07 April 2025

Get In Touch

Pemkot Surabaya Dapat Insentif Rp 19 Miliar, Sukses Tekan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.

SURABAYA (Lenteratoday) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mendapatkan kucuran insentif fiskal sebesar Rp 19 miliar dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, atas beberapa prestasinya sukses menghapus kemiskinan ekstrem dan penurunan Stunting.

Insentif fiskal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 353/2024 yang diteken Menkeu Sri Mulyani pada 1 September 2024, sebagai apresiasi atas beragam kinerja positif yang berhasil dilakukan Pemkot Surabaya. 

”Alhamdulillah, kami berterima kasih ke pemerintah pusat. Insentif fiskal ini menunjukkan dua hal. Pertama, upaya Pemkot Surabaya terkait kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat berada pada jalur yang benar, meski tentu belum sepenuhnya sempurna. Beberapa evaluasi pasti kita lakukan, sehingga program terkait kesejahteraan masyarakat bisa semakin optimal,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Sabtu(7/9/2024).

Eri mengungkapkan jika terdapat pola relasi yang semakin sehat, dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. Dimana pemerintah pusat rutin memberi insentif, pada daerah-daerah yang memiliki kinerja terukur. Hal itu pun memacu daerah untuk menjalankan program dengan baik, sehingga dampaknya dirasakan masyarakat.

“Insentif fiskal berbasis kinerja ini menumbuhkan budaya inovasi dan mengakselerasi pelayanan publik lebih baik lagi di daerah-daerah. Kami mengapresiasi langkah pemerintah pusat dalam menstimulus pemerintah daerah, untuk bekerja lebih berdampak bagi masyarakat,” ungkapnya.

Eri merinci insentif fiskal yang diberikan ke Pemkot Surabaya terkait kinerja kesejahteraan masyarakat total sebesar Rp 19 miliar, terdiri atas insentif untuk kinerja penghapusan kemiskinan ekstrem sebesar Rp 7,17 miliar, kinerja percepatan penurunan stunting Rp 6,49 miliar, dan kinerja percepatan belanja daerah Rp 5,36 miliar.

Terkait kemiskinan ekstrem, Eri menjelaskan jika Pemkot Surabaya berhasil menurunkannya dari level 1,2 persen pada 2021, menurun menjadi 0,8 persen pada 2022, dan terus berkurang hingga ke level 0,42 persen pada 2024.

Berbagai langkah telah dijalankan, untuk mengakselerasi penurunan kemiskinan ekstrem. Mulai program padat karya, yang kini sudah ada di 133 titik se-Surabaya.

"Seperti bedah ribuan rumah yang melibatkan warga kurang mampu, di sekitar rumah yang dibedah sebagai pekerja. Pelibatan warga miskin sebagai pekerja, di kelompok-kelompok produksi paving yang produknya digunakan untuk membangun kampung-kampung. Hingga pemanfaatan aset-aset pemerintah, sebagai Rumah Padat Karya untuk beragam usaha diantaranya untuk cuci mobil, laundry, jahit, kafe, dan sebagainya,” jelasnya.

"Kita juga manfaatkan aset Pemkot Surabaya sebagai lokasi budidaya perikanan dan beragam model urban farming, yang memberdayakan warga kurang mampu di sekitarnya,” tambahnya.

Sementara terkait prevalensi stunting, Pemkot Surabaya juga sukses menekannya ke level 1,6 persen, terendah se-Indonesia. Eri menargetkan prevalensi stunting bisa mencapai 0 persen pada tahun ini.

“Penanganan stunting menjadi kunci untuk menyiapkan generasi terbaik di masa depan, terutama agar momentum Indonesia Emas 2045 tidak terlewatkan. Karena Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia pada 2045, sehingga SDM-nya harus benar-benar siap. Tentu kita harapkan nanti SDM-SDM Surabaya yang kita siapkan sejak dini pada hari ini, bisa memberi warna yang luar biasa bagi pencapaian Indonesia Emas 2045,” beber Eri..

Ke depan Pemkot Surabaya juga terus menggeber percepatan belanja daerah, menurutnya APBD menjadi salah satu instrumen vital dalam menggerakkan perekonomian yang ujungnya adalah penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. 

Apalagi Pemkot Surabaya mengalokasikan sebagian besar belanja APBD-nya, untuk produk dalam negeri dan UMKM. Sehingga belanja tersebut memberi dampak pengganda (multiplier effect) ke pelaku ekonomi lokal. Terbukti, pertumbuhan ekonomi Surabaya mencapai 5,7 persen per 2023, di atas rata-rata Jawa Timur dan nasional. Tingkat pengangguran terbuka juga terus menurun dari 9,68 persen pada 2021 menjadi 6,76 pada 2023.

“Kita terus optimalkan belanja APBD sebagai instrumen fiskal untuk mengungkit perekonomian. Semakin cepat belanja daerah disalurkan, semakin cepat pula perekonomian bergerak. Tetapi tentu aspek kecepatan ini tidak mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik, yang tetap prudent dan taat aturan,” pungkasnya.

Reporter: Amanah, Rls/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.