Buruh Menerima, Pengusaha Ingatkan Ancaman PHK
BAGAI makan buah simalakama, begitu peribahasa yang cocok menggambarkan kenaikan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5 persen. Keputusan itu terkesan tergesa-gesa dengan menyisakan tanda tanya besar, soal formula kenaikan misalnya. Meski menerima dan tidak jadi melakukan demo massal, buruh mengaku bingung soal komponen-komponen yang dipakai untuk menghitung hingga muncul prosentase angka tersebut. Kalangan pengusaha mengatakan hingga kini belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP 2025. Terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual. Bila disimulasikan ke UMP DKI Jakarta, pada tahun 2024 upah Rp 5.067.381, artinya pada tahun 2025 akan naik sebesar Rp 329.379 menjadi Rp 5.396.760. Pebisnis pun menyinggung dampak buruk, mulai perlambatan ekonomi hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Wajar pengusaha kecewa, sebab keputusan UMP kali ini memang dikabarkan tidak melibatkan kalangan dunia usaha. Pemerintah pun tampaknya sudah memprediksi potensi gelombang pemecatan pekerja. Buktinya, tanpa menunggu lama-lama Menteri Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan akan membentuk task force atau satuan tugas (satgas) terkait PHK. BACA BERITA LENGKAP, KLIK DI SINI https://cdn.lentera.co/c/newscenter/lenteratoday/2024/12/02122024.pdf
[3d-flip-book id="207253" ][/3d-flip-book]