22 April 2025

Get In Touch

Urgent dalam Penanganan Covid-19, DPRD Jatim Genjot Raperda Perubahan Perda Trantibum

Urgent dalam Penanganan Covid-19, DPRD Jatim Genjot Raperda Perubahan Perda Trantibum

Surabaya – Kondisi penyebaran Covid-19 di Jawa Timur (Jatim) cukup memprihatinkan. Hal ini berdasarkan pada jumlah kasus positif yang terus mengalami peningkatan, jumlah penambahan tiap harinya bisa mencapai ratusan orang. Bahkan, Senin (20/7/2020) kemarin, jumlah positif Covid-19 di Jatim sudah mencapai 18.545 kasus.

Diantaranya kasus tersebut terdapat 9.717 yang telah dinyatakan sembuh atau setara dengan 52.40%. Kemudian pasien yang masih menjalani perawatan ada 7.611 atau sebanyak 41.04%. Dari jumlah yang dirawat ini tercatat ada yang dirawat di rumah sebanyak 2.723 orang, di gedung ada 758 orang, dan di rumah sakit ada 4130 orang. Sementara yang meninggal telah mencapai 1.446 atau setara dengan 7.80 %.

Sementara itu, pemerintah Provinsi Jatim telah menyiapkan anggaran untuk penanganan covid-19 sebesar Rp 3,84 triliun. Anggaran itu digunakan untuk Rp 825,31 miliar untuk kuratif, Rp 110,17 miliar untuk promotif preventif, Rp 995,04 miliar untuk sosial safety net, dan Rp 454,26 miliar untuk pemulihan ekonomi. Anggaran merupakan realokasi dan refocusing, dimana anggaran tersebut diambilkan dari berbagai program kerja di lingkungan Pemprov Jatim.

Sayangnya, melihat kondisi diatas, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan dinilai masih minim. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim melaporkan pada Presiden RI di Gedung Negara Grahadi pada 25 Juni 2020, bahwa 70% masyarakat Jatim tidak menggunakan masker selama di luar rumah. Jika sejak awal masyarakat lebih taat pada protokol kesehatan, maka kemungkinan tidak terjadi penyebaran Covid-19 seperti saat ini dan tidak memakan anggaran terlalu besar.

Salah satu faktornya ialah lemahnya sanksi pada pelanggar. Untuk itu Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Jatim, Sabron Jamil A Pasaribu mengatakan, keberadaan peraturan daerah (Perda) yang mengatur masalah tersebut menjadi sangat urgent.

Walhasil, Bapemperda DPRD Provinsi Jatim memunculkan Perda inisiatif berupa Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 1 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah Trantibum.

Politisi Partai Golkar ini menyebutkan, keberadaan Raperda tersebut akan menjadi acuan dan dasar bagi para penegak hukum seperti Satpol PP, Polisi dan TNI, terkait penegakan protokol kesehatan di Jatim. “Karena maklumat Kapolri dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dicabut, maka masyarakat merasa sudah bebas. Tidak ada acuannya, ini inisiatif kita, biar ada dasar bagi aparat-aparat ini, kita bikinkan Perda,” tandasnya, Senin (20/7/2020).

Sabron berharap, dengan adanya Perda perubahan tersebut akan mampu menertibkan masyarakat sehingga lebih taat, patuh, dan disiplin terhadap protokol kesehatan sehingga memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Jatim.

“Keterlibatan TNI Polri tetap dicantumkan, mereka diminta. Sekarang ini setiap kegiatan apapun pasti Polri TNI. Polri yang dapat tugas pengamanan dalam negeri, tapi mereka bisa melibatkan TNI, kalau diperlukan. Leading sektornya ini sebenarnya Satpol PP, tapi kalau Satpol PP, kita sama-sama tahu kewibawaan mereka masih sangat kurang,” paparnya.

Keterlibatan dari Polri dan TNI diharapkan mampu menegakkan protokol kesehatan, termasuk menegakkan sanksi bagi para pelanggar.

