
SURABAYA (Lenteratoday)- The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan 21 Februari sebagai Hari Ibu Internasional. Peringatan ini erat kaitannya terhadap pengakuan internasional atas Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh.
Menanggapi hal itu, Guru Besar Ilmu Etnolinguistik Fakultas Ilmu Budaya Unair, Prof Dr Dra Ni Wayan Sartini M Hum menjelaskan, gagasan peringatan Hari Ibu Internasional bermula dari Bangladesh karena adanya permasalahan antara Pakistan Barat (sekarang Pakistan) dan Pakistan Timur (sekarang Bangladesh).
“Pada 1948 pemerintah Pakistan mendeklarasikan bahasa Urdu sebagai satu-satunya bahasa nasional Pakistan. Hal itu menyebabkan rakyat Pakistan Timur protes,” jelas Prof Wayan, Rabu (21/2/2024).
Menurut Prof Wayan, hal tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa pertumpahan darah antara Pakistan Timur dan Barat. Hingga akhirnya, tanggal 21 Februari ditetapkan sebagai Bahasa Ibu Internasional untuk memeringati kejadian tersebut.
Prof Wayan menuturkan, bahasa ibu memiliki posisi yang sangat penting pada manusia. Hal ini karena bahasa ibu membentuk dasar pemahaman, konsep dasar, dan emosi kultural seseorang.
“Bahasa ibu memainkan peranan yang sangat penting dalam memperkuat hubungan antara individu dengan keluarga dan komunitas mereka,” tuturnya.
Selain itu, ia juga mengungkapkan, bahasa ibu adalah alat utama untuk berkomunikasi, berbagi cerita, dan membangun ikatan emosional kuat dengan keluarga dan teman sebaya. "Bahasa ibu ini merupakan bagian identitas kultural yang berkaitan dengan budaya mereka," tambahnya.
Prof Wayan memaparkan, salah satu fungsi utama dalam momentum peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah untuk mengingatkan terkait pentingnya pelestarian bahasa ibu.
Sayangnya, dalam lingkungan yang terhubung secara global melalui globalisme, bahasa ibu seringkali mendapat tantangan eksistensial.
“Tantangan yang harus dihadapi adalah globalisasi, modernisasi, dan dominasi bahasa nasional. Namun, meskipun ada berbagai tantangan, kesadaran mengenai pentingnya pelestarian bahasa ibu juga meningkat di Indonesia,” ucapnya.
Meski demikian, Prof Wayan menekankan bahwa melestarikan bahasa ibu berarti mempertahankan hubungan dengan sejarah nenek moyang. "Karena bahasa ibu merupakan gerbang terakhir warisan budaya dan kearifan lokal," tukasnya.
Reporter: Amanah Nur Asiah (mg)/Editor:widyawati