
Surabaya - DPRD Kota Surabaya Kembali dibikin geram oleh pihak pengembang wisata bukit mas. Pasalnya setelah hasil hearing ke dua yang dilakukan Kamis (25/6/2020) tak menemui titik terang. Karena rekomendasi yang diberikan DPRD Kota Surabaya tak diindahkan oleh Pihak Pengembang.
Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Pertiwi Ayu Krisna mengatakan bahwasanya pihak pengembang tetap bersikukuh tidak memperbolehkan warga terkait renovasi rumah, apabila warga tidak membayar lunas iuran pengelolaan lingkungan (IPL).
“Pengembang di Surabaya banyak, tapi tidak senakal ini. Maunya dilunaskan IPL-nya. Sedangkan Fasum dan fasos sudah masuk pembanganunan 80 %. Harusnya sudah diserahkan ke pemerintah kota,” ujarnya, saat diwawanacarai, Kamis (25/6/2020).
Ayu mengatakan, Komisi A meminta kepada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang untuk melakukan penundaan segala sesuatu yang berhubungan dengan perizinan yang akan dikeluarkan oleh pengembang Sinar Mas Land. “Untuk sementara waktu kami minta penundaan pengeluaran perizinan kepada pengembang,” ujarnya.
Ayu menegaskan jika dalam aturan Perwali no 14 tahun 2016, telah menyebutkan bahwasanya fasum dan fasos akan diberikan kepada pemerintah kota Surabaya jika pembangunan mencapai 75-95%.
“Saya minta besok sudah diberikan kepada pemerintah kota Surabaya. Karena pembangunan sudah mencapai 80%, kan sudah diberikan. Enggak usah sampai 90 persen kelamaan. Kalau mau mendirikan negara diatas negara jangan di Surabaya,” tegasnya.
Anggota Komisi A, Camelia Habiba mengatakan kalau pengembang tetap merasa kukuh dengan pendapatnya, maka dari DPRD juga tidak akan pernah mengalah sebab ini sudah merugikan warga.
“Karena memang sebenarya IPL itu tidak ada, itu hanya dimanfaatkan oleh pengembang. Yang ada adalah swadaya masyarakat yang disepekati bersama. Jika pengembang molor fasum fasos bisa masuk pidana. Pemkot sudah bersurat tapi tidak ada tanggapan. Maka kami minta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang untuk tidak mengeluarkan surat izin kepada pengembang,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni mengatakan kalau memang dalam surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sudah diatur besaran IPL. Tapi tidak jelaskan bahwa terdapat peningkatan IPL setiap tahun.
“Sumber persoalan pengembang menarikan IPL tanpa pengetahuan RT/RW diduga memeras warga. Saya kira VOC sudah pergi tetapi masih ada dengan menggunakan sistem yang lain.,” katanya.
Sementara itu, dari pihak pengembang Sinar Mas Land, mengatakan tetap melakukan peneggakan peraturan. Apabila warga tidak membayar IPL dengan lunas.
“Mohon izin Bu, kami tetap tidak bisa melakukan karena memang kalau warga tidak memberi kewajiban tidak perbolehkan merenovasi,” ujar Imanuel selaku Manager Sinar Mas Land.
Semantara itu, pengacara masyarakat warga bukit mas mengatakan merasa setuju dengan pendapat yang diberikan oleh DPRD Kota Surabaya. Sebab seperti yang diketahui rapat berjalan sangat alot.
“Kami upayakan sebaik-baiknya. Karena kami sudah mendapat dukungan dari DPRD Surabaya. Seharunya kalau memang sudah dipanggil mestinya bisa menemukan titik tengah. Ini berjalan alot kami tidak akan menyerah,” jelasnya. (ard)