
SURABAYA (Lenteratoday) - Keputusan terbaru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA sederajat masih menuai pro dan kontra.
Kebijakan bagian dari perubahan kurikulum K-13 menjadi Kurikulum Merdeka Belajar ini, dianggap perlu ditinjau lebih dalam berdasarkan kondisi riil pendidikan di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
Seperti disampaikan anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Mathur Khusairi yang mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan yang ada. Menurutnya, meskipun pemikiran Mendikbudristek jauh ke depan, perubahan kurikulum yang cepat harus disesuaikan dengan fakta dan kondisi masyarakat.
"Mendikbudristek kita ini pemikirannya jauh ke depan, mungkin terinspirasi oleh sistem pendidikan luar negeri. Namun, perubahan kurikulum yang cepat ini harus sesuai dengan fakta dan kondisi masyarakat kita. Saya pikir ini yang harus dibenahi terlebih dahulu," ungkap Mathur, Selasa(23/7/2024).
Politisi Partai Bulan Bintang tersebut mengingatkan agar kebijakan yang ada, jangan hanya berpihak pada sekolah-sekolah di perkotaan. Bagaimana dengan sekolah di pedesaan, apalagi yang swasta? Fasilitas, infrastruktur, dan kualitas SDM mereka sangat berbeda," imbuhnya.
Untuk itu, pria berdarah Madura itu menekankan pentingnya pemerataan akses dan kualitas pendidikan sebagai prioritas utama dalam kebijakan ini.
"Pemerataan akses dan kualitas pendidikan, harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan ini. Kebijakan penghapusan jurusan di SMA ini, bukan hanya tentang perubahan kurikulum tetapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh siswa di Indonesia," tegasnya.
Lebih lanjut, Mathur menyarankan agar pengarusutamaan pendidikan berbasis minat dan bakat seharusnya dimulai sejak Sekolah Dasar (SD). Menurutnya, jika tidak ada keselarasan dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah, kebijakan ini akan menimbulkan persoalan terkait kesiapan peserta didik dan sekolah.
"Pengarusutamaan pendidikan berbasis minat dan bakat seharusnya dimulai sejak Sekolah Dasar. Jika dari hulunya belum dibenahi, kebijakan ini akan sulit diimplementasikan di tingkat SMA," jelasnya.
Kami akan terus mengawal dan memberikan masukan konstruktif agar kebijakan pendidikan yang diambil benar-benar bermanfaat bagi seluruh siswa di Indonesia," pungkasnya.
Reporter: Pradhita/Editor: Ais