Buka Harmoni Belajar Seri 5, Pj Wali Kota Zanariah: Tahun 2023 IPM Perempuan di Kota Kediri masih Dibawah Laki-Laki

KEDIRI (Lenteratoday) -Tren perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Kediri 2023 meningkat mencapai 80,97 persen dengan kategori tinggi, dimana kontribusi IPM laki-laki sebesar 83,96 dan IPM perempuan sebesar 79,41.
Data tersebut diungkapkan Pj Wali Kota Kediri, Zanariah saat membuka Harmoni Belajar Seri 5 secara virtual, Jumat(8/11/2024). Dikatakannya secara konsisten IPM perempuan masih dibawah IPM laki-laki, dimana IPM perempuan berstatus tinggi sedangkan IPM laki-laki berstatus sangat tinggi.
Hal ini berarti saat ini kualitas SDM perempuan masih belum setara dengan laki-laki, namun demikian indeks pembangunan gender Kota Kediri menunjukkan peningkatan tiap tahun.
Pada 2023, IPG Kota Kediri meningkat 0,21 poin menjadi 95,76 yang artinya ada peningkatan IPM perempuan yang lebih tinggi dibanding peningkatan IPM laki-laki. Capaian lain didukung angka indeks ketimpangan gender Kota Kediri dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan penurunan menuju 0. Pada 2023, angka IKG Kota Kediri mencapai 0,093. Ini artinya, kesetaraan gender di Kota Kediri makin baik.
Perencanaan berdasar analisis gender dan sosial inklusi (Gedsi) , pemerintah perlu melakukan berbagai agenda partisipasi perempuan dalam pembangunan. Antara lain, planning, action, kontrol, akses, monitoring dan evaluasi, serta manfaat.
"Dengan melibatkan perempuan dan kelompok rentan pada seluruh tahapan pembangunan, diharapkan hasil pembangunan dapat diakses dan dinikmati semua kelompok, tanpa meninggalkan, mendiskriminasi, bahkan memarjinalkan kelompok tertentu dengan prinsip no one left behind," jelasnya.
Pj Wali Kota Zanariah menambahkan dalam menerapkan pengarusutamaan gender di lingkup pemerintah daerah, perlu dilakukan analisa kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis untuk membantu mengidentifikasi perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan. Serta cara memenuhi kebutuhan tersebut untuk mencapai kesetaraan gender.
Kebutuhan praktis berfokus pada kebutuhan langsung sehari-hari, yang timbul dari peran sosial melalui pemenuhan kebutuhan dasar. Pertama, penyediaan ruang laktasi yang memadai. Kedua, akses jalur difabel, bantuan bahasa isyarat. Ketiga, hak cuti dan waktu kerja yang fleksibel. Keempat, toilet terpisah dan lebih banyak jumlahnya untuk perempuan, dan lain sebagainya.
Sedangkan pada kebutuhan strategis, harus mengakomodir kebutuhan terkait perubahan struktur sosial dan peran gender untuk memberdayakan perempuan atau laki-laki agar dapat memiliki akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama.
Zanariah juga membahas mengenai perilaku catcalling di tempat kerja. Catcalling adalah bentuk pelecehan verbal yang masih sering terlihat dan terdengar. Mungkin menurut Bapak-bapak, candaan yang dilontarkan pada perempuan adalah sebuah hal wajar dan tidak menyudutkan.
Apalagi didukung dengan tertawaan bersama. Tapi perlu diketahui bersama, catcalling dan candaan seksis sesungguhnya merupakan bentuk kekerasan seksual, tetapi seringkali tersamarkan, dinormalisasi oleh pelaku keramahan dan gurauan. Pembahasan ini sudah sering dibahas di media sosial, catcalling dan candaan seksis itu tidaklah keren sama sekali.
Tidak semua hal yang sering terjadi di lingkungan harus diwajarkan dan dimaklumi. Apalagi jika sudah cenderung melecehkan dan merendahkan perempuan. Sudah banyak kasus catcalling dan candaan seksis yang membuat korbannya menarik diri dari lingkungan. Tentu ini menunjukkan sebuah kemunduran jika terus membiarkan semakin banyak orang yang enggan bersosialisasi hanya karena trauma.(*)
Reporter: Gatot Sunarko