melalui Hak Angket dan Interpelasi saja, DPRD bisa memanggil Bupati dan Wakil Bupati Blitar. "Ini tidak bisa dilakukam oleh komisi di DPRD, untuk meminta penjelasan agar masalah ini terang benderang," tegasnya.

Bahkan untuk menunjukkan keseriusan dalam mengkaji dan mendalami usulan Hak Angket dan Interpelasi ini, pimpinan DPRD akan belajar atau studi banding ke DPRD Kabupaten Jember. "Karena memang disana pernah menggulirkan Hak Angket dan Interpelasi pada bupatinya," imbuh Suwito.

Seperti diketahui kalau pada 2020 lalu, DPRD Kabupaten Jember menggunkan 3 hak nya, yaitu Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat terhadap Bupati Jember, Faida hingga berujung pemakzulan. Karena bupati perempuan pertama di Jember tersebut, dinilai telah melanggar sumpah jabatan dan melanggar peraturan perundang-undangan. Terkait banyak hal, seperti mutasi jabatan dan mengelola anggaran tanpa melibatkan DPRD. (*)

Reporter : Arief Sukaputra | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.