Sementara itu, juru bicara Bapemperda DPRD Jatim, Ahmad Iwan Zunaih menjelaskan, Raperda tersebut adalah perubahan dengan penambahan pada Perda no 1 tahun 2019 atau Perda Trantibum. Diantara penambahan konsep dan definisi dalam ketentuan umum; penambahan jenis trantibum baru, yakni trantibum keadaan bencana; pengaturan ulang mengenai mekanisme penyidikan dalam perkara tindak pidana ringan.

Kemudian, peran Polri dalam penanganan gangguan trantibum pada kondisi darurat bencana; kewenangan Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan pembatasan kegiatan masyarakat; kewenangan Gubernur/Bupati/Walikota untuk mengatur kewajiban pemberlakuan protokol kesehatan dan protokol lainnya bagi setiap orang; kewajiban setiap orang untuk mematuhi segala bentuk pembatasan kegiatan masyarakat dan wajib melaksanakan protokol kesehatan dan/atau protocol lainnya yang ditetapkan oleh Gubernur dan/atau Bupati/Walikota.

Perda itu juga turut mengatur tentang pemberian insentif atau penghargaan bagi orang perorangan, kelompok masyarakat, instansi, lembaga, dan/atau pelaku usaha yang memiliki peran dalam penanganan dan penanggulangan bencana; tugas pembantuan dan/atau kerjasama dan koordinasi dalam penyelenggaraan trantibum, dan perlindungan masyarakat, serta untuk penegakan Perda Provinsi dan/atau Peraturan Gubernur dengan mempertegas peran Polri dan TNI; dan perubahan ketentuan sanksi, yakni pengaturan ulang jenis sanksi khususnya sanksi denda administrasi dan sanksi paksaan berupa pelayanan dan kerja sosial pada fasilitas umum.

Dalam rancangan perubahan perda Trantibum tersebut dijelaskan adanya beberapa sanksi bagi pelanggar, mulai dari sanksi administrasi, sanksi denda hingga sanksi pidana. Bahkan, disebutkan bahwa sanksi pidana bagi pelanggar bisa berupa pidana kurungan paling lama tiga bulan dan denda paling banyak Rp 50 juta.

Sedangkan besaran sanksi administirasi tercatat paling tinggi Rp 500.000 untuk perorangan dan Rp 100 juta untuk korporasi atau perusahaan. “Denda dan denda administrasi disetorkan ke kas umum daerah,” katanya.

Sabron menambahkan, dengan adanya Perda tentang perubahan Perda no 1 tahun 2019 atau Trantibum ini diharapkan menjadi acuan bagi kabupaten dan kota di Jatim untuk membentuk Perda sejenis. “Tentunya pembentukan perda itu didasarkan pada kebutuhan masing-masing kabupaten dan kota, namun masih tetap mengacu pada perda dari Provinsi,” kata Sabron.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak mengatakan munculnya Perda tersebut merupakan hasil dari komunikasi antara Kepala daerah di Surabaya Raya dengan Kapolres, Dandim, Kapolda, Pangdam V/BRawijaya. Kemudian mereka berkomunikasi dengan DPRD Jatim. “Sehingga muncul kebutuhan adanya Perda yang lebih greget akan adanya pemberian sanksi,” katanya.

Emil juga menandaskan, keterlibatan TNI Poliri ini juga sangat dibutuhkan untuk pemberian sanksi. Sebab dalam Perda tersebut juga jelas dicantumkan adanya saksi bagi para pelanggar. Hal ini sebagai upaya untuk menegakkan disiplin akan protokol kesehatan pada masyarakat.

“Kalau tidak ada sanksi dimana efek jeranya, kalau tidak ada TNI Polri kita penegakannya tidak maksimal. Kita berharap sekali ada peran TNI Polri. Karena Pak Menteri Koordinator PMK juga menyampaikan harapannya keterlibatan TNI Polri dalam ruang perda itu,” tandasnya. (ufi)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.