
MALANG (Lenteratoday) - Tingkat kemiskinan di Kota Malang mencapai angka terendah, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, Umar Sjaifudin mengatakan jumlah penduduk miskin di Kota Malang turun dari 37,78 ribu jiwa pada Maret 2023 menjadi 34,84 ribu jiwa pada Maret 2024. Yang berarti persentase kemiskinan turun dari 4,26 persen menjadi 3,91 persen.
"Angka ini menjadikan Kota Malang sebagai kota dengan angka kemiskinan terendah kedua di Jawa Timur,” ujar Umar, Selasa(2/8/2024).
Umar menjelaskan penurunan angka kemiskinan ini didorong oleh beberapa faktor, salah satunya tersusunnya basis data melalui aplikasi Pendataan Kesejahteraan Sosial Kota Malang (PDKTSAM) yang menghasilkan data by name, by address, dan by need.
Menurutnya, basis data ini memungkinkan intervensi kemiskinan yang lebih tepat sasaran. Selain itu, keberhasilan pengendalian harga komoditas-komoditas pemicu inflasi juga berperan penting.
"Keberpihakan Pemkot Malang terhadap UMKM lokal, serta pelaku ekonomi kreatif dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah juga memainkan peran signifikan,” tambah Umar.
Meski begitu, Umar mengingatkan persoalan kemiskinan tidak hanya sekadar jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan yaitu, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Dimana indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, sementara indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
“Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Kota Malang tahun 2024, mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini bisa diartikan, bahwa kualitas kesejahteraan penduduk di Kota Malang sudah lebih baik,” jelasnya.
Terpisah, Penjabat (Pj) Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat turut memberikan apresiasi atas pencapaian ini. Wahyu juga menambahkan pada periode Juli 2024, Kota Malang mengalami deflasi sebesar -0,01 persen dengan inflasi year on year di angka 1,83 persen. Angka ini masuk dalam range inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 2,5 persen (plus minus satu).
“Tentu kita harus tetap waspada, sebab dalam Rakornas Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) hari Senin lalu, disebutkan beberapa komoditas seperti minyak goreng, beras, dan cabai rawit mengalami kenaikan harga,” ungkap Wahyu.
Sebagai langkah antisipasi terhadap gejolak harga komoditas, Wahyu mengaku berencana melakukan beberapa upaya strategis. Salah satunya dengan penandatanganan kerja sama antardaerah (KAD) dengan Pemerintah Kabupaten Lumajang. Selain itu, menurutnya TPID Kota Malang akan melakukan pemantauan harga-harga komoditas di pasar-pasar.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais