
PERJALANAN (lENTERATODAY) -Thaif, Arab Saudi, Ahad pagi (22/9/2024) ramai dikunjungi oleh peziarah. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah umrah di Tanah Suci.
Terdapat puluhah both atau stand-stand menjual aneka buah, makanan dan minyak wangi. Penduduk kota Thaif seperti warga Arab Saudi lainnya: sedang pesta pora meyambut Hari Jadi Arab Saudi yang jatuh hari Senin 23 September 2024.
Kota Thaif, terletak di barat daya Arab Saudi, sering disebut sebagai “kota kebun” karena iklimnya yang sejuk dan tanahnya yang subur.
Thaif memiliki sejarah yang sangat panjang dan kaya. Kota ini telah menjadi pusat perdagangan dan pertanian sejak zaman dahulu.
Berbagai kebun anggur, delima, dan mawar tersebar di seluruh kota, menciptakan pemandangan yang indah dan menenangkan.
Budaya Thaif sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam dan tradisi Arab. Penduduk lokal sangat menghargai tamu dan selalu berusaha untuk menunjukkan keramahan terbaik mereka.
Hal ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari cara mereka menyapa pengunjung hingga cara mereka berbagi makanan.
Jadi, salah satu aspek yang paling mengesankan dari kota ini adalah keramahan penduduknya.
Thaif dikenal dengan budaya hospitalitasnya yang kaya, menjadikan setiap pengunjung merasa seperti di rumah sendiri.
Budaya lokal mempengaruhi pengalaman berkunjung ke kota yang penuh dengan keimanan ini.
Keramahan penduduk Thaif adalah sesuatu yang akan sahabat rasakan sejak pertama kali tiba di kota ini hingga saat meninggalkannya.

Setiap senyuman, setiap sapaan hangat, dan setiap tindakan kecil menunjukkan betapa penduduk Thaif menghargai tamu mereka.
Mereka percaya bahwa tamu adalah hadiah dari Allah dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat dan cinta adalah cara untuk menunjukkan rasa syukur mereka.
Sejarah Nabi
Selain soal objek wisata yang terus berkembang, ada banyak sejarah Nabi Muhammad SAW yang tertoreh di kota Thaif.
Perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Thaif tidak mudah. Setiap kabilah yang didatangi menolak ajaran Islam yang dibawa Rasulullah.
Tak cuma menolak, Rasulullah terus dimaki, dilempari batu, dan dihujat dengan kata-kata kotor. Zaid yang menjadi perisai hidup Nabi Muhammad mengalami luka di kepala. Sedangkan, Rasulullah berdarah di tumitnya.
Perjalanan terus dilakukan sampai berada di salah satu kebun anggur milik Utbah dan Syaibah bin Rabiah. Di sanalah Rasulullah beristirahat dan berdoa kepada Allah.
Doa ini sangat masyhur dan menggambarkan begitu pilu hati Rasulullah karena sikap yang ditunjukkan warga Thaif.
"Ya Allah!, sesungguhnya kepadaMu-lah aku mengadukan kelemahan diriku, sedikitnya upayaku serta hina dinanya diriku di hadapn manusia, wahai Yang Maha Pengasih di antara para pengasih! Engkau adalah Rabb orang-orang yang tertindas, Engkaulah Rabbku, kepada siapa lagi Engkau menyerahkan diriku? (Apakah) kepada orang lain yang selalu bermuka masam terhadapku? Atau kepada musuh yang telah menguasai urusanku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli, akan tetapi ampunan yang Engkau anugerahkan adalah lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan perantaraan Nur Wajahmu yang menyinari segenap kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik agar Engkau tidak turunkan murkaMU kepadaku atau kebencianMu melanda diriku. Engkalulah yang berhak menegurku hingga Engkau menjadi ridha. Tiada daya serta upaya melainkan KarenaMu."
Disinilah hebatnya Baginda Nabi. Dia justru mengadukan kelemahan dirinya. Beliau mengaku hina dina di hadapan manusia.

Malaikat saja sudah menantang: "Apa pun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau sukai, akan ku benturkan gunung-gunung yang ada di sekitar kota ini sehingga siapa saja yang tinggal di antaranya akan hancur binasa. Atau apa pun hukuman yang engkau inginkan."
Namun, tawaran dari malaikat itu ditolak Nabi dengan lembut: "Aku hanya berharap kepada Allah Subhaanahu Wata'ala, seandainya saat ini mereka tidak menerima Islam, semoga kelak di antara keturunan mereka akan lahir orang-orang yang menyembah dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata'ala,"
Andaikata waktu itu Nabi marah. Dan mengadukan Kepada Allah tentang kejadian yang menimpa dirinya, tentu penduduk Thaif sudah lenyap.
Kota Thaif ‘Surga Kecil” yang nyaris hilang. Thaif, memang indah!
dari Makkah: Arifin BH, wartawan dan penulis buku