
Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo mengutamakan tiga pendekatan dalam menangani permasalahan di Papua, yaitu pendekatan kesejahteraan, antropologis, dan evaluatif.
Pendekatan kesejahteraan menjadi pendekatan paling utama dalam menyelesaiakan persoalan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani menyatakan presiden melakukan pendekatan kesejahteraan dengan melakukan berbagai pembangunan.
“Problem Papua hari ini adalah soal kesejateraan, ditandai dengan Indeks Pembangunan Manusia di Papua Barat yang terendah,” ujar Jaleswari dalam Podcast dari Bina Graha yang dirilis Selasa (14/7/2020) di akun YouTube KSP.
Karena itu, pemerintah melakukan sejumlah kebijakan di Papua dan Papua Barat, seperti pembangunan ruas jalan Trans Papua, infrastruktur, BBM satu harga, dan mengambil alih atau divestasi 51 % saham PT Freeport Indonesia.
Dhani menjelaskan, selama ini masyarakat Papua merasakan perbedaan harga BBM dengan wilayah Jawa, Sumatera dan lainnya. Mereka harus membayar BBM sangat mahal dengan harga yang berlipat-lipat, berbeda dengan di Jawa dan sebagainya.
“Saya harus katakan, BBM satu harga bukan sekadar menaikan atau menurunkan harga, tapi menyiratkan bagaimana keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia terwujud,” tegas Jaleswari.
Menurutnya, pemerintah terus berfokus dalam meningkatkan kesejahteraan di Papua agar setara dengan wilayah lain di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah mengeluarkan sebuah regulasi berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Inpres ini sudah berakhir masa berlakunya pada 2019 dan akan diperbarui.
Intinya, lanjut Dhani, presiden mengamanatkan bahwa pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi lokal, infrastruktur, digitalisasi, tata kelola pemerintahan dan hukum, harus secara simultan dan paralel mendapatkan perhatian yang kontinyu.
“Kita tahu bahwa orang melihat masalah di Papua hanya mengenai HAM (Hak Asasi Manusia) soal kekerasan, tapi bagaimana pemenuhan hak dasar masyarakat Papua itu masih minim dan terus ditingkatkan,” ujarnya.
Adapun pencapaian Papua sudah mulai kelihatan hasilnya. Terbukti angka IPM dalam lima tahun terakhir sejak 2015 di Papua dan Papua Barat mengalami peningkatan.
Pada 2015, IPM Papua hanya 57,25. Kemudian, pada 2019 naik menjadi 60,84. Lalu, IPM Papua Barat pada 2015 berada pada angka 61,73, lalu naik menjadi 64,7 pada 2019. Selanjutnya, kata Jaleswari, pendekatan antropologis dilakukan dengan cara semua pembangunan di Papua harus melibatkan orang lokal. (fa)