
MALANG (Lenteratoday) - Dosen Teknik Geodesi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Dr. Ir. Ketut Tomy Suhari, ST., MT., IPP., mengembangkan inovasi teknologi bertajuk Dynamic Building Information Modelling (Dynamic-BIM). Teknologi ini dirancang untuk mendukung konservasi ruang adat dan pelestarian budaya lokal, khususnya di Desa Adat Penglipuran, Bali, yang menghadapi tantangan modernisasi.
"Pengembangan model Dynamic BIM ini tujuannya untuk konservasi ruang adat. Sebenarnya memanfaatkan BIM sangat luas bisa untuk konstruksi, pelestarian cagar budaya (heritage), untuk membuat model bangunan adat atau rekonstruksi bangunan, dan lain sebagainya,” ujar Tomy, Selasa (7/1/2025).
Tomy menjelaskan, model ini mengintegrasikan data geometris, material, hingga fungsi bangunan adat. Salah satu studi kasusnya yakni Desa Adat Penglipuran di Bali, yang terkenal sebagai desa terbersih di dunia dan memiliki tata ruang adat berbasis filosofi Tri Hita Karana.
Desa Penglipuran memiliki pembagian ruang adat menjadi tiga zona, yakni utama, madya, dan nista. Namun, perkembangan pariwisata di desa tersebut mulai menimbulkan tekanan, seperti akulturasi budaya, eksploitasi sumber daya alam, hingga pembangunan yang tidak sesuai dengan ciri khas adat Bali.
“Dengan Dynamic-BIM, kita bisa membuat model ruang adat yang lebih terperinci dan sesuai aturan adat. Selain itu, teknologi ini dapat membantu memantau perubahan ruang secara real time dan mengurangi risiko penyimpangan dari ketentuan adat,” jelas Tomy, yang juga menjabat Kepala Center for Digitalisation Construction and Smart Urban Management (DConS Center) ITN Malang.
Tomy mengungkapkan, pelestarian ruang adat selama ini menghadapi kendala akurasi pengukuran. Misalnya, di Bali, rekonstruksi bangunan adat tradisional masih mengandalkan ukuran tubuh orang tertua sebagai patokan. Jika orang tersebut tidak ada, akurasi pengukuran sulit dicapai.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Dynamic-BIM memanfaatkan teknologi modern seperti High Definition Survey (HDS), fotogrametri, dan LiDAR. Data dari teknologi ini dikombinasikan dalam model digital, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan, pengelolaan, hingga restorasi bangunan adat secara presisi.
Melalui penelitiannya, Tomy juga menemukan adanya perubahan tata ruang di Desa Penglipuran. Data menunjukkan bahwa zona madya yang semula mencakup 88 persen luas total desa pada tahun 2000 menurun menjadi 86 persen pada tahun 2021. Sementara itu, ruang komersial meningkat dari 6 persen menjadi 7 persen pada periode yang sama.
Meski demikian, Tomy mengakui penerapan teknologi ini masih terkendala biaya dan stabilitas. Penggunaan citra satelit beresolusi tinggi menjadi salah satu opsi pengembangan di masa depan untuk efisiensi monitoring ruang adat.
“Harapannya, teknologi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat adat, pemerintah, dan pengelola ruang adat dalam menjaga warisan budaya di era modern,” pungkas Tomy. (*)
Reporter: Santi Wahyu | Editor : Lutfiyu Handi