10 April 2025

Get In Touch

Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara di Kasus Pengadaan Pesawat Garuda

ARSIP: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menunda sidang perdana pemeriksaan saksi perkara mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar (Kompas)
ARSIP: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menunda sidang perdana pemeriksaan saksi perkara mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar (Kompas)

JAKARTA (Lenteratoday) -Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menuntut delapan tahun penjara kepada mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar.

Emirsyah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ (Canadair Regional Jet)-1000 dan ATR 72-600 di Maskapai Garuda Indonesia.

Eks Dirut Garuda Indonesia itu disebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun,” kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024).

Selain pidana badan, Emirsyah Satar juga dituntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan. Tak hanya itu, eks Dirut Garuda ini juga dituntut pidana uang pengganti sebesar 86.367.019 dollar Amerika Serikat (USD) subsider 4 tahun bui.

Dalam perkara ini, mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo juga menjadi terdakwa.

Soetikno dijatuhi pidana enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Ia turut dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar USD 1.666.667,46 dan 4.344.363,19 Uni Eropa (EURO).

Ini merupakan perkara kedua yang menjerat eks Dirut Garuda Indonesia itu. Dalam perkara pertama, Emirsyah Satar terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.

Pihak Emirsyah Satar menilai, perkara yang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) ini melanggar asas kesamaan objek perkara atau ne bis in idem. Pasalnya, objek perkara yang tengah adili itu diklaim sudah pernah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Berdasarkan fakta persidangan harusnya perkara ini nebis, fakta-fakta yang dihadirkan jaksa sekarang ini sudah terungkap dan diperiksa oleh hakim dalam persidangan tahun 2020-2021," kata Monang.

"Yaitu fakta tentang pengadaan pesawat Bombardier & ATR dan fakta tentang operasional kedua pesawat tersebut mengalami kerugian," ucapnya.

Namun, argumentasi ini tidak diterima oleh majelis hakim dalam putusan sela. Kala itu, kubu Emirsyah mengajukan keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan jaksa. Mereka menilai, perkara yang diusut Kejagung ini sama persis dengan yang pernah dibongkar oleh KPK.

Akan tetapi, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh berpandangan, keberatan kubu petinggi Garuda Indonesia soal perkara kedua yang menjerat Emirsyah Satar sama dengan yang sebelumnya haruslah dibuktikan di muka persidangan.

"Majelis hakim berpendapat bahwa untuk mengetahui apakah surat dakwaan dalam perkara terdakwa Emirsyah Satar melanggar asas ne bis in idem ataukah tidak, maka harus dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkaranya di persidangan," kata Hakim Rianto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 6 November 2023.

"Sehingga, oleh karenanya keberatan pada kuasa hukum terdakwa harus dinyatakan tidak dapat diterima," kata Hakim Rianto.

Dengan demikian, Hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan surat dakwaan terhadap bekas petinggi Garuda Indonesia itu berbeda dengan perkara pertama yang diusut oleh KPK.

"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Emirsyah Satar berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut," kata Hakim Rianto.

Berdasarkan surat dakwaan, penyelewengan yang dilakukan Emirsyah Satar diduga terjadi sejak perencanaan hingga pengoperasian pesawat Udara Sub- 100 Seaters pada CRJ-1000 dan Turbo Propeller pada ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari 2011-2021.

Sebagai informasi, obiek perkara yang pernah diusut oleh Komisi Antirasuah adalah pemberian suap terhadap Emirsyah Satar dalam dalam pengadaan Pesawat Airbus A.330 series, Pesawat Airbus A.320, Pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG serta pembelian dan perawatan mesin (engine) Roll- Royce Trent 700.

Dalam perkara suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus Garuda Indonesia, Emirsyah divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020.

Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti senilai 2.117.315,27 dollar Singapura subsider dua tahun kurungan penjara.

Eks Dirut Garuda Indonesia itu dinilai terbukti menerima uang berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing yang terdiri dari Rp 5.859.794.797, lalu 884.200 dollar Amerika Serikat, kemudian 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.

Uang itu diterimanya melalui pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo.

Uang tersebut digunakan untuk memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan PT Garuda Indonesia, yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, dan pengadaan pesawat Airbus A330-300/200. Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, Bombardier CRJ1000, dan ATR 72-600 (*)

Sumber: Kompas|Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.