
SURABAYA (Lenteratoday) -AstraZeneca menarik vaksin Covid-19 buatannya yang telah beredar dan dijual di seluruh dunia. Namun perusahaan itu menegaskan bahwa penarikan itu, tidak terkait dengan kasus hukum yang menjerat mereka di Pengadilan Inggris.
Menanggapi hal itu, Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Dr Septi Ariadi Drs MA mengungkapkan bahwa kabar penarikan vaksin AstraZeneca sebenarnya sudah beredar sejak lama, tetapi menjadi topik hangat saat ini.
Menurutnya, penarikan vaksin tersebut bukan tanpa alasan, tentu saja ada banyak faktor yang melatarbelakanginya. Namun, cara pemerintah yang terkesan sporadis dalam menyampaikan informasi dan melakukan penarikan dapat memicu kecemasan publik.
"Meskipun kasus COVID-19 menunjukkan penurunan, penarikan tersebut menyebabkan kecemasan dan kekhawatiran. Terutama bagi mereka yang telah merasakan manfaat AstraZeneca, khususnya yang belum menyelesaikan vaksinasi lanjutan," ucapnya, Rabu (15/5/2024).
Di sisi lain, Septi menyebut, masyarakat kelas bawah dengan segala keterbatasan terhadap sumber daya kesehatan akan semakin termarjinalisasi. “Penarikan vaksin dapat memperburuk situasi dan mempersulit mereka untuk mendapatkan perlindungan yang memadai dari COVID-19,” sebutnya.
Meski demikian, tak tertutup kemungkinan respons ketakutan terhadap efek samping AstraZeneca dirasakan oleh sebagian besar pihak. Walaupun para ahli dan otoritas kesehatan telah menekankan bahwa risiko efek samping serius dari vaksin AstraZeneca masih tergolong rendah, beberapa individu tetap merasa khawatir terhadap kemungkinan terkena komplikasi yang jarang terjadi.
Untuk itu, Septi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memberikan penjelasan yang akurat, transparans, dan komprehensif mengenai alasan penarikan vaksin AstraZeneca. Komunikasi secara efektif mampu mengurangi kekhawatiran publik serta membangun kepercayaan terhadap program vaksinasi nasional.
“Pemerintah harus terbuka kepada publik. Mulai apa efek samping AstraZeneca, bagaimana efektivitasnya, apa kegunaannya, apa dampak minimal yang ditimbulkan. Semuanya harus disosialisasikan. Tidak hanya bersinergi dengan tenaga kesehatan, tetapi juga media massa,” ucapnya.
Ia pun menghubungkan fenomena ini dengan salah satu teori Sosiologi Kesehatan, yakni Prevention Action. Saat dihadapkan pada informasi tentang suatu tindakan pencegahan kesehatan, seperti vaksin, individu akan menimbang risiko dan manfaat yang terkait dengan tindakan tersebut.
Penggiat keilmuan Sosiologi Kesehatan ini juga mengatakan, beberapa orang mungkin memutuskan untuk tetap menggunakan vaksin itu karena merasa manfaatnya lebih besar daripada risikonya, sementara yang lain memilih untuk menggunakan vaksin merk lain. Bahkan, ekstrimnya tidak melakukan vaksinasi sama sekali.
"Dengan demikian, fenomena penarikan vaksin AstraZeneca menunjukkan kompleksitas dari berbagai sektor. Pemerintah dan otoritas kesehatan perlu memberikan informasi yang akurat, transparan, dan mudah dipahami tentang alasan penarikan vaksin, risiko dan manfaat vaksin, serta langkah selanjutnya," tukasnya.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH