22 April 2025

Get In Touch

Pemahaman Covid-19 Masih Rendah, DPRD Sidoarjo Minta Krisis Komunikasi Diminimalisir

Pemahaman Covid-19 Masih Rendah, DPRD Sidoarjo Minta Krisis Komunikasi Diminimalisir

Sidoarjo- Pemahaman masyarakat terkait virus Covid-19, terutama mengenai tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan masih rendah. Melihat hal itu, DPRD Sidoarjo mendorong edukasi secara terus menerus.

Selain itu krisis komunikasi yang muncul akibat 'selegenje' data hingga perdebatan kebijakan harus diminimalisir. Hal ini diperlukan agar tidak memicu kebingungan masyarakat.

Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo Bambang Pudjianto mengatakan, saat inu masih banyak orang bergerombol di pinggir jalan raya setelah bersepeda tanpa menjaga jarak. Bahkan restoran, kafe, pusat perbelanjaan, hingga salon mulai kebanjiran pengunjung yang sering kali mengabaikan protokol kesehatan.

"Jika sudah begini, pemerintah bisa apa? Teguran dan segala ancaman yang disampaikan agaknya tidak mempan untuk mengatur warga yang ngeyel "ujarnya Junat (10/7/2020).

Dikatakannya, New Normal seringkali disalah artikan oleh masyarakat. Padahal tahap ini sebenarnya merujuk pada situasi baru yang membentuk kebiasaan baru dengan mendorong setiap orang menerima keadaan tidak biasa menjadi hal biasa. Dalam kaitannya dengan Covid-19, new normal merujuk pada kebiasaan baru yang dirasa tidak nyaman, namun harus dibuat nyaman demi keberlangsungan kehidupan.

"Seperti belajar secara online di rumah, bekerja dari rumah, serta menahan diri tidak pelesiran selama wabah Covid-19 belum reda. Meski tidak nyaman, semua ini dilakukan untuk menjaga diri dari risiko penularan penyakit yang belum ditemukan obatnya tersebut " ujarnya.

Sayangnya intisari new normal yang dimaksud sepertinya belum sepenuhnya dipahami masyarakat Indonesia tak terkecuali warga Sidoarjo. Jika dicermati, masih banyak orang yang tidak mematuhi imbauan pemerintah di era new normal.

Menurutnya, ini menunjukkan ketidaksiapan pemerintah menghadapi krisis sebagai dampak pandemi Covid-19. Padahal, pola komunikasi krisis di tengah bencana harus dilakukan dengan cermat agar tidak menimbulkan krisis lain, yakni krisis komunikasi.

Perdebatan kebijakan, jumlah kasus yang tidak jelas, hingga stigma soal pasien Covid-19 menunjukkan kegagalan pemerintah menciptakan pola komunikasi krisis yang baik.

Anggota DPRD dari fraksi partai gerindra ini juga menambahkan, etika komunikasi empati juga bisa diterapkan pemerintah di tengah pandemi Covid-19 untuk menjangkau masyarakat, termasuk dengan memanfaatkan media sosial. Tidak dapat dipungkiri, media sosial seperti Twitter dan Instagram menjadi sarana komunikasi yang cukup efektif di era digital.

"Pada akhirnya, kerja keras pemerintah Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19 sampai sejauh ini tetap patut diacungi jempol. Banyak pelajaran penting dan berharga dari Covid-19 yang dikategorikan sebagai bencana non-alam. Virus corona penyebab Covid-19 memang sangat cepat menyebar hingga menyebabkan kepanikan," katanya.

Menurutnya, empati, kejujuran, serta keadilan, menjadi kunci komunikasi krisis untuk menciptakan kerja sama yang harmonis antara pemerintah dan rakyat dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19.

Untuk diketahui, per 9 Juli kasus terkonfirmasi positif corona telah mencapai angka 70.736 pasien secara nasional.
Di Sidoarjo sendiri peningkat pasien Covid-19 juga makin massif dalam penerapan New Normal, data terbaru pasien Covid 19 di Sidoarjo pada tanggal 9 Juli 2020 pasien Confirm 2280, PDP 880 orang, ODP 1466 orang. Dikabarakan jumlah yang meninggal 132 orang dan sembuh 431 orang.(pin)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.