
KOLOM (Lenteratoday) -Bila saat ini banyak pihak kawatir tentang kemunduran kebudayaan, maka salah satu indikasi kemunduran itu adalah berkurangnya sopan santun yang merupakan bagian dari etika.
Kekawatiran mereka akan hal itu mungkin agak sedikit berkurang bila mereka menyempatkan diri berkunjung ke kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur, sekaligus menyempatkan diri melihat dan mengamati rumah Adat Sumba.
Struktur rumah Adat Sumba, terutama atap depan rumah sengaja dibuat sangat rendah. Siapa pun yang keluar masuk rumah harus menundukkan kepalanya dalam-dalam. Bila memaksa tetap mendongakkan kepala sangat mungkin matanya tercolok ujung atap yang terbuat dari alang-alang.
Secara simbolik, rendahnya atap rumah ini sebagai "praktek Adat". Memaksa siapa pun yang keluar masuk rumah harus menghormati rumah dan pemiliknya.
Karena praktek paksa menunduk ini dilakukan terus menerus, diharapkan praktek itu menjadi praksis dan menjadi bagian melekat bagi perilaku orang Sumba untuk menghormati, tak hanya rumahnya tetapi juga rumah orang lain: termasuk semua penghuni jagad raya ini.
Rumah memang menjadi tempat awal terjadinya pengajaran dan transisi dari adat, istiadat, tradisi dan bahasa. Rumah, elemen utama keberlanjutan kebudayaan (lokal). Rumah menjadi titik awal perkembangan keluarga selanjutnya.
Begitu pentingnya rumah bagi masyarakat Sumba, terlihat dari adanya ritual yang ketat sejak ide awal pendirian rumah hingga berlanjut pada pemilihan kayu tertentu sebagai empat pilar utama rumah. Lalu hutan tempat mencari kayu hingga padang untuk mencari alang-alang.
Empat pilar utama itu adalah tiang tanpa nama di sebelah kanan, tiang mama di belakang tiang mama dekat dengan kuali berisi air dan di sebelah kiri depan adalah tiang bapa dan di belakangnya adalah tiang anak. Pelanggaran atas hal itu harus mendapat denda Adat disertai upacara Adat.
Bagi banyak etnik di Indonesia rumah merupakan hal yang suci, pantang untuk berbuat buruk di dalam rumah. Sehingga tidak mengherankan bila kamar mandi dan WC yang dianggap sebagai tempat membuang kotoran ditempatkan di luar rumah.
Masyarakat Bali tidak hanya menempatkan kamar mandi dan WC di dalam rumah namun mereka juga tidak membangun kamar mandi dan WC yang dianggap tempat nista (kotor) itu pada arah Kaja atau Klod yang merupakan mata angin utama dalam kepercayaan mereka.
Bagi masyarakat Adat dan tradisional rumah merupakan ruang tempat pengembangan diri agar poenghuninya berdayaguna secara maksimal baik secara horizontal sekaligus vertikal.
Rumah Adat Sumba juga memiliki atap yang tinggi dan pada puncaknya di sisi kanan dan kiri terdapat dua tiang pendek. Di dalam atap itu beras serta berbagai benda berharga dan keramat disimpan.
Catatan menarik lain dari Rumah Adat dan rumah di Sumba adalah adanya kuburan (batu kubur) yang cukup besar dan mewah di halaman samping depan rumah.
Bentuk, ukuran dan materi batu kubur ini nilainya sering jauh lebih mahal daripada nilai rumah yang mereka tempati sehari-hari.
Melihat struktur dan lingkungan rumah Adat Sumba serta batu kuburnya, ini sebenarnya merupakan cerminan bahwa orientasi utama orang Sumba adalah kehidupan setelah kematian. Bukan kehidupan saat ini.
Salah satu caranya adalah berlaku sopan menghargai semua ciptaan Tuhan. Rumah Adat Sumba: titik awal orang menuju dunia selanjutnya...
Penulis: Wienarto Eko, wartawan senior, kini tinggal di Sumba|Editor: Arifin BH