09 April 2025

Get In Touch

AS Mendakwa Pemimpin Yakuza atas Jual Beli Bahan Nuklir

Takeshi Ebisawa berpose dengan peluncur roket selama pertemuan dengan informan dan dua petugas polisi Denmark yang menyamar di sebuah gudang di Kopenhagen, Denmark (3/02/2021), dalam foto yang diambil dari pengaduan kriminal Drug Enforcement Administration
Takeshi Ebisawa berpose dengan peluncur roket selama pertemuan dengan informan dan dua petugas polisi Denmark yang menyamar di sebuah gudang di Kopenhagen, Denmark (3/02/2021), dalam foto yang diambil dari pengaduan kriminal Drug Enforcement Administration

NEW YORK (Lenteratoday) - Pihak berwenang Amerika Serikat mengatakan pada hari Rabu (21/02/2024) bahwa mereka telah mendakwa seorang kriminal yakuza Jepang dengan tuduhan mengelola bahan nuklir yang bersumber dari Myanmar dan berusaha menjualnya untuk mendanai transaksi senjata ilegal.

Menurut surat dakwaan pengganti yang tidak disegel di pengadilan Manhattan, pemimpin yakuza, Takeshi Ebisawa, dan rekan terdakwa Somphop Singhasiri sebelumnya telah didakwa pada bulan April 2022 atas tuduhan perdagangan narkoba dan pelanggaran senjata api, dan keduanya telah dipenjara.

"Terdakwa dituduh bersekongkol menjual bahan nuklir kelas senjata dan narkotika mematikan dari Burma, Myanmar, dan membeli persenjataan militer atas nama kelompok pemberontak bersenjata," kata Asisten Jaksa Agung Matthew Olsen dari Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (22/02/2024).

"Sangat mengerikan membayangkan konsekuensinya jika upaya ini berhasil dan Departemen Kehakiman akan meminta pertanggungjawaban dari mereka yang memperdagangkan bahan-bahan tersebut dan mengancam keamanan nasional AS dan stabilitas internasional."

Persenjataan militer yang akan menjadi bagian dari kesepakatan senjata itu termasuk rudal darat-ke-udara, demikian menurut dakwaan.

Jaksa menuduh bahwa Ebisawa dengan sengaja memindahkan bahan yang mengandung uranium dan plutonium tingkat senjata, bersama dengan narkoba, dari Myanmar.

Sejak tahun 2020, Ebisawa mengaku kepada petugas yang menyamar bahwa ia memiliki akses ke sejumlah besar bahan nuklir yang ingin ia jual, memberikan foto-foto bahan di samping alat pencatat radiasi Geiger.

Selama operasi penyamaran yang melibatkan agen, pihak berwenang Thailand membantu para penyelidik AS untuk menyita dua bahan bubuk berwarna kuning yang oleh terdakwa dinamai "yellowcake."

"Laboratorium AS menetapkan bahwa komposisi isotop dari plutonium yang ditemukan dalam sampel nuklir tersebut adalah kelas senjata, yang berarti bahwa plutonium tersebut, jika diproduksi dalam jumlah yang cukup, akan sesuai untuk digunakan dalam senjata nuklir," kata Departemen Kehakiman dalam pernyataannya.

Salah satu rekan komplotan Ebisawa mengklaim bahwa mereka "telah menyediakan lebih dari 2.000 kg Thorium-232 dan lebih dari 100 kg uranium dalam bentuk senyawa U3O8 - mengacu pada senyawa uranium yang biasa ditemukan dalam bubuk konsentrat uranium yang dikenal sebagai yellowcake".

Surat dakwaan tersebut menyatakan bahwa Ebisawa telah memberikan hasil penjualan bahan nuklir tersebut untuk mendanai pembelian senjata atas nama kelompok pemberontak etnis yang tidak disebutkan namanya di Myanmar.

Ebisawa menghadapi hukuman minimum wajib 25 tahun penjara karena berusaha memperoleh rudal darat-ke-udara, dan hingga 20 tahun penjara untuk perdagangan bahan nuklir internasional.

Jaksa penuntut menggambarkan Ebisawa sebagai pemimpin sindikat kejahatan terorganisir Yakuza, jaringan kriminal transnasional Jepang yang sangat terorganisir yang beroperasi di seluruh dunia, dan kegiatan kriminalnya termasuk perdagangan narkotika dan senjata berskala besar. Tidak ada tanggal yang diberikan untuk persidangan. (*)

Sumber: Channel News Asia
Penerjemah: Lambang (mk) | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.